OPERASIONAL BANK SYARIAH DAN PERLUNYA AKUNTANSI SYARIAH



BAB I
PENDAHULUAN
Jika melihat dari awal pendirian Bank Syariah di Indonesia, secara nasional perkembangan ekonomi Islam diwarnai oleh perkembangan pemikiran ekonomi syariah dunia dan permikiran tentang perbankan syariah,pendirian bank syariah diawali dengan berdirinya 3 BPRS di Bandung pada tahun 1991. Selain itu juga berdiri PT BPRS Hareukat di NAD. Prakarsa pendirian bank syariah di Indonesia oleh MUI melalui lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor, 18-20 Agustus  1990. Hasil ini dibahas mendalam dalam Munas IV MUI di Hotel Sahid Jaya, Jakarta 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat munas IV MUI dibentuk tim kerja untuk mendirikan Bank Syariah di Indonesia sehingga PT BMI berdiri tahun 1991 dan beroperasi pada tahun 1992. Diantara manfaat dari pendirian Bank Syariah adalah sebagai pelengkap keberadaan Bank Konvensional, bank syariah digunakan sebagai alternatif transaksi perbankan konvensional, yang kedua adalah sebagai pengakomodasi kelompok masyrakat yang antipasti terhadap dunia perbankan konvensional, dan yang terakhir sebagai salah satu upaya peningkatan mobilisasi dana masyarakat.[1]
Perkembangan masyarakat tampaknya mengarah kepada asalnya “back to nature”. Akuntansi islam ternyata telah mulai menjadi perhatian para ahli akuntansi, bukan hanya dari pihak muslim tetapi juga non muslim.   Seiring dengan meningkatnya rasa keberagamaan (religiusitas) masyarakat Muslim menjalankan syariah Islam dalam kehidupan sosial-ekonomi, semakin banyak institusi bisnis Islami yang menjalankan kegiatan operasional dan usahanya berlandaskan prinsip syariah.[2]
Maka pada makalah ini akan memaparkan mengenai operasional bank syariah dan perlunya akuntansi syariah dan yang berkaitan dengan hal tersebut. Yang di awali dengan urgensi lembaga bisnis syariah kemudian di lanjutkan dengan operasional bank syariah pada pembahasan pertama dan pada pembahasan kedua menjelaskna tentang perlunya akuntansi syariah
BAB II
PEMBAHASAN 1
OPERASIONAL BANK SYARIAH
A.                Urgensi Lembaga Bisnis (keuangan) Syariah
Lembaga bisnis Islami (syariah) merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk menegakkan aturan-aturan ekonomi Islam. Islam menolak pandangan yang menyatakan bahwa ilmu ekonomi merupakan ilmu yang netral-nilai. Padahal ilmu ekonomi merupakan ilmu yang syarat orientasi nilai. Bisnis secara syariah ditujukan untuk memberikan sumbangan positif terhadap pencapaian tujuan sosio-ekonimi masyarakat yang lebih baik. Bisnis secara syariah djalankan untuk menciptakan iklim bisnis yang baik dan lepas dari praktik kecurangan.[3]
Lembaga keuangan syariah harus beroperasi secara ketat berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Adapun prinsip-prinsip yang dirujuk adalah:[4]
1.      Larangan menerapkan bunga pada semua bentuk dan jenis transaksi;
2.      Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada kewajaran dan keuntungan yang halal;
3.      Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya;
4.      Larangan menjalankan monopoli;
5.      Bekerjasama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan perdagangan yang tidak dilarang oleh Islam.
B.                 Falsafah Operasional Bank Syariah
Setiap lembaga keuangan syariah mempunyai falsafah mencari keridhoan Allah untuk memperoleh kebajkan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, setiap kegiatan lembaga keuangan yang di khawatirkan menyimpang dari tuntunan agama dan harus di hindari. Berikut adalah falsafah yang harus diterapkan oleh bank syariah (Muhammad: 2000):[5]
1.      Menjauhkan diri dari unsur Riba, caranya:
a.       Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka secara pasti keberhasilan suatu usaha, sebagaimana firman Allah di dalam QS. Lukman: 34, sebagai berikut:[6]
¨bÎ) ©!$# ¼çnyYÏã ãNù=Ïæ Ïptã$¡¡9$# Ú^Íit\ãƒur y]øtóø9$# ÞOn=÷ètƒur $tB Îû ÏQ%tnöF{$# ( $tBur Íôs? Ó§øÿtR #sŒ$¨B Ü=Å¡ò6s? #Yxî ( $tBur Íôs? 6§øÿtR Ädr'Î/ <Úör& ßNqßJs? 4 ¨bÎ) ©!$# íOŠÎ=tæ 7ŽÎ6yz ÇÌÍÈ

Artinya:  Sesungguhnya Allah, Hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

b.      Menghindari penggunaan sistem prosentasi untuk pembebanan biaya terhadap hutang atau pemberian imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsur melipat gandakan secara otomatis hutang/ simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu, terdapat dalam QS al-Imran: 130, yaitu:[7]
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#qè=à2ù's? (##qt/Ìh9$# $Zÿ»yèôÊr& Zpxÿy軟ÒB ( (#qà)¨?$#ur ©!$# öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÌÉÈ

Artinya:  Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

c.       Menghindari penggunaan sistem perdagangan/ penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya dengna memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas,[8] sebagaimana hadits nabi yang Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri r.a, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda, “Janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali keduanya sama, dan janganlah kalian melebihkan sebagiannya atas sebagian yang lain. Janganlah kalian menjual perak dengan perak kecuali keduanya sama, dan janganlah kalian melebihkan sebagiannya atas yang lain. Dan janganlah kalian menjualnya yang belum ada barangnya dengan yang sudah ada (dituangkan).” (diriwayatkan oleh al-Bukhari pada kitab ke-34, kitab jual beli, bab ke-78 bab menjual dengan perak).[9]
d.      Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka tambahan atas hutang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai utang secara sukarela,[10] sebagaimana hadits nabi yang diriwayatkan oleh Abu Said al-Khudri bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, “emas hendaklah dibayar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, tepung dengan tepung, kurma dengan kurma, garam dengan garam, bayaran harus dari tangan ke tangan (cash). Barangsiapa memberi tambahan atau meminta tambahan, sesungguhnya ia telah berurusan dengan riba. Pemberi dan penerima sama-sama bersalah”. (HR. Muslim no. 2971, dalam kitab al-Musaqqah)[11]
2.      Menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan,[12] dengan mengacu pada QS. Al-Baqarah ayat 275, yaitu:
šúïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ (#4qt/Ìh9$# Ÿw tbqãBqà)tƒ žwÎ) $yJx. ãPqà)tƒ Ï%©!$# çmäܬ6ytFtƒ ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºsŒ öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur yŠ$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkŽÏù šcrà$Î#»yz ÇËÐÎÈ

Artinya:  Orang-orang yang makan (mengambil) riba  tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Berdasarkan kerangka falsafah bank Islam di atas, maka hal mendasar yang membedakan antara bank Islam dengan bank non Islam adalah terletak pada pengembalian dan pembagian keuntungan yang diberikan oleh nasabah kepada lembaga keuangan dan/atau yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada nasabah. Sehingga terdapat istilah bunga dan bagi hasil.[13]
C.                Prinsip-prinsip Dasar Operasional Bank Islam
Dari hasil musyawarah (Ijma’ Internasional) para ahli ekonomi mudlim beserta para ahli fiqih dari academi fiqh di Mekah pada tahun 1973, dapat disimpulkan bahwa konsep dasar hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam dalam siste ekonomi Islam ternyata dapat diterapkan dalam operasional lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan bukan bank.[14]
Bank konvensional sudah eksis di bumi Indonesia sejak berdirinya De Javache Bank  tahun 1872. Munculnya lembaga keuangan syariah seolah-olah merupakan kehadiran makhluk asing yang secara operasinya sulit diterima akal mereka.[15]
Secara garis besar, hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam tersebut ditentukan oleh hubungan akad yang terdiri dari lima konsep dasar akad. Bersumber dari lima konsep dasar inilah dapat ditemukan produk-produk lembaga keuangan bank syariah dan lembaga keuangan non-syariah untuk dioperasionalkan. Kelima konsep tersebut adalah sistem simpanan, bagi hasil, margin keuntungan, sewa dan fee/jasa.[16]
Islam mengajarkan segala sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi manusia.[17] Maka dari itu dalam perbankan syariah ada prinsip-prinsip yang dianut dalam mengusahakan kegiatannya. Ada beberapa prinsip utama operasional bank Islam, yaitu:
1.      Prinsip al-Ta’awun[18]
Merupakan prinsip untuk saling membantu dan bekerjasama antara anggota masyarakat dalam berbuat kebaikan. Firman Allah Swt:
......(#qçRur$yès?ur ..... n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur .....
Artinya: ..... dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran .....
(QS. Al-Ma’idah: 2)

2.      Prinsip menghindar al-Ikhtinaz[19]
Seperti membiarkan uang menganggur dan tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum, sebagaimana firman Allah Swt:
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu ÇËÒÈ
Artinya:  Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa: 29)

3.      Memonopoli. Menurut Ibnu Taimiyah tidak membolehkan berbagai koalisi profesional baik individu maupun kelompok.[20] Memonopoli akan menyebabkan penindasan kepada masyarakat, umumnya masyarakat menengah ke bawah.
4.      Bebas dari “MaGHRiB”[21]
Dalam operasional ekonomi Islam haruslah terbebas dari unsur maghrib (maysir, gharar, haram, riba dan bathil) karena ekonomi Islam bukan hanya berprinsip rela merelakan melainkan juga terbebas dari kedzaliman baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain.
5.      Menjalankan bisnis dan Aktivitas perdagangan yang berbasis pada perolehan keuntungan yang sah menurut syariah. Yaitu memenuhi rukun, hak dan kewajiban dalam transaksi serta yang berkaitan dengan hal itu.[22]
6.      Menyalurkan ZIF (Zakat, Infak dan Sedekah). Bank Syariah mempunyai dua peran yaitu sebagai badan usaha dan badan sosial.[23]
D.                Sistem Operasional Perbankan Syariah
Islam mempunyai hukum sendiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dengan produk-produknya sebagai berikut:
1.      Produk Pembiayaan
a.       Equity Financing (penyertaan modal)
Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank Islam secara keseluruhan.[24] Dalam equity financing ada dua macam kontrak dalam kategori ini yaitu Musyarakah (Joint Venture Profit Sharing) dan Mudharabah (Trustee Profit Sharing).[25]

b.      Debt Financing (Pinjaman)
Debt financing terbagi atas tiga prinsip yaitu prinsip jual beli, sewa-beli dan al-Qard al-Hasan. Pertama, prinsip jual-beli meliputi al-Murabahah, al-Ba’i Bitsaman Ajil, Ba’i as-Salam dan Ba’i al-Istishna’. Kedua, prinsip sewa-beli meliputi Ijarah dan Ijarah muntahia bi al-Tamlik. Ketiga, al-Qard al-Hasan yaitu penyediaan pinjaman dana kepada pihak-pihak yang patut mendapatkannya.[26]
2.      Produk Penghimpunan Dana (Funding)
Ada beberapa produk penyimpanan dan menanamkan dananya pada bank melalui rekening-rekening sebagai berikut:[27]
a.       Rekening Koran (prinsip sipanan murni – al-Wadi’ah);
b.      Rekening Tabungan;
c.       Rekening Investasi Umum (mudharabah muthlqah);
d.      Rekening Investasi Khusus (mudharabah muqayyadah);
3.      Produk Jasa-jasa, diantaranya Rahn (gadai), Wakalah (deputyship/ agen/ wakil), Kafalah (jaminan), Hawalah (pengalihan), Ju’alah (hadiah), dan Sharf  (valas).[28]
E.                 Kebutuhan Operasional Bank Islam
Kebutuhan utama dan keharusan suatu bank Islam, yaitu:
1.      Sumber Daya Manusia
Kegiatan usaha bank secara umum menuntut adanya profesionalisme (mempunyai kemampuan ganda, komitmen, beriman dan bertaqwa) guna mendukung proses pengambilan keputusan dan pengendalian risiko usaha sekecil mugkin.[29]



2.      Instrument dan Produk Bank Islam
Bank Islam dituntut untuk berinovasi (ijtihad), dan berusaha (jihad) dalam mengembangkan ekonomi Islam melalui Bank Islam.[30]
3.      Realitas Perbankan Islam di Indonesia
Bank Islam Indonesia sedikit berbeda dengan Bank Islam di Negara lain. Pelayanan sosial pada perbankan Islam di negara kita dibatasi undang-undang.[31]
4.      Tantangan dan permaslahan perbankan Islam, diantaranya:[32]
a.       Terpaku pada pengembangan konsep tanpa memperhatikan dinamika SDM-nya
b.      Terbatasnya fatwa MUI sebagai landasan operasional Bank islam.
c.       Terbatasnya lembaga pendidikan yang menyiapkan SDM yang memenuhi persyaratan khusus yang di butuhkan
d.      Kurang sosialisasi dan komunikasi
e.       Kurang dukungan pemerintah dan masyarakat.














PEMBAHASAN 2
PERLUNYA AKUNTANSI SYARIAH
A.                Munculnya Akuntansi Syariah
Menurut Shehata bahwa akuntansi dalam Islam bukanlah seni dan ilmu yang baru seperti telah adanya Baitul Mal pada peradaban Islam yang pertama yang berfungsi sebagai Bendahara Negara dan penjamin kesejahteraan sosial.[33]
Pembukuan berpasangan (double entry book keeping) muncul pada abad ke-13 padahal istilah ini sudah lama sebelum ditemukan oleh Lucas Pacioli di Italia pada tahun 1949. Ada beberapa sebab atau faktor yang menuntut lahirnya pembukuan berpasangan pada abad ke-13. Faktor tersebut adalah karena penyajian pada periode sebelumnya tidak selengkap dengan yang terjadi pada masa itu. Littleton mengakui bahwa pembukuan berpasangan muncul kepermukaan karena waktu itu dapat dipenuhi persyaratannya, yaitu persyaratan yang berkaitan dengan masalah materi[34] dan bahasa[35]. Kedua persyaratan itu telah dipenuhi secara baik, namun keduanya tidak dapat menjamin percepatan pertumbuhan pembukuan berpasangan pada masa itu karena kurangnya energi dan intensitas yang diperlukan.[36]
Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya percepatan perkembangan akuntansi hingga sekarang diantaranya adalah:[37]
1.      Adanya motivasi awal yang memaksa orang untuk mendapatkan keuntungan besar (maksimalisasi harga = jiwa kapitalis);
2.      Pengakuan pengusaha akan pentingnya aspek sosial yang berkaitan dengan persoalan maksimalisasi laba;
3.      Bisnis dilakukan dengan peranan untuk mencapai laba sebagai alat untuk mencapai tujuan bukan “akhir suatu tujuan”. Dengan pernyataan lain.

B.                 Pengertian Akuntansi Syariah
Secara sederhana, pengertian akuntansi syariah dapat dijelaskan melalui akar kata yang dimilikinya yaitu akuntansi dan syariah.[38] Menurut AICPA (American Institute of Certified Public Accountant) mendefenisikan sebagai berikut: “akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan, dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi, dan kejadian-kejadian yang umumnya bersifat keuangan dan termasuk penafsiran hasil-hasilnya.[39] Sedangkan defenisi syariah adalah aturan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt untuk dipatuhi oleh manusia dalam menjalani segala aktivitas hidupnya di dunia.[40]
Akuntansi Syariah adalah ilmu sosial profetik yang menurunkan ajaran normatif Al-Quran (khususnya QS. Al-Qur’an: 282) dalam bentuk yang lebih konkret. Dengan langkah derivasi ini, maka pemerintah normatif untuk melakukan pencatatan transaksi dapat dilakukan dengan baik pada tataran praktis. Dengan demikian, akuntansi syariah merupakan bagian tak terpisahkan dari trilogi iman (faith), ilmu (knowledge), dan amal (action). Artinya, wujud keberimanan seseorang harus diekspresikan dalam bentuk perbuatan (amal atau aksi). Di mana perbuatan tadi  harus didasari dan dituntun oleh ilmu (dalam hal ini adalah ilmu sosial profetik, yaitu : akuntansi syariah).[41]
Mempelajari Akuntansi Islam sudah merupakan keharusan dalam ekonomi yang semakin global ini. Hal ini misalnya didorong  oleh:[42]
1.         Munculnya kesadaran orang membayar zakat baik zakat pribadi maupun zakat perusahaan;
2.         Munculnya berbagai yayasan atau organisasi Islam yang memerlukannya;
3.         Semakin banyaknya lembaga bisnis yang menerapkan syariat Islam akan memerlukan Akuntansi Islam dan tenaga yang menguasainya;
4.         Keberadaan lembaga ini tentu membuka peluang untuk masyarakat luas bekerja sama dengan lembaga ini;
5.         Semakin banyaknya yang akan menerapkan model akuntansi ini bukan hanya dalam negeri bahkan dalam skala Internasional.
C.                Perlunya Akuntansi Syariah di Bank Syariah
Hadirnya lembaga keuangan syariah pada khususnya dan sistem bisnis Islami tentunya akan mempengaruhi dan menentukan organisasi akuntansi yang akan digunakan. Tujuan informasi akuntansi dalam bank syariah atau lebih luasnya lembaga keuangan syariah muncul karena dua alasan, yaitu:[43]
1.      Lembaga keuangan syariah dijalankan dengan kerangka syariah, sebagai akibat dari hakikat transaksi yang berbeda dengan lembaga keuangan konvensional;
2.      Pengguna informasi akuntansi pada lembaga keuangan syariah adalah berbeda dengan pengguna informasi akuntansi di lembaga keuangan konvensional.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dapat diuraikan sebagai berikut:[44]
1.      Pengguna informasi akuntansi. Pengguna informasi akuntansi utama dalam sistem lembaga keuangan syariah meliputi:
a.         Pemegang saham;
b.        Deposan;
c.         Shahibul maal yang melakukan investasi mudharabah mutlaqah;
d.        Shahibul maal yang melakukan investasi mudharabh muqaayadah;
e.         Pengusaha, perusahan, atau agensi yang berhubungan dengan bank;
f.         Dewan pengawas syariah;
g.        Lembaga pemerintah, bank sentral, menteri keuangan , badan administrasi/ pengelola zakat;
h.        Masyarakat luas;
i.          Pengamat non-muslim;
j.          Peneliti;
k.        Pegawai lembaga yang bersangkutan.
2.      Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna, meliputi:[45]
a.         Informasi yang dapat membantu dalam menilai pelaksanaan operasional bank dengan aturan tertulis dan jiwa syariah;
b.        Informasi yang dapat membantu dalam menilai kemampuan lembaga dalam menjaga aset, mempertahankan likuiditas, dan meningkatkan laba;
c.         Informasi tentang inisiatif lembaga atas tanggung jawabnya terhadap pekerja, pelangggan, masyarakat, dan lingkungan;
d.        Informasi yang dapat membantu dalam pertanggungjawaban manajemen.
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) disebutkan, bahwa tujuan akuntansi keuangan bank syariah, adalah:[46]
1.      Menentukan hak dan kewajiban pihak terkait, termasuk hak dan kewajibanyang berasal dari transaksi yang belum selesai dan atau kegiatan ekonomi lain, sesuai dengan prinsip syariah yang berlandaskan pada konsep kejujuran, keadilan, kebajikan, dan kepatuhan terhadap nilai-nilai bisnis Islami;
2.      Menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat bagi pemakai laporan untuk pengabilan keputusan;
3.      Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha.
Selanjutnya dijelaskan tujuan laporan keuangan bank syariah pada dasarnya sama dengan tujuan laporan keuangan yang berlaku secara umum dengan tambahan, antara lain menyediakan:[47]
1.      Informasi kepatuhan bank terhadap prinsip syariah, serta informasi pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada dan bagaimana pendapatan tersebut diperoleh serta penggunaannya;
2.      Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhn tanggung jawab terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikan pada tingkat keuntungan yang layak, dan informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh pemilik dan pemilik dana investasi terikat;
3.      Informasi mengenai pemenuhan fungsi sosial bank, termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat.
D.                Prinsip Umum Akuntansi Syariah
Ada tiga prinsip dalam akuntansi syariah yang terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 282, yaitu:[48]
1.      Prinsip Pertanggungjawaban
Prinsip pertanggungjawaban atau akuntabilitas (accountability) adalah persoalan amanah yang merupakan hasil transaksi manusia dengan sang khaliq mulai dari alam kandungan.
2.      Prinsip Keadilan
Kata keadilan dalam konteks aplikasi akuntansi mengandung dua pengertian yaitu: Pertama, berkaitan dengan praktik moral meliputi kejujuran yang merupakan faktor yang sangat dominan. Kedua, kata adil bersifat lebih fundamental (dan tetap berpijak pada nilai-nila etika/syariah dan moral). Pengetian kedua inilah yang lebih merupakan sebagai pendorong untuk melakukan upaya-upaya dekonstruksi terhadap bangun akuntansi modern menuju pada bangun akuntansi (alternatif) yang lebih baik.
3.      Prinsip Kebenaran
Kebenaran di dala al-Qur’an tidak diperbolehkan untuk dicampur-adukkan dengan kebathilan. Al-Qur’an telah menggariskan bahwa ukuran, alat atau instrumen untuk menetapkan kebenaran, tidaklah didasarkan pada nafsu.
BAB III
PENUTUP
A.                Kesimpulan
1.      Bisnis secara syariah ditujukan untuk memberikan sumbangan positif terhadap pencapaian tujuan sosio-ekonimi masyarakat yang lebih baik;
2.      Setiap lembaga keuangan syariah mempunyai falsafah mencari keridhoan Allah untuk memperoleh kebajkan di dunia dan di akhirat (oriented falah).
3.      Prinsip-prinsip Dasar Operasional Bank Islam, yaitu:
a.         Prinsip al-Ta’awun;
b.        Prinsip menghindar al-Ikhtinaz;
c.         Memonopoli;
d.        Bebas dari “MaGHRiB”;
e.         Menjalankan bisnis dan Aktivitas perdagangan yang berbasis pada perolehan keuntungan yang sah menurut syariah;
f.         Menyalurkan ZIF (Zakat, Infak dan Sedekah).
4.      Sistem Operasional Perbankan Syariah
a.         Produk Pembiayaan;
b.        Produk Penghimpunan Dana (Funding);
c.         Produk Jasa-jasa.
5.      Kebutuhan Operasional Bank Islam
a.         Sumber Daya Manusia;
b.        Instrument dan Produk Bank Islam;
c.         Realitas Perbankan Islam di Indonesia;
d.        Memecahkan Tantangan dan Permaslahan Perbankan Islam.
6.      akuntansi dalam Islam bukanlah seni dan ilmu yang baru seperti telah adanya Baitul Mal pada peradaban Islam yang pertama yang berfungsi sebagai Bendahara Negara dan penjamin kesejahteraan sosial.
7.      Akuntansi Syariah adalah ilmu sosial profetik yang menurunkan ajaran normatif Al-Quran (khususnya QS. Al-Qur’an: 282) dalam bentuk yang lebih konkret.
8.      Tujuan informasi akuntansi dalam bank syariah atau lebih luasnya lembaga keuangan syariah muncul karena dua alasan, yaitu:
a.         Lembaga keuangan syariah dijalankan dengan kerangka syariah, sebagai akibat dari hakikat transaksi yang berbeda dengan lembaga keuangan konvensional;
b.        Pengguna informasi akuntansi pada lembaga keuangan syariah adalah berbeda dengan pengguna informasi akuntansi di lembaga keuangan konvensional.
9.      Prinsip Umum Akuntansi Syariah
a.         Prinsip Pertanggungjawaban
b.        Prinsip Keadilan
c.         Prinsip Kebenaran
B.                 Saran
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pemakalah dan seluruh pembaca. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan dan kesempurnaan di masa mendatang.














REFERENSI
Drs. Muhammad, M. Ag. 2005. Pengantar Akuntansi Syariah, Jakarta: Salemba Empat, edisi revisi.
Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, SE., MM., MBA dan Ir. H. Arviyan Arifin. 2010. Islamic Banking. Jakarta: Bumi Aksara.
Iwan Triyuwono. 2006. Perspektif, Metodologi dan Teori Akuntansi Syariah. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Muhammad Fu’ad Abdul Baqi. 2010. Al-Lu’lu’ wal Marjan (Kumpulan hadits Shahih Bukhari-Muslim). Solo: Insan Kamil.
Sofyan Syafri Harahap. 2004. Akuntansi Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
DR. Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec. 2011. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani, cet ke-17.
Dr. Akhmad Mujahidin, M. Ag. 2007. Ekonomi Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Sri Nurhayati dan Wasilah. 2011. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: salemba empat, edisi 2 revisi.
Dahlan Siamat. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan Kebijakan Moneter dan Perbankan. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, edisi ke-5.
http://imanph.wordpress.com, materi-kuliah, akuntansi-syariah. Di akses pada tanggal 23 September 2012.


[1] http://enggarcz.blogspot.com/2012/05/pentingnya-akuntansi-bank-syariah.html
[2] http://imanph.wordpress.com, materi-kuliah, akuntansi-syariah.
[3] Drs. Muhammad, M. Ag, Pengantar Akuntansi Syariah, (Jakarta: Salemba Empat, 2005), edisi revisi, hlm. 173-174
[4] Ibid.
[5] Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, SE., MM., MBA dan Ir. H. Arviyan Arifin, Islamic Banking, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 53
[6] Ibid, hlm. 54
[7] Ibid.
[8] Ibid, hlm. 55
[9] Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, al-Lu’lu’ wal Marjan (Kumpulan hadits Shahih Bukhari-Muslim), (Solo: Insan Kamil, 2010), hlm. 435
[10] Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, SE., MM., MBA dan Ir. H. Arviyan Arifin, op.cit, hlm. 55
[11] DR. Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2011), cet ke-17, hlm. 53
[12] Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, SE., MM., MBA dan Ir. H. Arviyan Arifin, op.cit, hlm. 55
[13] Ibid, hlm. 56
[14] Drs. Muhammad, M. Ag, op.cit, hlm. 175
[15] Ibid.
[16] Ibid, hlm. 176
[17] Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, SE., MM., MBA dan Ir. H. Arviyan Arifin, op.cit, hlm. 296
[18] Ibid.
[19] Ibid, hlm. 297
[20] Dr. Akhmad Mujahidin, M. Ag, Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 5
[21] Andri Soemitra, MA, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2010), cet ke-2, hlm. 36
[22] Ibid, hlm. 38
[23] Ibid, hlm. 39
[24] DR. Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec, op.cit, hlm. 137
[25] Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, SE., MM., MBA dan Ir. H. Arviyan Arifin, op.cit, hlm. 300-301
[26] Ibid, hlm. 301-303
[27] Ibid, hlm. 303-305
[28] Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: salemba empat, 2011), edisi 2 revisi, hlm. 244-270
[29] Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan Kebijakan Moneter dan Perbankan, (Jakarta Lembaga Penerbit FEUI, 2005) edisi ke-5, hlm 419
[30] Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, SE., MM., MBA dan Ir. H. Arviyan Arifin, op.cit, hlm. 311-312
[31] Ibid, hlm. 312-313
[32] Ibid, hlm. 313-314
[33] Drs. Muhammad, M. Ag, op.cit, hlm. 8
[34] Persyaratan materi mencakup pribadi, modal, perdagangan, dan kredit
[35] Persyaratan bahasa berkaitan dengan tulisan, uang dan perhitungan
[36] Drs. Muhammad, M. Ag, op.cit, hlm. 8
[37] Ibid, hlm. 8-9
[38] Sri Nurhayati dan Wasilah, op.cit, hlm. 2
[39] Drs. Muhammad, M. Ag, op.cit. hlm. 10-11
[40] Sri Nurhayati dan Wasilah, op.cit, hlm. 2
[41] Iwan Triyuwono, Perspektif, Metodologi dan Teori Akuntansi Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 13
[42] Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 11
[43] Drs. Muhammad, M. Ag, op.cit. hlm. 190-191
[44] Ibid.
[45] Ibid, hlm 191-192
[46] Ibid.
[47] Ibid.
[48] Ibid, hlm. 11-12

Komentar