SAFE DEPOSIT BOX DAN BANK GARANSI



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan perekonomian modern dewasa ini, telah memberikan konstribusi yang sangat besar bagi umat manusia dalam menjalani kehidupannya. Pesatnya perkembangan perekonomian membuat kita mau tidak mau terseret ke medan pusaran perekonomian tersebut. Pusaran perekonomian yang begitu dahsyat, banyak membuat kita melangkah tanpa pegangan dan rambu-rambu, khususnya bagi transaksi perekonomian berbasis. Tetapi hal itu dijawab oleh semua lapisan pemikir Islam dengan berbagai sumbangsih literatur dan keilmuan yang mendukung perkembangan perekonomian berbasis syari’ah tersebut. Tidak terkecuali di dalam bidang Akuntansi dari Transaksi syari’ah tersebut.
Di dalam tulisan berikut ini, tidak semua pembahasan akuntansi syari’ah tersebut dapat dipaparkan, melainkan hanya segelintir saja di bidang perbankan syari’ah, khusunya produk jasa Safe Deposit Box (SDB) dan Bank Garansi (BG) yang semakin diminati para pebisnis dan pengguna jasa perbankan syari’ah itu sendiri.
Untuk itu, melalui tulisan ini kami akan mencoba memaparkan hasil diskusi kelompok mengenai Akuntansi Safe Deposit Box (SDB) dan Bank Garansi yang berbasis syari’ah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana praktek Safe Deposit Box  (SDB) secara umum ?
2.      Bagaimana akuntansi dari transaksi keuangan yang terjadi di dalam produk Safe Deposit Box (SDB) ?
3.      Bagaimana praktek Bank Garansi (BG) secara umum ?
4.      Bagaimana akuntansi dari transaksi keuangan yang terjadi di dalam produk Bank Garansi (BG) ?
C.    Tujuan
1.      Mengetahui praktek Safe Deposit Box (SDB) secara umum.
2.      Mengetahui akuntansi dari transaksi keuangan yang terjadi di dalam produk Safe Deposit Box (SDB).
3.      Mengetahui praktek Bank Garansi (BG) secara umum.
4.      Mengetahui akuntansi dari transaksi keuangan yang terjadi di dalam produk Bank Garansi (BG).
 BAB II
SAFE DEPOSIT BOX DAN BANK GARANSI
A.    Safe Deposit Box (SDB) Syariah
1.      Pengertian
·         Safe Deposit Box (SDB) merupakan jasa-jasa persewaan kotak untuk menyimpan dokumen atau surat-surat berharga. Jasa ini dikenal juga dengan nama safe loket. SDB berbentuk kotak dengan ukuran tertentu dan disewakan kepada nasabah yang berkepentingan untuk menyimpan dokumen-dokumen atau benda-benda berharga miliknya. Pembukaan SDB dilakukan dengan 2 buah anak kunci, di mana satu dipegang bank dan satu lagi dipegang oleh nasabah.[1]
·         Safe Deposit Box adalah sebuah jasa pelayanan bank untuk menyediakan kotak khusus yang dapat diakses secara pribadi oleh nasabah penggunanya. Nasabah diberikan kewenangan untuk memasuki ruangan khusus untuk mengakses kotak yang dimaksud. Bank tidak dibenarkan untuk mengakses atau membuka kotak tersebut, tanpa seizin nasabah. Jadi bank tidak berhak mengetahui isi kotak dimaksud, namun bank dapat mensyaratkan dilarangnya penyimpanan barang-barang terlarang dalam sebuah pernyataan tertulis dari nasabah. Atas pelayanan ini, bank memungut biaya tertentu. [2]
·         Safe Deposit Box atau Pelayanan Simpanan Aman adalah sarana penyimpanan barang-barang berharga berupa boks/kotak-kotak kecil yang didesain sedemikian rupa dan setiap boks memiliki kunci yang istimewa, tahan api, serta disimpan dalam ruangan yang kuat, sehingga sulit dicuri orang. [3]
·         Menurut Fatwa DSN-MUI Safe Deposit Box adalah salah satu jasa perbankan yang menjadi kebutuhan masyarakat dalam hal menyediakan tempat penyimpanan barang berharga.
·         Jadi Safe Deposit Box Syariah adalah sebuah  produk jasa yang ditawarkan oleh perbankan syari’ah yang telah dilegalkan oleh fatwa DSN-MUI Nomor: 24/DSN-MUI/III/2002 tentang Safe Deposit Box, dimana pihak bank menyediakan boks-boks istimewa dengan berbagai ukuran untuk menyimpan berbagai dokumen atau barang berharga lainnya (sesuai ketentuan Fatwa DSN-MUI Nomor: 24/DSN-MUI/III/2002) dari nasabah dan bank syariah mendapat keuntungan berupa fee atas jasa Safe Deposit Box yang diberikan tersebut.

2.      Aspek Legalitas dan Regulasi Operasional Perbankan
a.       Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor: 24/DSN-MUI/III/2002
b.      Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor: 9/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
c.       PBI No.3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) beserta ketentuan perubahannya.
d.      PBI No.7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah beserta ketentuan perubahannya.
e.       PBI No.9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
f.       Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.107 tentang Akuntansi Ijarah[4]
g.      PAPSI (Pedoman Akuntansi Syari’ah Indonesia) 2003

3.      Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN-MUI) Nomor: 24/DSN-MUI/III/2002 tentang Safe Deposit Box
DEWAN SYARI`AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA

FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor: 24/DSN-MUI/III/2002

Tentang

SAFE DEPOSIT BOX


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Dewan Syariah Nasional setelah,
Menimbang   :
a.       bahwa salah satu jasa perbankan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah menyediakan tempat penyimpanan barang berharga atau dikenal dengan istilah safe deposit box (SDB),
b.      bahwa untuk itu, Bank Syariah dipandang perlu menyediakan jasa penyimpanan dan/atau penitipan barang berharga tersebut,
c.       bahwa agar transaksi tentang SDB dapat dilakukan sesuai dengan prinsip Syariah, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang hal itu untuk dijadikan pedoman.
Mengingat       : 
1.  Firman Allah, QS. al-Baqarah [2]: 233:
وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوْا أَوْلاَدَكُمْ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوْفِ، وَاتَّقُوا اللهَ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ بِمَاتَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ.
"…Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."

2.    Firman Allah, QS. al-Qashash [28]: 26:
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَاأَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ اْلأَمِينُ.
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Hai ayahku! Ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”
3.   Hadis Nabi riwayat Ibn Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda:
أَعْطُوا اْلأَجِيْرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ (رواه ابن ماجة)
"Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering."

4.  Hadis Nabi riwayat Imam al-Bukhari, dari 'Aisyah r.a. ia berkata:
وَاسْتَأْجَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ رَجُلاً مِنْ بَنِي الدِّيْلِ هَادِيًا خِرِّيتًا. والْخِرِّيتُ الْمَاهِرُ بِالْهِدَايَةِ. وَهُوَ عَلَى دِيْنِ كُفَّارِ قُرَيْشٍ، فَأَمِنَاهُ فَدَفَعَا إِلَيْهِ رَاحِلَتَيْهِمَا، وَوَاعَدَاهُ غَارَ ثَوْرٍ بَعْدَ ثَلاَثِ لَيَالٍ، فَأَتَاهُمَا بِرَاحِلَتَيْهِمَا صَبِيحَةَ لَيَالٍ ثَلاَثٍ، فَارْتَحَلاَ ...
Nabi SAW bersama Abu Bakar mengupah seorang laki-laki  dari Bani Diil sebagai penunjuk jalan yang mahir, sedang laik-laki itu masih berpegang pada agama kaum kafir Quraisy. Nabi SAW dan Abu Bakar mempercayai orang itu, lalu menyerahkan kedua kendaraan mereka kepadanya dan mereka berjanji kepadannya untuk bertemu di gua Tsur sesudah tiga malam. Laki-laki itu kemudian datang kepada mereka dengan membawa kedua kendaraan tersebut di pagi hari pada malam ketiga. Lalu keduanya pergi (menuju Madinah).
5.  Hadis Nabi riwayat Ahmad, Abu Daud, dan Nasa’i dari Sa`d  Ibn Abi Waqqash, dengan teks Abu Daud, ia berkata:
كُنَّا نُكْرِي اْلأَرْضَ بِمَا عَلَى السَّوَاقِي مِنْ الزَّرْعِ وَمَا سَعِدَ بِالْمَاءِ مِنْهَا فَنَهَانَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ وَأَمَرَنَا أَنْ نُكْرِيَهَا بِذَهَبٍ أَوْ فِضَّةٍ.
“Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil tanaman yang tumbuh pada parit dan tempat yang teraliri air; maka Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakan tanah itu dengan emas atau perak (uang).”
6.   Hadis riwayat ‘Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:
مَنِ اسْتَأْجَرَ أَجِيْرًا فَلْيُعْلِمْهُ أَجْرَهُ.
“Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.”

Memperhatikan  :  1.  Surat Direksi Bank Syariah Mandiri No 3/37/DPP Tanggal 31 Agustus 2001 tentang Permohonan Fatwa untuk Layanan Safe Deposit Box BSM.
2.  Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional pada hari Kamis, tanggal 14 Muharram 1423 H./ 28 Maret 2002
MEMUTUSKAN
Menetapkan    :  FATWA TENTANG SAFE DEPOSIT BOX
Pertama           :
1.      Berdasarkan sifat dan karakternya, Safe Deposit Box  dilakukan dengan menggunakan akad Ijarah (sewa).
2.      Rukun dan syarat Ijarah dalam praktek SDB merujuk pada fatwa DSN No.9/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
3.      Barang-barang yang dapat disimpan dalam SDB adalah barang yang berharga yang tidak diharamkan dan tidak dilarang oleh negara.
4.      Besar biaya sewa ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
5.      Hak dan kewajiban pemberi sewa dan penyewa ditentukan berdasarkan kesepakatan sepanjang tidak bertentangan dengan rukun dan syarat Ijarah.
Kedua            :     Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di        : Jakarta
Tanggal     : 14 Muharram 1423 H
                                                                                      28     Maret    2002 M

DEWAN SYARIAH NASIONAL

MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua,                                                 Sekretaris,

K.H. M.A. Sahal Mahfudh     Prof.Dr.H.M. Din Syamsuddin


4.      Rukun dan Syarat Safe Deposit Box (SDB)
1)      Pernyataan ijab dan qabul.
2)      Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberi sewa (lessor, pemilik aset, LKS), dan penyewa (lessee, pihak yang mengambil manfaat dari penggunaan aset, nasabah).
3)      Obyek kontrak: pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan aset.
4)      Manfaat dari penggunaan aset dalam ijarah adalah obyek kontrak yang harus dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan aset itu sendiri.
5)      Sighat Ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang equivalent, dengan cara penawaran dari pemilik aset (LKS) dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).[5]

5.      Fitur dan Mekanisme Safe Deposit Box (SDB)
Secara umum fitur dan mekanisme yang berlaku dalam produk SDB adalah :
1)      Calon nasabah Safe Deposit Box (SDB) harus mengajukan permohonan kepada bank
2)      Calon pengontrak atau penyewa SDB harus menandatangani surat perjanjian dan specimen
3)      Penyewa biasanya harus bayar sewa dimuka
4)      Penyewa harus mengembalikan kunci boksnya apabila kontraknya habis[6]
5)      Apabila penyewa meninggal dunia, yang berhak mengambil simpanan adalah ahli warisnya yang sah

6.      Contoh Safe Deposit Box (SDB)
7.      Manfaat dan Keuntungan Safe Deposit Box (SDB)
·         Barang-barang berharga yang dimiliki masyarakat semakin banyak, jadi diperlukan sarana penyimpanan yang lebih aman
·         Penyimpanan barang-barang berharga itu akan lebih aman apabila disimpan dalam Safe Deposit Box (SDB)
·         Barang-barang disimpan dalam boks tersendiri, kunci boksnya dipegang penyimpan masing-masing, sedangakan master key (kunci utama)-nya dipegang oleh karyawan bank sehingga penyimpan lebih aman
·         Penyimpan barang dapat sewaktu-waktu mengambil atau menyimpan barangnya selama masa berlakunya sewa kontrak Safe Deposit Box asalkan sesuai dengan peraturan
·         Safe Deposit Box merupakan sumber pendapatan bagi bank tersebut[7]



8.      Perlakuan Akuntansi Safe Deposit Box (SDB)
Perlakuan akuntansi untuk Safe Deposit Box (SDB) Syari’ah ini pada hakikatnya melekat pada perlakuan akuntansi yang berlaku pada akad ijarah. Safe Deposit Box syari’ah merupakan salah satu contoh penerapan akad ijarah dalam produk perbankan syari’ah.
Akuntansi untuk Safe Deposit Box (SDB) meliputi penerimaan uang sewa tahunan, penerimaan uang jaminan kunci Safe Deposit Box (SDB), pembatalan atau berakhirnya sewa Safe Deposit Box (SDB). Untuk penerimaan uang sewa dapat dibukukan kedalam rekening Sewa SDB Yang Diterima Dimuka yang akan dibukukan sebagai pos hutang. Secara berangsur-angsur akan dialokasikan menjadi pendapatan bank kedalam Laporan Laba-Rugi.
Disamping penerimaan sewa, bank juga menerima uang jaminan kunci SDB atas penyerahan kunci kepada nasabah. Hal ini dilakukan karena mengingat peralatan SDB hanya dapat dibuka bila kunci lengkap, yang biasanya disimpan oleh kedua belah pihak yaitu nasabah dan bank. Bila kunci dihilangkan nasabah, SDB harus dibuka dengan paksa dan akan mengakibatkan kerugian bagi bank karena harus mengganti dengan peralatan yang baru.
Jadi, transaksi keuangan di dalam produk Safe Deposit Box (SDB) yang harus kita perhatikan dalam pencatatan atau penjurnalannya adalah :
1)      Pembayaran uang jaminan dan uang sewa Safe Deposit Box
2)      Perpanjangan masa sewa SDB
3)      Anak kunci yang dipegang oleh nasabah (penyewa) hilang
4)      Penutupan SDB (perjanjian diakhiri)[8]





9.      Contoh Soal
a.      Pada Saat Penerimaan Sewa[9]
Nona Fatin Shidqia datang hendak menyewa SDB yang dimiliki oleh Afelta Bank Syari’ah – Jakarta dengan sewa ruang ditetapkan Rp. 60.000  setahun. Uang jaminan sebesar Rp. 75.000 yang dapat dikembalikan bila nasabah mengembalikan kunci SDB dengan utuh. Seluruh pembayaran dilakukan atas beban rekening Giro Nona Fatin Shidqia. Pada saat pembayaran sewa, Afelta Bank Syari’ah – Jakarta akan membukukan sebagai berikut :

Debet
Kredit
Giro – Rekening Nona Fatin Shidqia[10]
Rp. 135.000


Sewa SDB Yang Diterima Dimuka

Rp. 60.000

Setoran jaminan – kunci SDB

Rp. 75.000

Sewa SDB Yang Diterima Dimuka diatas secara berangsur-angsur yakni setiap bulan, akan dialokasikan dalam rekening pendapatan (diamortisasi). Besarnya adalah Rp. 60.000 : 12 = Rp. 5.000. Pada bulan pertama setelah tanggal sewa akan dibukukan dengan ayat jurnal sebagai berikut :

Debet
Kredit
Sewa SDB yang diterima dimuka
Rp. 5.000


Pendapatan sewa SDB

Rp. 5.000





b.      Saat Perjanjian Diakhiri
            Pada akhir periode sewa SDB Nona Fatin Shidqia memiliki pilihan untuk memperpanjang atau mengakhiri sewa SDB. Dalam hal memperpanjang sewa SDB, setoran jaminan kunci tidak perlu ditagih lagi karena sewa akan diperpanjang kecuali ada kenaikan tarif setoran jaminan kunci. Yang akan diterima adalah sewa untuk periode selanjutnya dengan ayat jurnal seperti yang telah ditampilkan diatas.
            Apabila setelah jangka waktu sewa berakhir, dan Nona Fatin Shidqia tidak mau memperpanjang sewa SDB lagi, uang jaminan kunci akan dikembalikan kepada Nona Fatin Shidqia. Oleh  Afelta Bank  Syariah – Jakarta akan dibukukan:

Debet
Kredit
Setoran jaminan- Kunci SDB
Rp. 75.000


Giro- rekening Nona Fatin Shidqia 

Rp. 75.000





c.       Kunci Yang Dihilangkan Oleh Nasabah

Uang setoran jaminan kunci dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan kunci yang dibawa oleh nasabah hilang. Dalam kejadian kehilangan kunci SDB ini, nasabah harus menggantinya. Dalam hal ini bank akan mengambil jaminan kunci SDB yang telah disetorkan oleh nasabah yang bersangkutan.
Contoh : Seorang penyewa SDB bernama Nona Fatin Shidqia telah membayar jaminan kunci SDB sebesar Rp. 80.000 datang kepada Afelta Bank Syariah - Jakarta dan menyatakan telah menghilangkan kunci SDB setelah menggunakan  jasa SDB selama 6 bulan dengan sewa Rp. 70.000 untuk satu tahun. Nona Fatin Shidqia yang cantik memutuskan untuk tetap memperpanjang SDB selama satu tahun lagi dan meminta volume box yang lebih besar dengan beban sewa sebesar Rp. 100.000 per- tahun dan uang  jaminan Rp. 120.000. Afelta Bank Syariah – Jakarta meminta Nona Fatin Shidqia untuk  menyetorkan kembali uang jaminan SDB secara tunai. Berikut perhitungan dan penjurnalan yang dilakukan oleh Afelta Bank Syariah :
·       Sisa sewa SDB lama
Rp. 70.000 : 2
=
Rp. 35.000
·       Sewa baru setahun yang akan datang

=
Rp. 100.000
·       Kekurangan sewa yang akan datang
Rp. 100.000 - Rp. 35.000
=
Rp. 65.000
·       Setoran jaminan SDB yang baru

=
Rp. 120.000
·       Jadi, yang akan disetorkan tunai adalah 
Rp. 65.000 + Rp. 120.000
=
Rp. 185.000


Debet
Kredit
Kas 
Rp. 185.000

Setoran jaminan- kunci SDB (lama)
Rp. 80.000


Setoran jaminan- kunci SDB (baru)

Rp. 120.000

Inventaris kantor - SDB[11]

Rp. 80.000

Sewa SDB yang diterima dimuka

Rp. 65.000

d.      Transaksi SDB Lengkap dan Kunci Tidak Hilang
Berikut contoh transaksi :
Pada tanggal 01 April 2013 Afelta Bank Syari’ah menerima permohonan seseorang nasabah bernama Mikha Angelo untuk menyimpan barang dan surat berharga miliknya. Untuk itu Mikha Angelo menyerahkan setoran jaminan yang telah disepakati dalam akad dengan Afelta Bank Syari’ah sebesar Rp. 1.500.000 secara tunai dan membayar Sewa Dibayar Dimuka sebesar Rp. 2.400.000 untuk masa sewa 6 bulan kedepan atas beban rekening giro an. Mikha Angelo. Masa sewa akan jatuh tempo pada 30 September 2013. Maka penjurnalan yang dibutuhkan oleh Afelta Bank Syari’ah atas transaksi SDB tersebut adalah :
Tanggal
Rekening
Debet (Rp)
Kredit (Rp)
01/04/2013
Dr. kas
1.500.000


Dr. giro Mikha Angelo
2.400.000


Cr. Setoran Jaminan Kunci SDB

1.500.000

Cr. Pendapatan sewa SDB diterima dimuka

2.400.000




30/04/2013
Dr. pendapatan sewa diterima dimuka
400.000


Dr. pendapatan sewa SDB

400.000




31/05/2013
Dr. pendapatan sewa diterima dimuka
400.000


Dr. pendapatan sewa SDB

400.000




30/06/2013
Dr. pendapatan sewa diterima dimuka
400.000


Dr. pendapatan sewa SDB

400.000




31/07/2013
Dr. pendapatan sewa diterima dimuka
400.000


Dr. pendapatan sewa SDB

400.000




31/08/2013
Dr. pendapatan sewa diterima dimuka
400.000


Dr. pendapatan sewa SDB

400.000




30/09/2013
Dr. pendapatan sewa diterima dimuka
400.000


Dr. pendapatan sewa SDB

400.000




30/09/2013
Dr. setoran jaminan SDB
1.500.000


Cr. Giro Mikha Angelo

1.500.000







B.     Bank Garansi (BG) Syariah
1.      Pengertian
·         Guarantee (garansi) artinya jaminan, jadi bank garansi (guarantee bank) berarti jaminan bank dalam penyelesaian suatu proyek[12] jika kontraktornya cedera janji. [13]
·         Bank garansi adalah sertifikat jaminan yang diberikan suatu bank kepada pemilik proyek atas nama kontraktor, nilai bank garansi harus sama dengan nilai proyek yang dijamin.[14]
·         Bank Garansi adalah merupakan jaminan pembayaran yang diberikan oleh bank kepada suatu pihak, baik perorangan, perusahaan atau badan/lembaga lainnya dalam bentuk surat jaminan. Pemberian jaminan dengan maksud bank menjamin akan memenuhi (membayar) kewajibana-kewajiban dari pihak yang dijaminkan kepada pihak yang menerima jaminan, apabila yang dijaminkan di kemudian hari ternyata tidak memenuhi kewajiban kepada pihak lain sesuai dengan yang diperjanjikan atau cedera janji.[15]
·         Bank garansi adalah pernyataan tertulis yang dikeluarkan oleh bank atas permintaan nasabahnya (terjamin) untuk menanggung risiko tertentu (penggantian kerugian) yang timbul bila pihak terjamin tidak dapat menjalankan kewajibannya dengan baik (wanprestasi) kepada pihak yang menerima jaminan (beneficiary).[16]
·         Bank garansi merupakan salah satu fasilitas kredit, tetapi bank garansi masuk ke dalam kategori kredit tidak langsung[17]. Dengan esensi yang sebenarnya bahwa Bank Garansi diterbitkan untuk kepentingan pihak ketiga atau “third party” di mana berupa surat jaminan atau komitmen apabila nasabah (debitur) di kemudian hari terjadi wanprestasi[18] atau cedera janji kepada pihak ketiga. [19]
·         Bank garansi merupakan kesanggupan tertulis yang diberikan oleh bank kepada pihak penerima jaminan bahwa bank akan membayar sejumlah uang kepadanya pada waktu tertentu jika pihak terjamin tidak dapat memenuhi kewajibannya (wanprestasi).[20]
·         Jadi Bank Garansi Syari’ah merupakan sebuah jasa yang ditawarkan oleh perbankan syari’ah yang berdasarkan kepada Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Kafalah yaitu berupa pernyataan kesanggupan tertulis (berbentuk sertifikat) yang diberikan bank syari’ah kepada pihak penerima jaminan (beneficiary) bahwa bank syari’ah tersebut akan membayar sejumlah uang kepadanya (beneficiary) pada waktu tertentu jika pihak terjamin (nasabah) tidak dapat memenuhi kewajibannya (wanprestasi).

2.      Aspek Legalitas dan Regulasi Operasional Perbankan
a.       Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/88/Kep/Dir Tahun 1991.[21]
b.      Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Kafalah.
c.       PBI No.3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) beserta ketentuan perubahannya.
d.      PBI No.7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah beserta ketentuan perubahannya.
e.       PBI No.9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan
f.       PSAK No.59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah.
g.      PAPSI (Pedoman Akuntansi Syari’ah Indonesia) 2003

3.      Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN-MUI) NO: 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Kafalah
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
______________________________________________________________
FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
NO: 11/DSN-MUI/IV/2000
Tentang

K A F A L A H

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Dewan Syari’ah Nasional setelah
Menimbang     :     a.   bahwa dalam rangka menjalankan usahanya, seseorang sering memerlukan penjaminan dari pihak lain melalui akad kafalah, yaitu jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul ‘anhu, ashil);
                               b.  bahwa untuk memenuhi kebutuhan usaha  tersebut, LKS berkewajiban untuk menyediakan satu skema penjaminan (kafalah) yang berdasarkan prinsip-prinsip syar’iah;
                               c.   bahwa agar kegiatan kafalah tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang kafalah untuk dijadikan pedoman oleh LKS.
Mengingat       :     1.   Firman Allah dalam QS. Yusuf [12]: 72::
قَالُوْا نَفْقِدُ صُوَاعَ الْمَلِكِ وَلِمَنْ جَاءَ بِهِ حِمْلُ بَعِيْرٍ وَأَنَا بِهِ زَعِيْمٌ.
“Penyeru-penyeru itu berseru: ‘Kami kehilangan piala Raja; dan barang siapa yang dapat mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.”
2.   Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 2:
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى، وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ.
“Dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan pelanggaran.”

3.   Hadis Nabi riwayat Bukhari:
عن سلمة بن الأكوع أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِجَنَازَةٍ لِيُصَلِّيَ عَلَيْهَا، فَقَالَ: هَلْ عَلَيْهِ مِنْ دَيْنٍ؟ قَالُوْا: لاَ، فَصَلَّى عَلَيْهِ، ثُمَّ أُتِيَ بِجَنَازَةٍ أُخْرَى، فَقَالَ: هَلْ عَلَيْهِ مِنْ دَيْنٍ؟ قَالُوْا: نَعَمْ، قَالَ: صَلُّوْا عَلَى صَاحِبِكُمْ، قَالَ أَبُوْ قَتَادَةَ: عَلَيَّ دَيْنُهُ يَارَسُوْلَ اللهِ، فَصَلَّى عَلَيْهِ.
Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW jenazah seorang laki-laki untuk disalatkan. Rasulullah saw bertanya, ‘Apakah ia mem-punyai hutang?’ Sahabat menjawab, ‘Tidak’. Maka, beliau men-salatkannya. Kemudian dihadapkan lagi jenazah lain, Rasulullah pun bertanya, ‘Apakah ia mempunyai hutang?’ Sahabat menjawab, ‘Ya’. Rasulullah berkata, ‘Salatkanlah temanmu itu’ (beliau sendiri tidak mau mensalatkannya). Lalu Abu Qatadah berkata, ‘Saya menjamin hutangnya, ya Rasulullah’.  Maka Rasulullah pun menshalatkan jenazah tersebut.” (HR. Bukhari dari Salamah bin Akwa’).
4.    Sabda Rasulullah SAW :
وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَاكَانَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِ.
Allah menolong hamba selama hamba menolong saudaranya.”
5.    Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf:
اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.
Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
6.    Kaidah fiqh:
اَلأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.
Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
اَلضَّرَرُ يُزَالُ
       Bahaya (beban berat) harus dihilangkan.”
Memperhatikan      :    Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Kamis, tanggal 8 Muharram 1421 H./13 April 2000.
MEMUTUSKAN
Menetapkan           :    FATWA TENTANG KAFALAH
Pertama                 :    Ketentuan Umum Kafalah
1.    Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
2.    Dalam akad kafalah, penjamin dapat menerima imbalan (fee) sepanjang tidak memberatkan.
3.    Kafalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.

Kedua                    :    Rukun dan Syarat Kafalah

1.    Pihak Penjamin (Kafiil)
a.    Baligh (dewasa) dan berakal sehat.
b.    Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.
2.    Pihak Orang yang berhutang (Ashiil, Makfuul ‘anhu)
a.    Sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada penjamin.
b.    Dikenal oleh penjamin.
3.    Pihak Orang yang Berpiutang (Makfuul Lahu)
a.    Diketahui identitasnya.
b.    Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa.
c.    Berakal sehat.
4.    Obyek Penjaminan (Makful Bihi)
a.    Merupakan tanggungan pihak/orang yang berhutang, baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan.
b.    Bisa dilaksanakan oleh penjamin.
c.    Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.
d.    Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya.
e.    Tidak bertentangan dengan syari’ah (diharamkan).

Ketiga                    :    Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

                                                            Ditetapkan di              : Jakarta

                                                            Tanggal                       :08 Muharram 1421H. 
13 April      2000 M
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua,                                                                            Sekretaris,

Prof. KH. Ali Yafie                                         Drs. H.A. Nazri Adlani
4.      Jenis-jenis Bank Garansi (BG)
Berdasarkan tujuan penerbitan, pada umumnya Garansi Bank dibedakan menjadi :
a.       Garansi Penawaran (Bid/Tender Bond)[22]
Bank Garansi jenis ini diperlukan untuk mengikuti tender (penawaran) suatu proyek/transaksi. Dalam bank garansi ini, bank menjamin akan membayar sejumlah uang kepada pihak penerima jaminan apabila pihak yang dijamin tidak memenuhi kewajiban untuk melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam persyaratan tender dan/atau menarik diri setelah ditunjuk sebagai pemenang tender.[23]
b.      Garansi Pelaksanaan (Performance Bond)[24]
Bank Garansi jenis ini diperlukan dalam rangka pelaksanaan pekerjaan suatu proyek/transaksi oleh pihak yang dijamin. Dalam bank garansi ini, bank menjamin akan membayar sejumlah uang kepada Pihak Penerima Jaminan/Beneficiary, apabila ternyata pihak yang dijamin tidak memenuhi kewajibannya dalam melaksanakan pekerjaan sebagaimana yang tercantum dalam surat perjanjian (kontrak), surat perintah kerja (SPK).[25]
c.       Garansi Uang Muka (Advance Payment Bond)[26]
Bank Garansi jenis ini diperlukan untuk mendapatkan uang muka dari pemilik proyek untuk melaksanakan proyek/transaksi yang akan dikerjakan sesuai dengan SPK. Sifat jaminan uang muka menurun sesuai dengan tahap kemajuan pekerjaan. Dalam bank garansi ini, bank menjamin akan membayar kembali uang muka kepada Pihak Penerima Jaminan/Beneficiary apabila Pihak Yang Dijamin tidak memenuhi kewajibannya untuk melaksanakan pekerjaan/transaksi sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam SPK/Kontrak. [27]
d.      Garansi Pemeliharaan (Retention / Maintenance Bond)
Bank Garansi jenis ini diperlukan untuk mendapatkan sisa uang atas proyek yang telah selesai dikerjakan 100 % berdasarkan kontrak. Sisa uang yang dimaksud baru dibayarkan oleh Pihak Penerima Jaminan setelah selesainya masa pemeliharaan pekerjaan (dinyatakan dengan Certificate Of Satisfaction). Dalam bank garansi ini, bank berjanji akan membayarkan sejumlah uang (biasanya 5 % dari seluruh nilai proyek) apabila Pihak Yang Dijamin tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk melaksanakan pemeliharaan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam SPK/Kontrak. [28]
e.       Garansi Kepabeanan
a)      Shipping Quarantee
b)      Missing bill of lading
c)      Jaminan untuk Badan Pelayanan Kemudahan Ekspor dan Pengolahan data Keuangan/BAPEKSTA (Custom Bond).[29]
f.       Garansi Pembayaran Tunai (Standby Letter of Credit)
Bank Garansi jenis ini berbentuk Irrevocable Standby Letter of Credit. Standby L/C ini diterbitkan oleh bank atas permintaan nasabah mendapatkan pembiayaan dari bank lain. Standby L/C dapat direalisasikan oleh bank/Pihak Penerima Jaminan apabila nasabah (pihak yang dijamin) wanprestasi tidak memenuhi kewajiban pada saat pembiayaan jatuh tempo. [30]


5.      Contoh Bank Garansi
6.      Fitur dan Mekanisme Bank Garansi (BG)
Secara umum, fitur dan mekanisme Bank Garansi (BG) adalah :
1)      Kontraktor (terjamin) memberikan agunan Bank Garansi kepada bank penjaminan
2)      Kontraktor (terjamin) membayar biaya-biaya yang harus dikeluarkan seperti : biaya administrasi, provisi, pajak, dan materai
3)      Kontraktor (terjamin) memberikan sertifikat Bank Garansi kepada kontraktor (terjamin)
4)      Kontraktor (terjamin) memberikan sertifikat Bank Garansi kepada pemilik proyek (bouwheer)
5)      Pemilik proyek memberikan proyek kepada leveransir (kontraktor) untuk dikerjakan
6)      Pemilik proyek (penerima jaminan) mencairkan sertifikat Bank Garansi kepada bank, jika kontraktor cedera janji atau proyek tidak dikerjakan dengan baik sesuai dengan perjanjian
7)      Bank penjamin membayar sertifikat Bank Garansi kepada pemilik proyek
8)      Pemilik proyek mengembalikan sertifikat Bank Garansi kepada kontraktor jika proyek telah selesai dikerjakan sesuai dengan perjanjian
9)      Kontraktor mengembalikan sertifikat bank garansi kepada bank penjamin karena proyek telah selesai dikerjakan sesuai dengan perjanjian
10)  Bank penjamin mengembalikan agunan bank garansi kepada kontraktor. Dengan pengembalian agunan bank garansi kepada kontraktor maka selesailah transaksi itu secara baik dan benar.[31]

7.      Manfaat dan Keuntungan Bank Garansi (BG)
1)      Bagi Pemilik Proyek
·         Penyusunan anggaran lebih mudah dan pasti karena penyediaan barang telah dikontrak levensir
·         Pelaksanaan proyek lebih terjamin karena penjaminnya ada dua pihak
·         Persediaan teknis barang-barang relative sedikit, kerusakan kecil, dan pergudangan juga kecil, persediaan barang-barang cukup dengan persediaan ekonomis saja
·         Pengaruh inflasi dapat dikurangi karena pembelian telah dijamin oleh kontraktor (leveransir) dan bak garansi
2)      Bagi Bank (Penjamin)
·         Sumber pendapatan bagi bank
·         Sumber dana bagi bank, jika agunan bank garansi uang tunai atau cash collateral
·         Memperluas kegiatan operasional bank
·         Menyalurkan pembiayaan tanpa dananya sendiri

3)      Bagi pemborong (Terjamin)
·         Dapat mengikuti tender proyek
·         Adanya kepastian pekerjaan atau penjualan barang-barang

8.      Perlakuan Akuntansi Bank Garansi (BG)
Transaksi Bank Garansi[32] merupakan transaksi bersyarat atau kontijensi, yaitu terjadi atau tidak terjadinya wanprestasi dikemudian hari. Bank akan memenuhi kewajiban kepada pemegang bank garansi kalau nasabah ingkar janji atau wanprestasi.
Diantara yang perlu kita perhatikan disini adalah :
a.       Pengakuan dan pengukuran
1)      Garansi yang diterima diakui sebagai tagihan kontijensi sebesar nilai garansi yang diterima
2)      Garansi yang diterbitkan diakui sebagai kewajiban kontijensi sebesar nilai garansi yang diterbitkan
3)      Pendapatan penyaluran dana dalam penyelesaian diakui sebagai tagihan kontijensi sebesar pendapatan yang dibatalkan dan belum diterima
b.      Pengungkapan
1)      Substitusi pembiayaan langsung, seperti Garansi Bank, stand by L/C dan risk sharing dalam rangka pemberian pembiayaan
2)      Transaksi tertentu (kontruksi dan perdagangan) seperti garansi penawaran (bid bond), garansi pelaksanaan (performance bond), garansi uang muka (advance payment bond), garansi kepabeanan (misalnya, shipping guarantee dan missing B/L guarantee), dan standby L/C untuk transaksi tertentu tersebut
3)      Garansi yang diterima dan diterbitkan dalam rangka pemberian atau penerimaan pembiayaan dalam dan luar negeri, kontra garansi dari bank lain, Corporate Guarantee yang diterima bank dan L/C yang dapat dibatalkan (revocable) yang masih berjalan
4)      Garansi bank atau jaminan yang diterbitkan secara sindikasi sebesar porsi yang dijamin bank yang bersangkutan
5)      Perdagangan yang sifatnya berakhir sendiri (self liquidating) dan berjangka pendek yang timbul dari pergerakan barang-barang seperti pembiayaan documenter yang timbul ketika barang yang dikirimkan digunakan sebagai jaminan
6)      Pendapatan penyaluran dana dalam penyelesaian yang merupakan perhitungan pendapatan dari aktiva produktif non performing yang belum dapat diakui sebagai pendapatan penyaluran dana periode berjalan
Selanjutnya, di dalam transaksi Produk Bank Garansi yang harus kita perhatikan untuk keperluan pencatatan/penjurnalan adalah :
1)      Setoran jaminan
a.       Sebesar 100 % dari nilai jaminan / Bank Garansi (BG)
b.      Kurang dari 100 % dari Nilai Bank Garansi
2)      Penerbitan Bank Garansi
3)      Biaya Penerbitan Bank Garansi
a.       Setoran jaminan sebesar 100 % (kemungkinan biaya lebih murah, seperti hanya dibebani biaya administrasi, pajak, materai, dll)
b.      Setoran kurang dari 100 % (kemungkinan lebih mahal, seperti dibebani biaya administrasi, materai, pajak, dan provisi)
4)      Penarikan setoran jaminan (baik yang sebesar 100% dari nilai BG maupun yang kurang)
5)      Menganulir Rekening Administratif
6)      Bank Garansi Cair
a.       Pencairan Bank Garansi
b.      Offsetting dengan setoran jaminan sebagai realisasi dari manajemen risiko (minimalisasi risiko)
·      Setoran jaminan sebesar 100 % (risiko nihil)
·      Setoran jaminan kurang dari 100 %
c.         Pelunasan hutang nasabah atas pencairan Bank Garansi
·         Rekanan menyetor hutangnya
·         Pemborong tidak dapat melunasi hutangnya, sehingga bank terpaksa melikuidir/menjual agunan, dengan kemungkinan harga jual :
           ü  Mencukupi (minimal sama) sisa ke aset wajibannya
§  Penerimaan hasil penjualan aset (agunan) secara tunai
§  Pelunasan sisa hutang nasabah
§  Pelimpahan sisa hasil penjualan aset ke rekening nasabah
           ü  Tidak dapat menutup sisa hutangnya
§  Penerimaan hasil penjualan agunan
§  Pembayaran sebagian hutang nasabah
§  Asumsi nasabah tidak mampu melunasi sisa hutangnya
9.      Contoh soal
Dinas Pekerjaan umum Provinsi Sumatera Barat akan mengadakan pelelangan pekerjaan / proyek pembangunan jalan bernilai Rp. 600,- juta. untuk itu, kepada setiap rekanan/pemborong/kontraktor yang akan mengikuti lelang pekerjaan, dipersyaratkan untuk menyerahkan Bank Garansi sebesar 5 % dari nilai pekerjaan (5% dari 600 juta, yaitu Rp. 30 juta). Setelah mendapatkan undangan untuk mengikuti pelelangan dan atas syarat tersebut di atas, maka PT Gonjong Limo - Payakumbuh mendatangi  Afelta bank syari’ah untuk menerbitkan Bank Garansi sesuai nilai yang dipersyaratkan. Afelta Bank Syari’ah – Payakumbuh akhirnya menerbitan bank garansi atas permintaan  PT Gonjong Limo – Payakumbuh yang ditujukan kepada Dinas PU Prov. Sumbar tersebut.
Berikut kemungkinan penjurnalan yang bisa kita lakukan :
1)      Setoran jaminan
a.       Sebesar 100 % dari nilai jaminan / Bank Garansi (BG)
Rekening
Debet
Kredit
Kas/Giro/Tabg-Rp/Kliring
Rp. 30,- juta


Setoran Jamina -BG

Rp. 30,- juta





b.      Kurang dari 100 % dari Nilai Bank Garansi
Tidak semua nasabah mampu ataupun mau menyediakan setoran jaminan sebesar 100 % dari nilai Bank Garansi. Untuk contoh di atas merupakan hal yang disengaja tidak menyebutkan jenis setoran jaminan yang disetorkan supaya bisa membuat contoh 2 beberapa kemungkinan sekali jalan. Berkaitan dengan contoh di atas, kita asumsikan nasabah hanya mampu/mau menyetorkan jaminan sebesar 10 % dari nilai bank garansi (10 % x Rp. 30,- juta = Rp. 3 juta). Dan biasanya setoran jaminan kurang dari 100 %, pihak bank akan meminta agunan tambahan yang nilainya sebanding (dengan nilai penjaminan), bisa berupa jaminan fisik (tanah, tanah & bangunan, kendaraan, dan lainnya) atau finansiil (tabungan, deposito).
Rekening
Debet
Kredit
Kas/Giro/Tabg-Rp/Kliring
Rp. 3,- juta


Setoran Jamina -BG

Rp. 3,- juta





2)      Penerbitan Bank Garansi
Rekening
Debet
Kredit
Tagihan – Penyediaan BG
Rp. 30,- juta


Kewajiban – Penyediaan BG

Rp. 30,- juta





3)      Biaya Penerbitan Bank Garansi
Biaya Penerbitan Bank Garansi biasanya tergantung kepada Potencial Risk yang di peroleh bank. Semakin besar potensi risiko yang ditanggung bank, biasanya biaya akan semakin tinggi. Biasanya selain setoran jaminan tunai yang paling disukai pihak bank adalah Cash Collateral.
a.       Setoran jaminan sebesar 100 % (kemungkinan biaya lebih murah, seperti hanya dibebani Biaya Administrasi, Pajak, Materai, dll)
Kita asumsikan saja biaya-biaya yang harus dikeluarkan adalah Biaya Administrasi Rp. 100.000,- ditambah Biaya Materai Rp. 60.000,- (10 materai)
Rekening
Debet
Kredit
Kas/Giro/Tabg-Rp
Rp. 160.000,-


Pendapatan  - BG

Rp. 100.000,-

Pajak- materai

Rp. 60.000,-

b.      Setoran kurang dari 100 % (kemungkinan lebih mahal, seperti dibebani Biaya Administrasi, Materai, Pajak, Dan Provisi)
Kita asumsikan saja biaya-biaya yang harus dikeluarkan adalah Biaya Adiministrasi Rp. 100.000,- ditambah 10 materai @ Rp. 6.000 (Rp. 60.000,-) ditambah lagi biaya provisi senilai Rp. 200.000,-.
Rekening
Debet
Kredit
Kas/Giro/Tabg-Rp
Rp. 360.000,-


Provisi - BG

Rp. 200.000,-

Pendapatan  - BG

Rp. 100.000,-

Pajak - materai

Rp. 60.000,-

4)      Penarikan setoran jaminan (baik yang sebesar 100% dari nilai BG maupun yang kurang)
1.      Asli bilyet/surat/warkat garansi bank dikembalikan oleh nasabah ke bank, walau jangka  waktu penjaminan belum selesai
Contoh :
Dalam kasus pelelangan pekerjaan di atas, bagi peserta lelang yang dinyatakan kalah, maka setoran jaminannya dapat diambil kembali secara utuh jika telah mengembalikan asli surat garansi bank kepada (Cabang) bank penerbitnya.
2.      Masa penjaminan telah selesai
Untuk lebih jelasnya yang dimaksudkan di sini ialah masa laku bank garansi sudah habis ditambah tenggang/batas waktu pengajuan klaim/tuntutan seusainya masa laku bank garansi (misal 14 hari kalender).
Contoh :
Masa laku Bank Garansi 3 (tiga) bulan sejak penerbitannya pada tanggal 01 April 2013. Ini berarti pencairan setoran jaminan (tanpa penyerahan asli surat Bank Garansi) dapat dilakukan pada tanggal 15 Juli 2013).
3.      Jurnal
a)      Setoran 100 % (Rp. 30,- juta)
Rekening
Debet
Kredit
Setoran jaminan
Rp. 30 juta


Kas/Giro/Tabg/Kliring

Rp. 30 juta





b)      Setoran kurang dari 100 % - misal 10 % (Rp. 3 juta)
Rekening
Debet
Kredit
Setoran jaminan
Rp. 3 juta


Kas/Giro/Tabg/Kliring

Rp. 3 juta





5)      Menganulir Rekening Administratif
Dengan diserahkannya asli surat Bank Garansi ataupun sesuai dengan tenggang waktu pengajuan klaim/tuntutan, maka secara yuridis formal, tanggung jawab bank atas penerbitan Bank Garansi sudah berakhir. Menindak lanjuti hal ini, secara administrasi tanggung jawab tersebut juga harus dihapus.
Jurnal :
Rekening
Debet
Kredit
Kewajiban  - BG
Rp. 30 juta


Tagihan - BG

Rp. 30 juta





6)      Bank Garansi Cair
Misalkan kejadiannya sebagai berikut :
Setelah pemborong ditunjuk sebagai pemenang lelang pekerjaan, ternyata dia melakukan wanprestasi dengan mengundurkan diri sebagai pemenang. Sehubungan dengan hal ini, Pemimpin Proyek/bouwheer (dalam contoh di atas adalah Dinas PU Provinsi Sumatera Barat) mengajukan klaim / tuntutan kepada bank agar mencairkan Bank Garansi senilai Rp. 30 Juta. Jika keadaannya demikian, maka sikap bank tidak ada pilihan kecuali memenuhi tuntutan tersebut.
a.       Pencairan Bank Garansi
Berupa pembayaran kepada Pemimpin Proyek, dengan jurnal :
Rekening
Debet
Kredit
Rekng. Transitoris - Rp
Rp. 30 juta


Kas/Giro - Rp/ Kliring

Rp. 30 juta





b.      Offsetting dengan setoran jaminan sebagai realisasi dari manajemen risiko (minimalisasi risiko)
·      Setoran jaminan sebesar 100 % (risiko nihil)
Rekening
Debet
Kredit
Setoran jaminan
Rp. 30 juta


Rekng. Transitoris - Rp

Rp. 30 juta





·      Setoran jaminan kurang dari 100 %
Dalam kasus / contoh di atas, setoran jaminan hanya sebesar 10 %, sehingga setelah offsetting/ mengkompensir dengan setoran jaminan, resiko potensial masih sebesar 90 % (nilai BG 100 % - setoran jaminan 10 %). Atas sisa resiko tersebut masih dijamin dengan adanya agunan.
Rekening
Debet
Kredit
Setoran jaminan
Rp. 3 juta


Rekng. Transitoris -Rp

Rp. 3 juta





d.      Pelunasan hutang nasabah atas pencairan Bank Garansi
·         Rekanan menyetor hutangnya
(Rp. 30 juta – Rp. 3 juta =  Rp. 27 juta) dengan jurnal :
Rekening
Debet
Kredit
Kas/Giro/Tabg-Rp/Kliring
Rp. 27 juta


Rekng. Transitoris -Rp

Rp. 27 juta





·         Pemborong tidak dapat melunasi hutangnya, sehingga bank terpaksa melikuidir/menjual agunan, dengan kemungkinan harga jual :
       ü  Mencukupi (minimal sama) sisa ke aset wajibannya
Kita asumsikan aguna PT Gonjong Limo yang dijual adalah berupa bangunan yang laku di jual Rp. 200 juta.
§  Penerimaan hasil penjualan aset (agunan) secara tunai
Rekening
Debet
Kredit
Kas - Rp
Rp. 200 juta


Rekng. Transitoris -Rp

Rp. 200 juta





§  Pelunasan sisa hutang nasabah (diambil dari hasil penjualan aset sebesar jumlah hutang yang harus dilunasi)
Rekening
Debet
Kredit
Rekng. Transitoris - Rp
Rp. 27 juta


Rekng. Transitoris -Rp

Rp. 27 juta





§  Pelimpahan sisa hasil penjualan aset ke rekening nasabah sebesar sisa pelunasan hutang yaitu (Rp. 200 juta – Rp. 27 juta = Rp. 173 juta)
Rekening
Debet
Kredit
Rekng. Transitoris - Rp
Rp. 173juta


Giro / Tabg -Rp

Rp. 173 juta





       ü  Tidak dapat menutup sisa hutangnya
Kita asumsikan agunan  tambahan PT Gonjong Limo – Payakumbuh berupa BPKB 2 buah sepeda motor bebek yang hanya laku dijual sebesar Rp. 23 juta.
§  Penerimaan hasil penjualan agunan kendaraan sebesar Rp. 23 juta
Rekening
Debet
Kredit
Kas - Rp
Rp. 23 juta


Rekng. Transitoris -Rp

Rp. 23 juta





§  Pembayaran sebagian hutang nasabah
Rekening
Debet
Kredit
Rekng. Transitoris - Rp
Rp. 23 juta


Rekng. Transitoris -Rp

Rp. 23 juta





§  Asumsi nasabah tidak mampu melunasi sisa hutangnya tersebut adalah (setoran jaminan Rp. 3 juta, hasil penjualan agunan Rp. 23 juta, sedangkan besar bank garansi adalah Rp. 30 juta. Maka setoran jaminan + hasil penjualan agunan tetap tidak bisa men- cover nilai Bank Garansi yang mengalami kekurangan sebesar Rp. 4 juta). Maka jurnalnya adalah :
Rekening
Debet
Kredit
Kerugian - Pencairan BG
Rp. 4 juta


Rekng. Transitoris - Rp

Rp. 4 juta










DAFTAR PUSTAKA
Kasmir S.E.M.M, Manajemen Perbankan, Jakarta : PT RajaGrafindo persada, 2004, cet kelima.
Zulkifli  Sunarto, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syari’ah, Jakarta : Zikrul Hakim, 2004, Cet kedua.
Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta : Bumi Aksara, 2005, Cet keempat.
Fatwa DSN-MUI NO : 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN-MUI) Nomor: 24/DSN-MUI/III/2002 tentang Safe Deposit Box
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN-MUI) NO: 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Kafalah
Muhammad, Dwi Suwikno, Akuntansi Perbankan Syari’ah, Yogyakarta : TrustMedia, 2009.
Supriyono  Maryanto, Buku Pintar Perbankan, Yogyakarta : Andi Offset, 2011, edisi 1.
Tim Penyusun Pedoman Akuntansi Perbankan Syari’ah Indonesia (IAI), Pedoman Akuntansi Syari’ah Indonesia (PAPSI) 2003, Jakarta : Ikatan Akuntansi Indonesia, 2003, cetakan 1.
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/88/Kep/Dir Tahun 1991
Tim Penyusun Pedoman Akuntansi Perbankan Syari’ah Indonesia (IAI), Pedoman Akuntansi Syari’ah Indonesia (PAPSI) 2003, Jakarta : Ikatan Akuntansi Indonesia, 2003, cetakan 1.
Alam Syamsu , SE., Ak. M.si., Akuntansi Jasa Bank-modul 10.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN-MUI) Nomor: 24/DSN-MUI/III/2002 tentang Safe Deposit Box
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN-MUI) NO: 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Kafalah.


[1] Kasmir S.E.M.M, Manajemen Perbankan, Jakarta : PT RajaGrafindo persada, 2004,  cet  kelima, h. 115
[2] Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syari’ah, Jakarta : Zikrul Hakim, 2004, cet kedua, h. 127
[3] Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta : Bumi Aksara, 2005, cet keempat, h. 169
[4] Ijarah adalah akad sewa-menyewa anatara mu’ajjir (lessor) dengan musta’jir (lesse) atas ma’jur (objerk sewa) untuk mendapatkan imbalan atas barang yang disewakannya.
[5] Fatwa DSN-MUI NO : 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
[6] Drs. H. Malayu Hasibuan S.P. Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan,Jakarta : PT Bumi Aksara, 2005, cetakan keempat, h. 169-170
[7] Ibid, h. 169
[8] Muhammad, Dwi Suwikno, Akuntansi Perbankan Syari’ah, Yogyakarta : TrustMedia, 2009, h. 241-242
[9] Dalam penjelasan buku Muhammad, Dwi Suwikno, Akuntansi Perbankan Syari’ah, Yogyakarta : TrustMedia, 2009, cetakan pertama mencatatnya dengan pendapatan sewa saja, buka pendapatan sewa diterima dimuka, dan ini berarti tidak diamortisasi sepanjang masa akad, seperti :
Rekening
Debet
Kredit
Giro – Rekening Nona Fatin Shidqia[9]
Rp. 135.000


Pendapatan - Sewa SDB

Rp. 60.000

Setoran jaminan – kunci SDB

Rp. 75.000

[10] Untuk pencatatan ataupun nama akunnya ataupun sumber pembayaran bisa saja diambilkan dari kas tunai, Giro, Tabungan, dll. (sumber : Muhammad, Dwi Suwikno, Akuntansi Perbankan Syari’ah, Yogyakarta : TrustMedia, 2009, cetakan pertama).
[11] Di dalam buku Muhammad, Dwi Suwikno, Akuntansi Perbankan Syari’ah, Yogyakarta : TrustMedia, 2009, cetakan pertama, Untuk pencatatan ataupun penjurnalan mengenai Ganti Kunci yang hilang / pengakuan setoran jaminan untuk mengganti kunci yang hilang menggunakan nama akun Pendapatan Operasional lainnya. Seperti contoh :
Rekening
Debet
Kredit
Kas / Giro/ Tabg
Rp. -


Pendapatan Operasional lainnya

Rp. -






[12] Proyek adalah suatu pekerjaan/perdagangan yang di dalamnya telah ditetapkan volume pekerjaan, biaya pekerjaan, dan tanggal mulai hingga selesainya pekerjaan (pelajari buku PERT & CPM)
[13] Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta : Bumi Aksara, 2005, Cet. Keempat, h. 137
[14] Ibid, h. 137
[15] Op-Cit, Kasmir S.E.M.M, h. 194
[16] Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syari’ah, Jakarta : Zikrul Hakim, 2004, Cet. kedua, h. 130
[17] Dikatakan kredit tidak langsung karena tidak ada pencairan sejumlah dana ka rekening nasabah seperti pada jenis kredit lainnya seperti Kredit Rekening Koran (Maryanto Supriyono, Buku Pintar Perbankan, Yogyakarta : Andi Offset, 2011, edisi 1, h. 133).
[18] Wanprestasi terjadi apabila nasabah tidak melakukan kewajibannya sesuai dengan perjanjian. Keadaan seperti ini akan menyebabkan pihak yang dijamin akan dapat mengajukan klaim BG kepada pihak bank. Selama BG masih berlaku dan secara terbukti bahwa nasabah telah melakukan cedera janji, maka pihak bank sebagai pihak penerbit BG wajib membayar atas klaim sesuai dengan nominal yang tercantum. (Maryanto Supriyono, Buku Pintar Perbankan, Yogyakarta : Andi Offset, 2011, edisi 1, h.136)
[19] Maryanto Supriyono, Buku Pintar Perbankan, Yogyakarta : Andi Offset, 2011, edisi 1, h. 133
[20] Tim Penyusun Pedoman Akuntansi Perbankan Syari’ah Indonesia (IAI), Pedoman Akuntansi Syari’ah Indonesia (PAPSI) 2003, Jakarta : Ikatan Akuntansi Indonesia, 2003, cetakan 1, h. XIII-10
[21] Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/88/Kep/Dir Tahun 1991 merupakan dasar Bank Garansi dengan bunyi :
a.       Jaminan dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh bank yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap pihak yang menerima jaminan apabila pihak yang dijamin cedera jani (wanprestasi)
b.       Jaminan dalam bentuk penandatanganan kedua dan seterusnya atas surat-surat berharga, seperti aval dan endosemen yang dapat menimbulkan kewajiban membayar bagi bank apabila yang dijamin cedera janji
c.        Jaminan lainnya yang terjadi karena perjanjian bersyarat bagi bank sehingga dapat menimbulkan kewajiban financial bagi bank.
[22] Berikut analogi manfaat BG Tender Bond : Pihak Panitia Lelang atau Pemberi Kerja (proyek) mempunyai risiko apabila ternyata si A telah diputuskan sebagai pihak pemenang tender, ternyata si A tidak bertanggung jawab melakukan kewajibannya atau mundur tidak melaksanakan pekerjaannya. Sehingga untuk menutup (meng-cover) risiko ini, pihak pemberi kerja meminta BG Tender Bond sebagai jaminan. Apabila si A cedera janji, atau mundur dari proyek disebut “wanprestasi”. Pada saat si A wanprestasi, maka pihak pemberi kerja dapat mengklaim BG tersebut kepada bank penerbit. Besarnya klaim adalah jumlah nominal yang tertulis pada BG. Dokumen yang dibtuhkan bank sebagai dasar penerbitan jenis BG ini adalah Undangan Pelelangan dari pihak pemberi kerja/proyek atau mungkin dibentuk panitia lelang. (Maryanto Supriyono, Buku Pintar Perbankan, Yogyakarta : Andi Offset, 2011, edisi 1, h. 134).
[23] Tim Penyusun Pedoman Akuntansi Perbankan Syari’ah Indonesia (IAI), Pedoman Akuntansi Syari’ah Indonesia (PAPSI) 2003, Jakarta : Ikatan Akuntansi Indonesia, 2003, cetakan 1, h.XIII-10
[24] BG Performance Bond adalah BG jaminan atas kualitas pekerjaan yang sudah dikerjakan. misalnya kontraktor telah selesai membangun sebuah bangunan perkantoran. Umumnya si pemberi pekerjaan akan menahan uang sebesar 5% s/d 10% untuk jaminan pemeliharaan gedung apabila setelah ditempati ternyata ada masalah yang harus diperbaiki. Apabila si kontraktor menginginkan sisa dana berupa jaminan pemeliharaan tersebut dicairkan, maka si kontraktor dapat mengganti dengan membuat Performance Bond. (Maryanto Supriyono, Buku Pintar Perbankan, Yogyakarta : Andi Offset, 2011, edisi 1, h. 135).

[25] Ibid, Pedoman Akuntansi Syari’ah Indonesia (PAPSI) 2003, h. XIII-10
[26] Analogi dari BG advance payment Bond ini adalah : panitia lelang atau pemberi kerja (proyek) mempunyai risiko apabila ternyata si A yang telah menerima uang muka, ternyata si A tidak bertanggung jawab melaksanakan pekerjaannya, tidak melaksanakan sesuai dengan tahapan pekerjaan atau termin pekerjaan yang telah ditentukan dan kesepakatan bersama kedua pihak. Sehingga untuk menutup (meng-cover) risiko ini pihak pemberi kerja meminta BG Advance Payment Bond sebagai jaminan. (Maryanto Supriyono, Buku Pintar Perbankan, Yogyakarta : Andi Offset, 2011, edisi 1, h. 134).
[27]  Ibid, Pedoman Akuntansi Syari’ah Indonesia (PAPSI) 2003, h. XIII-10

[28] Ibid, Pedoman Akuntansi Syari’ah Indonesia (PAPSI) 2003, h. XIII-10

[29] Ibid, Pedoman Akuntansi Syari’ah Indonesia (PAPSI) 2003, h. XIII-11

[30] Ibid, Pedoman Akuntansi Syari’ah Indonesia (PAPSI) 2003, h. XIII-11

[31] Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta : PT Bumi Aksara, 2005, cetakan keempat, h. 141-142
[32] Sebagai transaksi bersyarat, maka setiap pembukaan atau penerbitan bank garansi dicatat dalam Rekening Administratif kelompok kontijensi kewajiban dengan posisi di sisi kredit dengan ayat jurnal tunggal sebesar nilai kewajiban bank disamping pencatatan pada rekening efektif untuk setoran jaminan BG. (Bahan Ajar UMB, Syamsu Alam, SE., Ak. M.si)

Komentar