BAB I
PENDAHULUAN
Manajemen aktiva dan pasiva yang disebut pula dengan Assets and Liability Management (ALMA)
sudah dapat dipastian ada pada setiap bank. Kedua sisi neraca yaitu sisi pasiva
yang menggambarkan sumber dana dan sisi aktiva yang menggambaran penggunaan
(aloasi) dana harus dikelola secara efesien, efetif, produktif, dan seoptimal
mugkin karena merupakan bisnis utama bagi setiap bank.[1]
Keberadaan ALMA ini adalah untuk mengelola risiko-risiko yang kemugkinan
timbul dalam dalam kegiatan bisnis sehari-hari yang dirancang sedemikian rupa
sehingga dapat mengoptimalkan pendapatan sekaligus membatasi risiko assets
dan liabilities dengan mematuhi ketentuan kebijakan moneter dan
pengawasan bank melalui suatu organisasi yang disebut ALMA.[2]
Dalam pelaksanaannya, untuk menetapkan suatu kebijakan, ALMA membutuhkan
informasi yang cukup dan hasil analisis yang yang tepat. Dengan demikian, ALMA
yang kuat dan berkualitas akan memberikan landasan kuat dan jelas dalam
menetapkan strategi bisnis bank. Melalui ALMA ini diharapkan:[3]
1.
Adanya
penetapan kebijakan bisnis yang jelas, terarah, dan terukur
2.
Adanya arah
dan tujuan yang jelas bagi manajemen dalam proses pelaksanaan tugas serta cara
dalam menetapkan standar-standar opersional bank.
3.
Diperolehnya
data yang akurat serta menjamin bahwa data tersebut dapat menunjang keputusan
ALMA
4.
Berkualitasnya
analisis yang dilakukan dalam memberikan berbagai alternatif strategi ALMA
sebelum manajemen mengambil keputusan.
5.
Memudahkan
dalam manajemen likuiditas sehingga dana dapat di kelola dengan baik pada suatu
tingkat suku bunga tertentu agar senantiasa dapat memenuhi kewajiban dan dapat
memanfaatkan setiap peluang yang ada.
6.
Mampu
meminimalkan gap sehingga dapat mengoptimalkan pendapatan dan memperkecil risiko.
7.
Mampu
mengambil keputusan yang tepat dalam mengelola valuta asing (terutama ketika
terjadi fluktuasi yang tinggi) dan mengelola gap untuk tiap-tiap mata uang dan
antar mata uang untuk menghasilkan keuntungan yang optimal dengan tetap
memerhatikan kemungkinan risiko yang terjadi.
8.
Mampu
melakukan manajemen pricing secara tepat sebagai langkah strategis dalam menetapkan
tingkat suku bunga (kredit dan dana) dengan tetap memerhatikan gap dan tidak
mengganggu likuiditas.
ALMA bank syariah lebih tertumpu pada kualitas aset yang akan menentukan
kemampuan bank untuk meningkatkan daya tariknya kepada nasabah untuk
menginvestasikan dananya melalui bank tersebut yang berarti meningkatkan
kualitas pengelolaan dananya. Teknik fund gap manajemen masih tetap relevan
untuk digunakan dalam ALMA bank syariah, meskipun bank syariah tidak secara
langsung berurusan dengan tingkat bunga.[4]
Proses pemilihan investasi itu harus dilakukan dengan seksama karena
kesalahan dalam pemilihan bentuk investasi akan membawa akibat bank tidak bisa
memenuhi kewajibannya kepada para nasabah.[5]
Tugas utama ALMA adalah memaksimumkan laba, meminimalkan risiko, dan
menjamin tersedianya likuiditas yang cukup. Potensi risiko yang dihadapi oleh
bank konvensional juga dihadapi oleh bank syariah, kecuali risiko tingkat
bunga, karena prinsip profit and loss sharing yang menjadi landasan
sistem operasionalnya.[6]
BAB II
PEMBAHASAN
MANAJEMEN ASET DAN LIABILITAS (ALMA)
A.
Defenisi
ALMA
ALMA adalah manajemen struktur neraca bank dengan tujuan untuk
memaksimalkan pendapatan, mengendalikan biaya dalam batas-batas risiko
tertentu.[7]
Di dalam buku yang lain, ALMA adalah suatu proses dari perencanaan,
pengorganisasian, dan pengawasan yang berfungsi sebagai pengendalian aktiva dan
pasiva secara terpadu yang saling berhubungan dalam usaha mencapai keuntungan
bank.[8]
B.
Pengertian
Risiko ALMA
Setiap usaha bank pada umumnya dihadapkan pada risiko-risiko sebagai
berikut:[9]
1.
Financing
Risk (Credit risk): risiko
debitur tidak akan memenuhi kewajibannya tepat pada waktunya (kelambatan
angsuran atau pelunasan) atau lalai membayar. Risiko kredit dapat menimbulkan
risiko likuiditas.
2.
Liquidity
risk: risiko bahwa bank tidak
akan dapat memenuhi kewajibannya pada waktunya atau hanya dapat memenuhi kewajiban
melalui pinjaman darurat (mungkin dengan bunga yang tinggi) atau menjual
aktivanya (mungkin dengan harga yang lebih rendah).
3.
Pricing risk:
risiko kerugian sebagai akibat perubahan tingkat suku bunga, yang bisa dalam
bentuk menurunnya margin dari penanaman atau kerugian sebagai akibat menurunnya
nilai aktiva. Resiko ini sebagai akibat Net Interest Margin (NIM), atau tidak
terpenuhinya likuiditas atau terjadinya gap karna tidak tepatnya perhitungan Pricing
atas Assets / Liability.
4.
Foreign
exhange risk: risiko kerugian sebagai akibat perubahan tingkat kurs terhadap “open
position” karena adanya gerakan kurs yang merugikan.
5.
Gap risk:
risiko kerugian dari ketidakseimbangan interest rate maturity karena adanya
pergerakan tingkat bunga yang merugikan.
6.
Kontinjen
risk: risiko yang timbul sebagai akibat transaksi kontinjen, misalnya pembukaan
L/C, bank garansi dan kontrak valuta asing berjangka.
C.
Risiko
perdagangan Valuta Asing
Risiko ini hanya terjadi pada bank konvensional. Risiko perdagangan valuta
asing merupakan resiko yang timbul dari posisi bank dalam berbagai mata uang
asing, yaitu long, short atau square yang tergantung pada apakah sisi aset mata
uang tertentu lebih besar, lebih kecil atau seimbang dibandingkan dengan sisi
liability-nya.[10]
Contoh: Balance sheet
Posisi 1GBP
|
Posisi 2 USD
|
Posisi 3 DM
|
Posisi 4 SIN
|
|
Due from bank
|
400
|
1.100
|
700
|
500
|
Interbank placings
|
6.400
|
8.000
|
6.500
|
5.200
|
Investment security
|
2.000
|
3.500
|
1.500
|
4.000
|
Comercial loans
|
8.100
|
14.500
|
12.000
|
6.4000
|
Total assets
|
17.000
|
27.100
|
20.700
|
16.100
|
Demand deposit
|
1.200
|
2.000
|
1.400
|
1.000
|
Time deposit
|
7.500
|
14.500
|
10.300
|
4.800
|
Interbank takings
|
4.000
|
8.000
|
7.300
|
10.000
|
Capital account
|
1.500
|
2.200
|
1.700
|
1.400
|
Total liabilities
|
14.200
|
26.700
|
20.700
|
17.700
|
Posisi
|
Long 2.800
|
Long 400
|
Square 0
|
Short (1.100)
|
Posisi bank dalam satu atau lebih mata uang asing
dipengaruhi oleh berbagai jenis transaksi keuangan.[11]
Contoh transaksi
|
Akibatnya (diasumsikan posisi bank sebelumnya
adalah “square”)
|
Salah satu nasabah membeli DEM dengan valuta RPH
Salah seorang dealer membeli YEN dengan valuta RPH
Nasabah menyetor cek USD untuk keuntungan rekening dan bank menyetor cek
nsabah tersebut untuk keuntungan rekening nostronya di Chase New York
Bank menegosiasi wesel ekspor dalam USD dengan RPH
Salah seorang dealer menjual USD untuk membeli valuta SIN
City bank tokyo mendebet rekening bank nostro bank untuk menegosiasi L/C
impor YEN dan bank mendebit rekening RPH nasabah dengan nilai ekuvalentnya
|
·
RPH Long
Position
·
DM Short
Position
·
YEN long
position
·
RPH short
position
·
Sisi assets
dan liability untuk USD naik dengan jumlah yang sama
·
Tidak ada
perubahan posisi foreign exchange
·
USD long
position
·
RPH short
position
·
SIN long
position
·
USD short
position
·
RPH long
position
·
Yen short
position
|
Contoh:[12]
1.
Pengelolaan
posisi perdagangan luta asing suatu bank akan menampilkan peluang (opurtunitie)
dan resiko sekaligus, yaitu:
a.
Trader valuta
asing yang cerdik dan mempunyai informasi luas akan menghasilkan keuntungan
yang banyak untuk bank, seperti sebagai berikut:
1)
Dealer akan
memperkirakan akan terjadi kenaikan tingkat bunga YEN.
2)
Atas dasar
itu, dealer mengambil posisi long sebbesar YEN 1 miliyar.
3)
Ternyata YEN
sungguh menguat dari 154 ke 151,50 terhadap USD.
4)
Posisi YEN 1
miliyar saat ini bernilai sebesar USD 6.600 dibandingkan dengan USD 6.493 pada
saat deal dilaksanakan, berarti diperoleh sebesar USD 173.
b.
Risiko yang
mungkin timbul jika terjadi kesalahan interprestasi atas laporan BOJ, atau
adanya kekuatan lain yang mampu mempengaruhi pasar valuta yen kearah yang
berlawanan antara lain:
1)
Dalam kasus
ini, misalnya YEN melemah menjadi 156 vs USD.
2)
Hasil posisi
YEN 1 miliyar sekarang akan bernilai sebesar USD 6.410 dibandingkan USD 6.493
pada waktu deal dilaksanakan, hingga tejadi rugi sebesar USD 83.520.
2.
Manajemen
setiap bank setidaknya secara umum menjadikan bahwa resiko perdagangan vlauta
asing harus dikella dan dikontrol namun dalam banyak hal muncul kekurangan yang
berkisar antara yang ralatif kecil sampai dengan yang berbahaya, seperti
berikut:
a.
Bank sering
gagal mengenali melalui berbagai limit, resiko yang melekat pada pada setiap
perdagangan valuta asing yang tergantung dari tingkat perhatian yang diberikan
untuk hal tersebut.
b.
Bagi bank
yang memiliki multiple dealing locations, lemahnya koordinasi pengawasan
dapat berakibat bank beroperasi dengan risiko yang besar.
c.
Bank dapat
saja menganggap bahwa memeliahara posisi long pada suatu mata uang akan
menghasilkan keuntungan dibandingkan dengan mata uang lain, yang mengalami
depresiasi terhadap mata uang yang bersangkutan, tetapi lupa memperhitungkan biaya
yang sebenarnya untuk pemeliharaan posisi tersebut.
D.
Risiko
Likuiditas
Likuiditas secara luas dapat
didefenisikan sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana (cash flow)
dengan segera dan dengan biaya yang sesuai.[13] Risiko likuiditas adalah
risiko dalam perbankan yang biasanya timbul dari cara bank mengelola Primary dan Secondary Reserve
serta pendanaannya sehari-hari.[14]
1.
Risiko yang ada dalam pengelolaan
primary reserve dapat berupa risiko berikut ini:
a.
Reserve yang dipelihara terlalu tinggi
dari yang dibutuhkan. Keadaan ini berakibat pada pengorbanan tingkat bunga.
b.
Reserve requirement tidak dapat
dipenuhi, sehingga dapat berakibat dikenakan pinalti oleh bank indonesia serta
timbulnya masalah bagai bank sendiri.
2.
Risiko yang berkaitan dengan pengelolaan secondary
reserve bisa terjadi karna hal-hal berikut:
a.
Manajemen terlalu berhati-hati sehingga
cadangan yang dipelihara lebih tinggi dari tingkat yang seharusnya dengan
konsekuensi mengorbankan suatu jumlah tertentu dari pendapatan bunga.
b.
Dana yang ada tidak dapat memenuhi
kewajiban, hingga akan menyebabkan:
1)
Tingginya biaya dana untuk menutup
kekurangan dana yang diperlukan.
2)
Turunnya reputasi bank karena bank tidak
dapat memenuhi kewajibannya.
3.
Risiko yang terdapat dalam pengelolaan
dana sehari-hari bisa berupa risiko berikut ini:
a.
Kemungkinan bank harus membayar bunga
yang terlalu tinggi untuk likuiditas yang dibelinya jika kebutuhan dana tidak
diidentifikasikan secara tepat waktu hingga dealer dipaksa masuk ke pasar pada
waktu yang tidak menguntungkan.
b.
Kelebihan likuiditas mungkin terpaksa
ditempatkan dengan rate yang tidak menguntungkan karena bank terlambat
mengidentifikasi adanya kelebihan tersebut, sehingga dealer tidak mempunyai
kesempatan untuk menjual/ menawarkannya pada waktu yang tepat.
Sebaliknya, kesempatan untuk
meningkatkan performance bank melalui pengelolaan likuiditas yang efektif adalah
cukup besar.[15]
a.
Pengelolaan yang ketat terhadap posisi
cadangan wajib akan menjamin bahwa sambil menjaga cadangan yang dipersyaratkan,
giro di bank indonesia dan uang kas akan dapat dikendalikan pada jumlah yang
minimal, hingga suatu hasil yang berharga dapat dicapai dengan tingkat marginal
cost dari kelebihan likuiditas tersebut, misalnya antara 14%-16%.
b.
Pengelolaan secondary reserve yang
efektif juga sangat berarti bagi bank karena hal-hal berikut.
1 )
Reputasi bank akan terjaga baik karena
senantiasa dapat memenuhi kewajibannya.
2 )
Pembiayaan darurat yang terlalu tinggi
dapat dihindarkan.
c.
Akhirnya pengelolaan secara baik dan
mantap dalam operasi sehari-hari akan menghasilkan dua dampak positif, yaitu
sebagai berikut.
1 )
Setiap kelebihan likuiditas akan dapat
diketahui dan di atur pemanfaatannya dalam waktu yang tepat.
2 )
Kekurangan likuiditas dapat diketahui
sejak dini, hingga penambahannya dapat dilakukan dengan biaya yang pantas.
Posisi likuiditas bank secara
lansung maupun tidak lansung dipengaruhi oleh keputusan yang dibuat dan
tindakan yang diambil oleh manajemen bank serta kegiatan yang dilaksanakan oleh
unit-unit usahanya. Contoh:[16]
No
|
Keputusan / tindakan
|
Dampak terhadap
likuiditas
|
1
|
Bank menaikkan bunga deposito jangka waktu 3 dan
6 bulan
|
Likuiditas jangka pendek akan membaik dengan
jangka waktu yang lebih panjang lebih menarik
|
2
|
Diperkirakan akan ada kenaikan tingkat bunga,
bank memilih posisi gap positif untuk jangka waktu 1 sampai 30 hari
|
Sejalan dengan harta jangka pendek yang naik
setara dengan kewajiban jangka pendek, likuiditas jangka pendek juga
meningkat
|
3
|
Suatu obligasi jangka panjang dalam jumlah besar
dicairkan dan hasilnya di tempatkan overnigth untuk jangka waktu 1 minggu
|
Likuiditas jangka pedek bank, terutama “basic
surplus”nya akan naik
|
4
|
Bank mengalihkan sebagian besar dari paket
kredit untuk pembiayaan proyek ke paket kredit jangka pendek ( 3-6 bulan )
|
Postur likuiditas bank akan menjadi lebih
konservatif dan likuiditas jangka menengah dan meningkat
|
5
|
Kredit jangka panjang dalam jumlah besar untuk
jangka waktu 3 tahun di belanjai dengan dana jangka pendek 3 bulan.
|
Postur likuiditas bank akan menjadi lebih
agresif dan likuiditas jangka waktu menengah akan berkurang
|
Selanjutnya, apapun kebijakan
likuiditas yang ditempuh oleh bank, keadaan aktual likuiditas suatu bank akan
dipengaruhi oleh keadaan pasar dan faktor lainnya, seperti berikut:[17]
No
|
Kejadian
|
Dampak terhadap
likuiditas
|
1
|
Bank sentral menurunkan ketentuan reserve
requirements
|
Likuiditas naik karena adanya pencairan dana
yang semula ditahan dalam reserve assets
|
2
|
Suatu instrumen likuiditas baru yang menarik
diperkenalkan dipasar
|
Likuiditas naik karena bank dilengkapi dengan
instrumen baru dalam pengelolaan likuiditasnya
|
3
|
Tingkat bunga di pasar naik dan cendrung
terus-menerus
|
Membingungkan, dampak likuiditasnya netral
karena penyimpan maupun peminjam berusaha bertahan dalam dana jangka panjang
|
4
|
Adanya boom dalam perkembangan ekonomi yang
mengakibatkan kecendrungan peningkatan permintaan kredit
|
Likuiditas menurun karena persaingan untuk
mendapatkan dana di pasar meningkat dengan tajam
|
5
|
Bank sentral memutuskan untuk memotong counter
funding kredit sebesar 50%
|
Likuiditas turun karena persaingan di pasar dana
yang semakin ketat untuk mendapatkan pengganti counter funding yang di tarik
bank indonesia
|
Pada dasarnya manajemen bank umum
menyadari perlunya memelihara likuiditas yang memadai, tetapi terdapat pula
beberapa kelemahan pada beberapa bank, terutama mengenai cara pengendalian,
pengelolaan dan pengawasan likuiditasnya, seperti sebagai berikut:[18]
a.
Pada sebagian bank, proyeksi
likuiditasnya dipergunakan tidak lebih dari 30 hari (ada pula yang hanya 7
hari).
b.
Perhatian terhadap (kecilnya kesadaran
akan) akibat keputusan ALMA atau keputusan bisnis lainnya pada posisi
likuiditas bank sering kurang.
Likuiditas yang tersedia harus
cukup, tidak boleh terlalu kecil sehingga menganggu ebutuhan operasional
sehari-hari, tetapi juga tidak boleh terlalu besar karena akan menurunkan
efesiensi dan berdampak pada rendahnya tingkat profitabilitas.[19]
E.
Risiko
Interest Maturity Gap
1.
Sebagian besar dari asset dan liability
bank adalah interest bearing dan karenanya dikategorikan sebagai “interest
rate sensitive”.[20]
a.
Rate Sensitive Assets (RSA)
adalah suatu aset yang mengandung pricing yang akan efektif pada:[21]
1)
Final Maturity (jatuh tempo) dari aset
tersebut, misalnya obligasi mudharabah atau pembiayaan mudharabah.
2)
Tanggal dilakukannya penyesuaian bagi
hasil atau dikenal juga dengan istilah Interest Rate Maturity, misalnya
pembiayaan mudharabah dengan nisbah yang dapat diubah sesuai kesepakatan.
b.
Rate Sensitive Liability (RSL)
adalah liability yang mengandung pricing yang aan efetif pada:[22]
1)
Final maturity dari liabilities yang
bersangkutan misalnya dana dari PUAS (pasar uang antar bank syariah)
atau deposito berjangka.
2)
Suatu tanggal tertentu untuk penetapan
kembali nisbah misalnya giro mudharabah dan tabungan mudharabah.
2.
Pengelolaan gap membuat perbedaan yang
jelas antara tanggal jatuh tempo (final maturity date) dengan tanggal
penyesuaian tingkat bagi hasil.[23]
a.
Final maturity dari assset
maupun kewajiban adalah tanggal pada saat dana yang diwujudkan dalam
asset/liability yang bersangkutan, harus dicairkan (dan hal ini sperti telah
dibahas sebelumnya adalah sangat penting bagi pengelola likuiditas).
b.
Interest rate maturity dari asset maupun
liabilitas adalah tanggal pada saat assets atau liabiltiies tersebut akan dapat
disesuaikan tingkat bagi hasilnya.
3.
Risiko gap muncul apabila pada suatu
periode tertentu terjadi/ terdapat ketidak seimbangan antara interest rate
maturity dari asset dan liability sehingga pendapatan bank
menjadi sensitif terhadap perubahan tingkat bagi hasil di pasar.[24]
4.
Gap akan tercipta naik/ turun bila suatu
asset di danai dengan liability yang mempunyai interest rate maturity
yang berbeda (misalnya: diasumsikan posisi yang ada, adalah tanpa gap) :[25]
a.
Jika suatu asset yang dinilai kembali
dalam waktu 6 bulan (misalnya: kredit untuk 6 bulan) didanai dengan suatu
“overnight” liability, maka gap bank untuk periode 1 minggu menjadi negatif dan
untuk 3-6 bulan menjadi positif sebesar jumlah yang sama.
b.
Jika bank menciptakan liability jangka
waktu satu tahun, dengan bagi hasil tetap dan menempatkannya dalam bentuk
assets berjangka waktu 30 hari dengan rate tetap maka bank untuk perioade 6-12 bulan menjadi
negatif dan untuk periode 8 hari sampai 1 bulan menjadi positif.
c.
Jika hasil yang diterima dari penciptaan liability berjangka waktu 2 tahun
dengan penilaian kembali setiap 6 bulan, ditempatkan sementara dalam asset yang
tidak mengandung bagi hasil (wadiah) maka dampak gapnya hanya pada gap untuk
periode 3-6 bulan yang menjadi negatif.
d.
Jika suatu asset dikonversiakan kedalam
asset berjangka waktu 2 bulan dengan
rate tetap, dampak gapnya adalah pada gap bank untuk periode 1-3 bulan yang
menjadi positif (suatu non RSA dikonversikan ke RSA)
5.
Berhasil atau gagalnya dalam mengelola
GAP tergantung pada kemampuan ALMA Bank dan Staf pendukungnya dalam meramalkan
keadaan ekonomi/ politik yang aktual maupun yang diperkirakan akan terjadi di
masa yang akan datang.[26]
Kejadian Politik/
Ekonomi
|
Kemugkinan Dampaknya
terhadap tingkat Bagi Hasil
|
Tingkat inflasi dalam 6 bulan terakhir meningkat dan tidak ada
tanda-tanda akan membaik.
|
Tingkat bagi hasil akan menaik, terutama untuk jangka pendek/ menengah.
|
Likuiditas di pasar meningkat, karena tingginya ekspor di sektor utama/
penting.
|
Akan ada tekanan ke bawah terhadap tingkat profit jangka pendek.
|
Pemerintah telah mengambil “kebijakan pertumbuhan dengan biaya berapapun”
untuk mendorong investasi dan memotong pengangguran guna mengurangi
kegelisahan dalam masyarakat.
|
Tingkat bagi hasil pada tahap permulaan akan turun, namun dalam jangka
panjang akan naik.
|
Kekhawatiran akan adanya perang, mengakibatkan pencairan deposito di
bank, pelonjakan harga emas dan terbatasnya likuiditas antar bank.
|
Tingkat bagi hasil akan naik dalam waktu singkat.
|
6.
Beberapa jenis risiko ALMA, risiko gap
merupakan risiko yang paling sedikit mendapat perhatian manajemen bank sehingga
sering terjadi ketidaktepatan dalam cara pengelolaannya dan pengendalian interest
maturity gap. Contohnya berikut ini:[27]
a.
Gap bank tidak diperhitungkan dan tidak
diikuti sama sekali akibatnya:
1)
Gap bank yang terjadi tidak dapat
dikelola.
2)
Net interest income (NII) bank sangat
tergantung pada baik/buruknya penigkatan bagi hasil.
b.
Dalam hal lainnya, manajemen berusaha
untuk menelusuri dan mengukur posisi gap. Namun hal tersebut terhambat oleh
lemahnya MIS, seperti:
1)
Informasi yang diperlukan untuk membuat
keputusan yang baik mungkin tidak tersedia pada waktunya.
2)
Informasi yang diterima mungkin salah,
sehingga menyebabkan keputusan yang diambil mengarah kepada hasil yang tidak
diharapkan.
c.
Dampak dari keputusan gap terhadap aspek
ALMA lainnya kurang mendapat perhatian, misalnya:
1)
Kurangnya perhatian atas dampak
keputusan gap terhadap likuiditas.
2)
Strategi gapping dan strategi
pemberian kredit kemungkinan tidak diintegrasikan dengan baik.
Penyebab utama
terjadinya risiko kredit adalah terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau
melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan
likuiditas. Akibatnya, penilaian kredit kurang cermat dalam mengantisipasi
berbagai kemugkinan risiko usaha yang dibiayainya. Risiko ini akan semakin
tampak ketika perekonomian dilanda krisis atau resesi.[28]
F.
Risiko
Kebijakan Penetapan Harga
1.
Umumnya manajemen di semua bank sadar
bahwa bank harus mengatur penetapan harga asset dan liabilitynya dengan
cara yang bisa memberikan Net Interest Income (NII) bagi bank.[29]
2.
Metode pengaturan penetapan harga yang
dipergunakan bank tidak tepat sehingga NII tidak bisa di capai secara optimal,
sehingga laba secara keseluruhan menjadi rendah, contohnya sebagai berikut:[30]
a.
Beberapa bank mendasarkan keputusan
penetapan harga kreditnya pada biaya dana rata-rata.
1)
Biaya pendanaan suatu tambahan kredit
atau kelompok kredit pada kenyataan adalah sama dengan biaya marginal dari dana
bank.
2)
Biaya marginal dari biaya tersebut jelas
lebih mahal dari pada biaya dana rata-rata bank.
3)
Maka suatu tambahan kredit yang harganya
ditetapkan berdsarkan biaya dana rata-rata hampir pasti akan mengurangi NII
bank secara absolut.
b.
Kebanyakkan bank memasukkan biaya
pelayanan ke dalam struktur penetapan harganya, namun yang digunakan adalah
alokasi biaya secara rata-rata.
1)
Biaya pelayanan bank yang sebenarnya
dalam penciptaan kredit atau deposito baru/ tambahan pada kenyataannya hanyalah
sebesar biaya marginal dari pelayanan tersebut.
2)
Biaya pelayanan marginal sangat jauh
lebih kecil dari pada biaya rata-rata.
3)
Penggunaan biaya pelayanan rata-rata aan
mengakibatkan harga pokok kredit menjadi tinggi dan harga produk dana menjadi
rendah sehingga tidak dapat bersaing.
c.
Hampir semua bank telah memperhitungkan
unsur risiko sebagai komponen dalam kebijakan penetapan harganya namun yang
dipergunakan adalah rata-rata atau terbatas pada dua atau tiga segmen risiko
saja.
1)
Dalam kategori risiko utama dari industry
risk dan company risk terdapat perbedaan segmentasi risiko yang
cukup luas diantara para peminjam.
2)
Kegagalan untuk mengenali perbedaan ini
bisa mengakibatkan dua macam hasil yang tidak diinginkan, yaitu kredit yang
berkualitas dengan harga yang terlalu tinggi dan yang berkualitas buruk dengan
harganya terlalu rendah.
d.
Bank sering mengabaikan efek portofolio
dari keputusan pricing
1)
Diversifikasi portofolio adalah suatu
kunci untuk suksesnya suatu risk management dalam suatu bank, sehingga
bank yang dikelola dengan baik biasanya mengadakan divesifikasikan dalam
menyusun targetnya (misalnya atas dasar sektor industri/bisnis).
2)
Secara logis suatu bank harus melakukan
penyesesuaian dalam kebijakan “pricing” untuk mencapai tujuan portofolio yang
telah digariskan. Misalkan:
a)
Mengurang harga untuk mendorong kredit
kesktor yang masih berada dibawah target
portofolio.
b)
Menaikan harganya untuk mengurangi
kredit kepada sektor yang sudah berada diatas taret portofolio bank.
3.
Pemisahan margin ke dalam dua kategori/
kelompok merupakan hal yang penting bagi bank.[31]
a.
Laba atau rugi yang diperoleh bisnis
/produk (misalnya: pemberian kredit dan pengerahan dana).
1)
Risk premium
2)
Penggantian biaya pelayanan
3)
Profit margin
b.
Laba atau rugi yang timbul dari
keputusan ALMA, misalnya:
1)
Penciptaan interest rate gap (misalnya:
mendanai kredit yang berjangka waktu lebih pajang dengan dana antarbank jangka
pendek yang bunganya lebih rendah )
2)
Menghindari resiko dari suatu currency
dengan cara mendanai kredit dalam currency yang berbeda.
Potensi risiko fluktuasi tingkat bunga itu dapat timbul manakala terjadi gap
antara aset dan liabilitas. Untuk meminimalkan risiko tersebut, digunakanlah
alat yang disebut fund gap management untuk yang disebut pertama dan duration
gap management untuk yang disebut terakhir. Secara umum, aset/ laibilitas
dikatakan sensitif bila memiliki sebagian atau seluruh dari tiga karakteristik
berikut ini:[32]
1.
Jika
pendapatan atau biaya bunga dari komponen-komponen aset/ liabilitas mudah
berubah-ubah mengikuti perubahan tingkat bunga pada suatu periode (time
horizon) tertentu.
2.
Cash flow dari komponen-komponen aset/ liabilitas mudah
keluar masuk jika terjadi perubahan tingkat bunga.
3.
Repriceable,
yaitu aset/ liabilitas yang dapat
diperbaharui tingkat bunganya dalam jangka waktu tertentu mengikuti perubahan
tingkat bunga.
G.
Current and Expected Market Rates
|
Competitive Forces
and Pricing
|
Gap Management Objectives (e.g target
Maturity Structure)
|
Liquidity Management Objectives
|
Portfolio Composition Objectives
|
Bank Indonesia and Public Policy Factor
|
Internal Cost Structure (e.g. Scale
Economics)
|
Strategic
Objectives
(e.g. Market Share)
|
Pricing
Policies Guidelines Decisions
|
MARKET FACTORS
|
BUSINESS FACTORS
|
ALMA FACTORS
|
Akibat dari faktor-faktor di atas
bank selalu menghadapi risiko bahwa keputusan pricing-nya mugkin tidak berhasil
mendukung tercapainya sasaran bisnis dan ALMA pada tingkat biaya yang wajar.
Dalam praktiknya mugkin akan mengarah pada hasil yang berlawanan.[33]
a.
Dalam beberapa hal pricing kredit
dari suatu bank mugkin pada dasarnya telah baik, tetapi hasilnya tidak seperti
yang diharapkan karena:
1)
Terlalu menekankan kepada tercapainya market
share yang diinginkan misalnya menarik kredit berkualitas kendatipun dengan
mengorbankan profit margin;
2)
Target pricing yang ingin dicapai berada
dalam range wilayah atau industri yang sempit (gagal dalam mencapai portofolio)
b.
Suatu bank mugkin telah menentukan harga
depositonya atas konsep marginal (benar sampai pada suatu titik tertentu),
tetapi lupa pada dampak skala yang mugkin timbul, misalnya:
1)
Pada titik tertentu, suatu sistem
komputer baru mugkin dibutuhkan untuk menangani pertambahan volume
2)
Demikian pula mengenai penambahan
karyawan mugkin perlu dilakukan.
3)
Pada suatu tingkat efektivitas tertentu,
bahkan gedung pun mugkin harus diperbesar.
c.
Bank mugkin telah melaksanakan pricing
secara rasional dengan menjalankan strategi negative gapping jangka
pendek, tetapi lupa memperhitungkan dampak likuiditas kebijakan tersebut:
1)
Bank akan selalu kekurangan dana;
2)
Likuiditas jangka pendek akan merosot.
H.
ALMA
Framework
Untuk mengelola risiko-risiko di
atas diperlukan kerangka proses ALMA yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat memaksimumkan pendapatan
sekaligus membatasi risiko assets dan liabilities dengan mematuhi ketentuan
kebijakan moneter dan pengawasan bank.[34]
ALMA yang kuat akan memberikan landasan meliputi strategi,
manajemen, penunjang dan pelaksana. Kerangka proses ALMA tersebut merupakan
ALMA framework, seperti terlihat gambar pada gambar berikut:[35]
MENETAPKAN KEBIJAKAN DAN TUJUAN
|
INFORMASI PENUNJANG
|
PELAKSANAAN
|
Pengumpulan informasi eksternal
|
Menyusun dan menilai skenario
|
Pengumpulan % analisis data internal
|
Manajemen Likuiditas
|
Manajemen Gap
|
Manajemen Pendapatan (earning)
|
PROSES MANAJEMEN
|
Yang dimaksud dengan ALMA framework
adalah:[36]
a.
Adanya penetapan kebijakan dan strategi
ALMA oleh unit organisasi yang memiliki kewenangan formal dan SDM yang
profesional;
b.
Adanya tujuan/ arah bagi manajemen dan
petugas dalam proses pelaksanaan tugas dengan cara menetapkan standar-standar
tertentu;
c.
Adanya pengumpulan data internal/
eksternal yang dapat menjamin bahwa data yang terkumpul tersebut sudah cukup
untuk menunjang keputusan ALMA, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang;
d.
Adanya analisis yang mengembangkan
skenario untuk menguji berbagai alternatif strategi ALMA sebelum keputusan
diambil serta petugas yang mamantau efektivitas pelaksanaan keputusan tersebut;
e.
Adanya manajemen likuiditas yang mampu
mengelola dana dengan baik pada suatu tingkat bunga yang wajar, agar dapat
memenuhi setiap kewajiban dan memanfaatkan kesempatan baru;
f.
Adanya manajemen gap yang bertujuan
untuk memaksimumkan pendapatan dan memperkecil risiko, yang dihubungkan dengan
besarnya gap (mismatch karena maturity atau sifat-sifat re-pricing);
g.
Adanya manajemen valuta asing yang
mengelola besarnya gap tiap-tiap mata uang dan daftar mata uang yang tercantum
dalam batas-batas risiko teertentu.
h.
Adanya manajemen pricing yang menjamin
bahwa strategi penetapan tingkat bunga dapat menunjang proses pelaksanaan
manajemen gap, likuiditas dan manajemen valuta asing untuk memaksimalkan
pendapatan.
I.
Pentinganya
ALMA
Beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya Asset-Liability Mângement dapat disebutkan antara lain:[37]
1.
Tingkat
bunga yang berfluktuasi;
2.
Perubahan
struktur sumber dana;
3.
Meningkatnya
kebutuhan modal;
4.
Persaingan
yang semakin tajam;
5.
Perkembangan
system informasi;
6.
Meningkatnya
peran perbankan;
7.
Ketersiaan
dana di pasar uang;
8.
Perubahan
komposisi aset bank;
9.
Penekanan
penilaian kinerja bank semakin meningkat;
10. Meningkatnya biaya operasional.
J.
Dilema
Asset-Liability Mângement
Tujuan utama ALMA adalah untuk menstruktur
portofolio sisi aktiva dan pasiva (assets-liabilities) bank secara konsisten,
terkoordinasi, dan terpadu dalam rangka memmaksimalkan keuntungan. Masalah
utama yag sering dihadapi oleh bank dalam ALMA adalah memecahkan konflik atau
dilema antara likuiditas dan keamanan di satu pihak dengan kemampuan
meningkatkan laba di lain pihak. Di lema semacam ini dalam ALMA disebut liquidity
vs profitability atau kadang-kadang disebut safety vs earning.[38]
Dalam usaha mempertinggi tingkat
profitabilitasnya, manajemen bank untuk mengalokaskan dananya ke dalam aktiva
produktif, sementara harus pula memperhatikan kebutuhan likuiditas dan keamanan
aktiva tersebut. Disinilah timbulnya suatu dilema dimana bank dihadapkan pada
suatu konflik antara likuiditas atau keamanan di satu pihak dengan
profotabilitas di pihak lain dalam pengelolaan sisi aktiva bank.[39]
K.
Kebijakan
ALMA
1. Organisasi ALMA[40]
Organisasi ALMA dalam suatu bank
terdiri dari Asset Liability Committee (ALCO) atau unit organisasi lainnya yang
mempunyai hak formal yang sama dengan ALCO dan ALCO Support Group (ASG).
a.
Anggota
ALCO terdiri dari:
1)
Direksi
(pimpinan tertinggi bank)
2)
Pimpinan
unit kerja operasional dan unit kerja yang mempunyai hubungan dengan tugas
ALMA, seperti treasury, kredit, tekhnologi, financial control.
b.
Anggota
ASG terdiri dải kelompok manajer profesional/ analis yang secara penuh tugasnya
membantu ALCO. Banyaknya anggota ASG tergantung pada besar/ kecilnya bank dan
kecanggihan infrastruktur yang ada pada bank tersebut. Namun anggota ASG
tersebut harus mampu menangani semua tugas di bidang ALMA yang meliputi
analisis likuiditas, gap, valuta asing dan pricing.
c.
Tanggung
jawab ALCO dan ASG
1)
Tanggung
jawab ALCO adalah menetapkan tujuan membuat keputusan ALMA, memantau kegiatan
dan menalaah hasil pelaksanaan kebijakan ALMA.
2)
Tanggung
jawab ASG adalah mengumpulakan data internal dan eksternal, menyusun analisis,
mengembangkan strategi dan scenario, membuat laporan, mengajukan saran-saran
untuk rapat ALCO dan memantau hasil pelaksanaannya.
Kerangka kerja organisasi ALMA
umumnya dapat dikemukakan seperti berikut ini:
Bidang-bidang
|
Peran Utama
|
1.
Direksi
|
Menelaah/ mengesahkan kebijakan
Membuat keputusan akhir
|
2.
ALCO
|
Membuat kebijakan ALMA
Mengambil posisi
Membuat keputusan ALMA
|
3.
ALCO
Support Group
|
Membantu ALCO
Menyusun analisis
Merekomendasi kebijakan dan pricing
Memantau hasil pelaksanaan
|
4.
Departemen
Treasury
|
Melaksanakan keputusan ALCO
Mengelola posisi
|
5.
Departemen
Lini Lainnya:
a.
Cabang
b.
Unit
kerja pemberi kredit
c.
Unit
kerja internasional
|
Mengelola dan memantau risiko kredit
Mengelola hubungan dengan nasabah
Melaksanakan keputusan ALCO
|
6.
Departemen
Penunjang
a. Riset dan Perencanaan
b. Hukum
c. Risk Management
|
Membantu mengumpulkan data
Memberikan semua bantuan yang diperlukan
Menganalisis kemugkinan risiko yang timbul dan
bagaimana mitigasinya.
|
2. Proses penetapan kebijakan[41]
Pembuatan kebijakan ALMA dilakukan
oleh direksi bank bersama-sama ALCO, kegiatan pembuatan kebijakan terdiri dari
menetapkan tujuan, menetapkan kebijakan, dan memberikan petunjuk, membuat
keputusan, memantau kegiatan, menelaah hasil pelaksanaan.
Kebijakan harus dibuat tertulis
meliputi seluruh bidang ALMA (likuiditas, gap, valuta asing dan pricing).
Kebijakan dimaksud antara lain berupa penetapan besarnya limit dan target
setiap bidang, rasio, penentuan besarnya secondary reserve, strategi pendanaan
dan penanaman, struktur neraca, kebijakan pricing, kebutuhan capital adequacy dan
kewenangan dan pendelegasian membuat keputusan. Setiap kebijakan yang telah
diputuskan, oleh sekretaris ALCO (ASG) akan disampaikan keseluruh unit kerja
yang terkait dengan keputusan tersebut secara tertulis untuk dilaksanakan dan
dipantau pelaksanaannya setiap saat, dan pada waktu tertentu ketetapan tersebut
perlu pula dimutakhirkan.
L.
Pendekatan
Manajemen Aset-Liabilitas
1.
Primary Reserve
|
Secondary Reserve
|
Loan
|
Other Securities
|
Fixed Assets
|
Demand Deposit
|
Saving Deposit
|
Time Deposit
|
Borrowing
|
Capital Funds
|
Pool of Funds
Approach
|
Use of Funds by
Priority
|
Source of Funds
|
Keterangan:[42]
Primary
reserves. Prioritas
pertama penggunaan dana bank menurut pendekatan ini adalah memenuhi kebutuhan
cadangan primer yaitu ketentuan likuiditas wajib minimum disamping untuk
kebutuhan kelancaran operasional bank sehari-hari.
Secondary
reserves. Cadangan
sekunder ini pada prinsipnya sebagai pendukung apabila cadangan primer tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan likuiditas yang sifatnya jangka pendek dan
kebutuhan lain yang tidak dapat diperkiraka.
Loan. Prioritas ketiga pengalokasian dana
adalah pemberian kredit (loan). Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk kredit
ini mendominasikan penggunaan dân bank.
Investment. Dana yang masih tersisa setelah
memenuhi semua prioritas di atas dapat ditanamkan dalam bentuk surat-surat
berharga jangka panjang.
Fixed
Assets. Pengalokasian
dalam aktiva tetap dan instrumen harus dibiayai melalui modal sendiri bank.
Jumlah modal yang dapat dialokasikan untuk aktiva tetap dan inventaris ini
tidak boleh melebihi ketentuan bank Indonesia.
a. Keunggulan:[43]
1)
Perhitugan
biaya relatif lebih sederhana dan mudah;
2)
Pengelolaan
dana yang sederhana;
3)
Lebih
mudah dalam pengalokasian, karena menganggap semua jenis dana sama;
4)
Lebih
leluasa dalam mengalokasikan.
b. Kelemahan:[44]
1)
Tidak
adanya acuan dalam menetapkan liquidity standar;
2)
Pengabaian
terhadap kemugkinan perubahan giro wadiah, tabungan, deposito mudharabah, dan
sumber dana lainnya.
3)
Pengabaian
likuiditas yang bersumber dari portofolio kredit melalui pembayaran angsuran,
bunga, dan pelunasan pinjaman.
4)
Pengabaian
peran secondary reserve sebagai salah satu sumber likuiditas.
5)
Menganggap
semua jenis dana mempunyai karakter dan risiko yang sama.
6)
Dalam
mengalokasikan dana mengabaikan sumber dana (jumlah dana menurut jenis dana,
jangka waktu dana, sifat dan karakter dana).
7)
Dalam
mengalokasikan dana cenderung menggunakan single rate.
2.
Demand Deposit
|
Saving Deposit
|
Time Deposit
|
Borrowing
|
Capital Funds
|
Primary Reserve
|
Secondary Reserve
|
Loan
|
Other Securities
|
Fixed Assets
|
Use of Funds by
Priority
|
Source of Funds
|
Pendekatan ini merupakan koreksi atau
konsep pendekatan pool of funds approach. Pada dasarnya konsep ini menyatakan
bahwa tidaklah realistis dengan menganggap bahwa total dana yang dihimpun bank
merupakan suatu sumber dana tunggal. Pendekatan assets allocation approach ini
umumnya dianut oleh bank yang operasionalnya berdasarkan prinsip unit banking
system, dimana kator cabang dapat acting langsung mengelola dana seperti kantor
cabang asing.[45]
a. Keunggulan:[46]
1)
Mengalihkan
pengutamaan likuiditas pada profitabilitas
2)
Agregat primary reserve mengalami penurunan sehingga alokasi dana dapat dialihkan pada secondary
reserve dan loan yang memberikan peluang meraih keuntungan yang
lebih besar.
b. Kelemahan:[47]
1)
Keputusan
dalam menentukan primary reserve didasarkan pada prakiraan atau deposit
velocity.
2)
Setiap
terjadi over liquid akan berakibat keuntungan akan berkurang.
3)
Adanya
anggapan bahwa dana yang telah dialokasikan untuk kredit tidak liquid sehingga
penyaluran untuk kredit dianggap bukan sumber likuiditas yang potensial.
4)
Keputusan
manajemen aset dan liabilitas dibuat secara independen.
M.
Ruang
Lingkup manajemen Aset dan liabilitas
Manajemen dana mencakup semua kegiatan bank yang
dapat dilihat dalam pos-pos sisi aktiva maupun pasiva. Pengelolaan dana dari
sisi aset atau aktiva lazim dikenal dengan assets management, sedangkan
pengelelolaan sumber dana secara keseluruhan adalah liability management in
terbagi menjadi dua bagian, yaitu pengelolaan sumber dana yang berasal dari
pihak ketiga yang disebut deposit management, dana yang berasal dari pihak
kedua disebut borrowing, sedangkan pengelolaan dana yang berasal dari modal
sendiri adalah capital management.[48]
Beberapa alasan perlunya aset dan liabilitas
dikelola secara terpadu antara lain disebabkan alasan-alasan sebagai berikut:[49]
1. Tingkat bagi hasil;
2. Perubahan struktur sumber dana;
3. Meningkatnya kebutuhan modal;
4. Persaingan yang ketat antar bank;
5. Perkembangan sistem informasi;
6. Meningkatnya peran pemerintah;
7. Ketersediaan dana di pasar uang;
8. Perubahan komposisi aktiva;
9. Bermunculannya berbagai lembaga
keuangan dengan berbagai fasilitas baru dan kemudahan.
N.
Aplikasi teori
assets/liability management pada perbankan syariah
Perbankan
syariah pun juga merupakan lembaga intermediasi antara penabung dan investor.
Perbedaan dengan perbankan konvensional terletak pada dominasi prinsip bagi
hasil dan berbagi resiko (profit and loss sharing) yang melandasi sistem
operasionalnya. Hal ini tercermin
pada beberapa karakteristik berikut ini:
1.
Tidak sebagaimana bank
konvensional, bank syariah hanya menjamin pembayaran kembali nilai nominasi
simpanan giro dan tabungan, tetapi tidak menjamin pembayaran kembali nilai
nominal dari deposito (investment deposit/mudharabah deposit).
2.
Sistem operasional bank syariah
berdasarkan pada sistem ekuity dimana setiap moddal mengandung risiko.
3.
Dalam melakukan pembiayaan
(financing), bank syariah menggunakan model pembiayaan muamalah maaliyah
(islamics modes of financing): PLS dan non PLS.
Sehubung dengan itu, bank syariah melakukan pooling dana-dana nasabah
dan berkewajiban menyediakan manajemen investasi yang profesional.
Berdasarkan karakteristik tersebut, resiko yang diahadapi oleh bank syariah
lebih terfokus kepada resiko likuiditas serta resiko kredit dan tidak akan pernah
mengalami resiko karena fluktuasi tingkat bunga.
Likuiditas bank syariah banyak tergantung pada:
1.
Ketidak labilan dari simpanan
nasabah; kepercayaan pada dana-dana non PLS.
2.
Kompetisi teknis yang
berhubugan dengan peraturan struktur liabilitas
3.
Ketersediaan asset yang siap
dikonversikan menjadi kas.
4.
Akses kepada pasar anatrbank
dan sumber dana lainnya, termasuk fasilitas dari bank sentral. Teknik duration
gap management dapat diaplikasikan bank syariah untuk mnegatur cash flow
atau mengendalikan likuiditasnya.
Disisi lain
kualitas earning asset bank syariah akan bergantung pada beberapa hal:
1.
Level distribusi dan tingkat
kesulitan dari aset yang diklasifikasikan.
2.
Level dan komposisi dari
berkurangnya nilai aset.
3.
Kecukupan dari cadangan
penilaian kembali.
4.
Bukti adanya kemampuan untuk
mengadministrasikan dan memperoleh kembali kredit bermasalah.
Hasil akhir dari
manajemen aset/liabilitas itu akan bermuara kepada kemampuan untuk menutup
kerugian dan menyediakan kecukupan modal, pendapatan yang semakin baik serta
kualitas dan komposisi pendatan bersih semakin baik.
Assets/liability management bank syariah lebih banyak bertumpu pada akualitas aset dan hal itu
akan menentukan kemampuan bank untuk meningkatkan dayatariknya kepada nasabah
untuk menginvestasikan dananya melalui bank tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
ALMA adalah
suatu proses dari perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan yang berfungsi
sebagai pengendalian aktiva dan pasiva secara terpadu yang saling berhubungan
dalam usaha mencapai keuntungan bank.
2.
Tugas utama
ALMA adalah memaksimumkan laba, meminimalkan risiko, dan menjamin tersedianya
likuiditas yang cukup.
3.
Setiap usaha
bank pada umumnya dihadapkan pada risiko-risiko Financing Risk (Credit
risk), Liquidity risk, Pricing risk, Foreign exhange risk, Gap risk, Kontinjen
risk.
4.
Risiko likuiditas adalah risiko dalam
perbankan yang biasanya timbul dari cara bank mengelola Primary dan Secondary Reserve
serta pendanaannya sehari-hari.
5.
Risiko Interest Maturity Gap sebagian
besar dari asset dan liability bank adalah interest bearing dan
karenanya dikategorikan sebagai “interest rate sensitive”.
6.
Potensi
risiko fluktuasi tingkat bunga itu dapat timbul manakala terjadi gap
antara aset dan liabilitas.
7.
ALMA framework merupakan ALMA yang kuat
akan memberikan
landasan meliputi strategi, manajemen, penunjang dan pelaksana dengan Kerangka
proses ALMA tersebut.
8.
SARAN
Semoga
makalah ini berguna bagi kita semua dan bisa menjadi referensi dalam
penulisan-penulisan. Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan baik dari segi
isi maupun sistematika penulisan. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun sehingga membuat penulisan yang lebih baik di masa
mendatang serta tanggapan dari pembaca untuk perbaikan makalah ini agar lebih
baik dan sistematis.
REFERENSI
Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, MBA. 2007. Bank and Financial Institution
Management. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
_____. Islamic Banking. 2010. Jakarta: Bumi Aksara.
Ir. Adiwarman A. Karim, SE, MBA, MAEP. 2010. Bank Islam: Analisis Fiqih
dan Keuangan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. edisi ke-4, cet ke-7.
DR. Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec. 2011. Bank Syariah dari teori ke praktek. Jakarta:
Gema Insani. cet ke-17.
Dahlan siamat. 2005. manajemen lembaga keuangan kebijakan moneter dan
perbankan. Jakarta: LP FEUI. edisi 5.
[1] Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, MBA, dkk, Bank and
Financial Institution Management, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007),
hlm. 372
[2] Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, MBA dan Ir. H.
Arviyan Arifin, Islamic Banking, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 534
[4] Ir. Aadiwarman A. Karim, SE, MBA, MAEP, Bank
Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2010), edisi ke-4, cet ke-7, hlm. 451
[5] DR.
Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec, Bank Syariah dari teori ke praktek, (Jakarta:
Gema Insani, 2011), cet ke-17, hlm. 177
[37] Dahlan siamat, manajemen lembaga keuangan
kebijakan moneter dan perbankan, (jakarta: LP FEUI, 2005), edisi 5, hlm 325
Komentar