Assets and Liability Management (ALMA)



BAB I
PENDAHULUAN
Manajemen aktiva dan pasiva yang disebut pula dengan  Assets and Liability Management (ALMA) sudah dapat dipastian ada pada setiap bank. Kedua sisi neraca yaitu sisi pasiva yang menggambarkan sumber dana dan sisi aktiva yang menggambaran penggunaan (aloasi) dana harus dikelola secara efesien, efetif, produktif, dan seoptimal mugkin karena merupakan bisnis utama bagi setiap bank.[1]
Keberadaan ALMA ini adalah untuk mengelola risiko-risiko yang kemugkinan timbul dalam dalam kegiatan bisnis sehari-hari yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengoptimalkan pendapatan sekaligus membatasi risiko assets dan liabilities dengan mematuhi ketentuan kebijakan moneter dan pengawasan bank melalui suatu organisasi yang disebut ALMA.[2]
Dalam pelaksanaannya, untuk menetapkan suatu kebijakan, ALMA membutuhkan informasi yang cukup dan hasil analisis yang yang tepat. Dengan demikian, ALMA yang kuat dan berkualitas akan memberikan landasan kuat dan jelas dalam menetapkan strategi bisnis bank. Melalui ALMA ini diharapkan:[3]
1.      Adanya penetapan kebijakan bisnis yang jelas, terarah, dan terukur
2.      Adanya arah dan tujuan yang jelas bagi manajemen dalam proses pelaksanaan tugas serta cara dalam menetapkan standar-standar opersional bank.
3.      Diperolehnya data yang akurat serta menjamin bahwa data tersebut dapat menunjang keputusan ALMA
4.      Berkualitasnya analisis yang dilakukan dalam memberikan berbagai alternatif strategi ALMA sebelum manajemen mengambil keputusan.
5.      Memudahkan dalam manajemen likuiditas sehingga dana dapat di kelola dengan baik pada suatu tingkat suku bunga tertentu agar senantiasa dapat memenuhi kewajiban dan dapat memanfaatkan setiap peluang yang ada.
6.      Mampu meminimalkan gap sehingga dapat mengoptimalkan pendapatan dan memperkecil risiko.
7.      Mampu mengambil keputusan yang tepat dalam mengelola valuta asing (terutama ketika terjadi fluktuasi yang tinggi) dan mengelola gap untuk tiap-tiap mata uang dan antar mata uang untuk menghasilkan keuntungan yang optimal dengan tetap memerhatikan kemungkinan risiko yang terjadi.
8.      Mampu melakukan manajemen pricing secara tepat sebagai langkah strategis dalam menetapkan tingkat suku bunga (kredit dan dana) dengan tetap memerhatikan gap dan tidak mengganggu likuiditas.
ALMA bank syariah lebih tertumpu pada kualitas aset yang akan menentukan kemampuan bank untuk meningkatkan daya tariknya kepada nasabah untuk menginvestasikan dananya melalui bank tersebut yang berarti meningkatkan kualitas pengelolaan dananya. Teknik fund gap manajemen masih tetap relevan untuk digunakan dalam ALMA bank syariah, meskipun bank syariah tidak secara langsung berurusan dengan tingkat bunga.[4]
Proses pemilihan investasi itu harus dilakukan dengan seksama karena kesalahan dalam pemilihan bentuk investasi akan membawa akibat bank tidak bisa memenuhi kewajibannya kepada para nasabah.[5]
Tugas utama ALMA adalah memaksimumkan laba, meminimalkan risiko, dan menjamin tersedianya likuiditas yang cukup. Potensi risiko yang dihadapi oleh bank konvensional juga dihadapi oleh bank syariah, kecuali risiko tingkat bunga, karena prinsip profit and loss sharing yang menjadi landasan sistem operasionalnya.[6]

BAB II
PEMBAHASAN
MANAJEMEN ASET DAN LIABILITAS (ALMA)
A.                Defenisi ALMA
ALMA adalah manajemen struktur neraca bank dengan tujuan untuk memaksimalkan pendapatan, mengendalikan biaya dalam batas-batas risiko tertentu.[7]
Di dalam buku yang lain, ALMA adalah suatu proses dari perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan yang berfungsi sebagai pengendalian aktiva dan pasiva secara terpadu yang saling berhubungan dalam usaha mencapai keuntungan bank.[8]
B.                 Pengertian Risiko ALMA
Setiap usaha bank pada umumnya dihadapkan pada risiko-risiko sebagai berikut:[9]
1.         Financing Risk (Credit risk): risiko debitur tidak akan memenuhi kewajibannya tepat pada waktunya (kelambatan angsuran atau pelunasan) atau lalai membayar. Risiko kredit dapat menimbulkan risiko likuiditas.
2.         Liquidity risk: risiko bahwa bank tidak akan dapat memenuhi kewajibannya pada waktunya atau hanya dapat memenuhi kewajiban melalui pinjaman darurat (mungkin dengan bunga yang tinggi) atau menjual aktivanya (mungkin dengan harga yang lebih rendah).
3.         Pricing risk: risiko kerugian sebagai akibat perubahan tingkat suku bunga, yang bisa dalam bentuk menurunnya margin dari penanaman atau kerugian sebagai akibat menurunnya nilai aktiva. Resiko ini sebagai akibat Net Interest Margin (NIM), atau tidak terpenuhinya likuiditas atau terjadinya gap karna tidak tepatnya perhitungan Pricing atas Assets / Liability.
4.         Foreign exhange risk: risiko kerugian sebagai akibat perubahan tingkat kurs terhadap “open position” karena adanya gerakan kurs yang merugikan.
5.         Gap risk: risiko kerugian dari ketidakseimbangan interest rate maturity karena adanya pergerakan tingkat bunga yang merugikan.
6.         Kontinjen risk: risiko yang timbul sebagai akibat transaksi kontinjen, misalnya pembukaan L/C, bank garansi dan kontrak valuta asing berjangka.
C.                Risiko perdagangan Valuta Asing
Risiko ini hanya terjadi pada bank konvensional. Risiko perdagangan valuta asing merupakan resiko yang timbul dari posisi bank dalam berbagai mata uang asing, yaitu long, short atau square yang tergantung pada apakah sisi aset mata uang tertentu lebih besar, lebih kecil atau seimbang dibandingkan dengan sisi liability-nya.[10]
Contoh: Balance sheet

Posisi 1GBP
Posisi 2 USD
Posisi 3 DM
Posisi 4 SIN
Due from bank
400
1.100
700
500
Interbank placings
6.400

8.000
6.500
5.200
Investment security
2.000
3.500
1.500
4.000
Comercial loans
8.100
14.500
12.000
6.4000
Total assets
17.000
27.100
20.700
16.100
Demand deposit
1.200
2.000
1.400
1.000
Time deposit
7.500
14.500
10.300
4.800
Interbank takings
4.000
8.000
7.300
10.000
Capital account
1.500
2.200
1.700
1.400
Total liabilities
14.200
26.700
20.700
17.700
Posisi
Long 2.800
Long 400
Square 0
Short (1.100)
Posisi bank dalam satu atau lebih mata uang asing dipengaruhi oleh berbagai jenis transaksi keuangan.[11]
Contoh transaksi
Akibatnya (diasumsikan posisi bank sebelumnya adalah “square”)
Salah satu nasabah membeli DEM dengan valuta RPH
Salah seorang dealer membeli YEN dengan valuta RPH
Nasabah menyetor cek USD untuk keuntungan rekening dan bank menyetor cek nsabah tersebut untuk keuntungan rekening nostronya di Chase New York


Bank menegosiasi wesel ekspor dalam USD dengan RPH

Salah seorang dealer menjual USD untuk membeli valuta SIN

City bank tokyo mendebet rekening bank nostro bank untuk menegosiasi L/C impor YEN dan bank mendebit rekening RPH nasabah dengan nilai ekuvalentnya
·         RPH Long Position
·         DM Short Position
·         YEN long position
·         RPH short position
·         Sisi assets dan liability untuk USD naik dengan jumlah yang sama
·         Tidak ada perubahan posisi foreign exchange

·         USD long position
·         RPH short position

·         SIN long position
·         USD short position

·         RPH long position
·         Yen short position
Contoh:[12]
1.         Pengelolaan posisi perdagangan luta asing suatu bank akan menampilkan peluang (opurtunitie) dan resiko sekaligus, yaitu:
a.         Trader valuta asing yang cerdik dan mempunyai informasi luas akan menghasilkan keuntungan yang banyak untuk bank, seperti sebagai berikut:
1)        Dealer akan memperkirakan akan terjadi kenaikan tingkat bunga YEN.
2)        Atas dasar itu, dealer mengambil posisi long sebbesar YEN 1 miliyar.
3)        Ternyata YEN sungguh menguat dari 154 ke 151,50 terhadap USD.
4)        Posisi YEN 1 miliyar saat ini bernilai sebesar USD 6.600 dibandingkan dengan USD 6.493 pada saat deal dilaksanakan, berarti diperoleh sebesar USD 173.
b.        Risiko yang mungkin timbul jika terjadi kesalahan interprestasi atas laporan BOJ, atau adanya kekuatan lain yang mampu mempengaruhi pasar valuta yen kearah yang berlawanan antara lain:
1)        Dalam kasus ini, misalnya YEN melemah menjadi 156 vs USD.
2)        Hasil posisi YEN 1 miliyar sekarang akan bernilai sebesar USD 6.410 dibandingkan USD 6.493 pada waktu deal dilaksanakan, hingga tejadi rugi sebesar USD 83.520.
2.         Manajemen setiap bank setidaknya secara umum menjadikan bahwa resiko perdagangan vlauta asing harus dikella dan dikontrol namun dalam banyak hal muncul kekurangan yang berkisar antara yang ralatif kecil sampai dengan yang berbahaya, seperti berikut:
a.         Bank sering gagal mengenali melalui berbagai limit, resiko yang melekat pada pada setiap perdagangan valuta asing yang tergantung dari tingkat perhatian yang diberikan untuk hal tersebut.
b.      Bagi bank yang memiliki multiple dealing locations, lemahnya koordinasi pengawasan dapat berakibat bank beroperasi dengan risiko yang besar.
c.       Bank dapat saja menganggap bahwa memeliahara posisi long pada suatu mata uang akan menghasilkan keuntungan dibandingkan dengan mata uang lain, yang mengalami depresiasi terhadap mata uang yang bersangkutan, tetapi lupa memperhitungkan biaya yang sebenarnya untuk pemeliharaan posisi tersebut.
D.                Risiko Likuiditas
Likuiditas secara luas dapat didefenisikan sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai.[13] Risiko likuiditas adalah risiko dalam perbankan yang biasanya timbul dari cara bank mengelola Primary dan Secondary Reserve serta pendanaannya sehari-hari.[14]
1.         Risiko yang ada dalam pengelolaan primary reserve dapat berupa risiko berikut ini:
a.         Reserve yang dipelihara terlalu tinggi dari yang dibutuhkan. Keadaan ini berakibat pada pengorbanan tingkat bunga.
b.        Reserve requirement tidak dapat dipenuhi, sehingga dapat berakibat dikenakan pinalti oleh bank indonesia serta timbulnya masalah bagai bank sendiri.
2.         Risiko yang  berkaitan dengan pengelolaan secondary reserve bisa terjadi karna hal-hal berikut:
a.           Manajemen terlalu berhati-hati sehingga cadangan yang dipelihara lebih tinggi dari tingkat yang seharusnya dengan konsekuensi mengorbankan suatu jumlah tertentu dari pendapatan bunga.
b.          Dana yang ada tidak dapat memenuhi kewajiban, hingga akan menyebabkan:
                                                       1)           Tingginya biaya dana untuk menutup kekurangan dana yang diperlukan.
                                                       2)           Turunnya reputasi bank karena bank tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3.         Risiko yang terdapat dalam pengelolaan dana sehari-hari bisa berupa risiko berikut ini:
a.           Kemungkinan bank harus membayar bunga yang terlalu tinggi untuk likuiditas yang dibelinya jika kebutuhan dana tidak diidentifikasikan secara tepat waktu hingga dealer dipaksa masuk ke pasar pada waktu yang tidak menguntungkan.
b.          Kelebihan likuiditas mungkin terpaksa ditempatkan dengan rate yang tidak menguntungkan karena bank terlambat mengidentifikasi adanya kelebihan tersebut, sehingga dealer tidak mempunyai kesempatan untuk menjual/ menawarkannya pada waktu yang tepat.

Sebaliknya, kesempatan untuk meningkatkan performance bank melalui pengelolaan likuiditas yang efektif adalah cukup besar.[15]
a.         Pengelolaan yang ketat terhadap posisi cadangan wajib akan menjamin bahwa sambil menjaga cadangan yang dipersyaratkan, giro di bank indonesia dan uang kas akan dapat dikendalikan pada jumlah yang minimal, hingga suatu hasil yang berharga dapat dicapai dengan tingkat marginal cost dari kelebihan likuiditas tersebut, misalnya antara 14%-16%.
b.         Pengelolaan secondary reserve yang efektif juga sangat berarti bagi bank karena hal-hal berikut.
1 )      Reputasi bank akan terjaga baik karena senantiasa dapat memenuhi kewajibannya.
2 )      Pembiayaan darurat yang terlalu tinggi dapat dihindarkan.
c.         Akhirnya pengelolaan secara baik dan mantap dalam operasi sehari-hari akan menghasilkan dua dampak positif, yaitu sebagai berikut.
1 )      Setiap kelebihan likuiditas akan dapat diketahui dan di atur pemanfaatannya dalam waktu yang tepat.
2 )      Kekurangan likuiditas dapat diketahui sejak dini, hingga penambahannya dapat dilakukan dengan biaya yang pantas.
Posisi likuiditas bank secara lansung maupun tidak lansung dipengaruhi oleh keputusan yang dibuat dan tindakan yang diambil oleh manajemen bank serta kegiatan yang dilaksanakan oleh unit-unit usahanya. Contoh:[16]
No
Keputusan / tindakan
Dampak terhadap likuiditas
1
Bank menaikkan bunga deposito jangka waktu 3 dan 6 bulan
Likuiditas jangka pendek akan membaik dengan jangka waktu yang lebih panjang lebih menarik
2
Diperkirakan akan ada kenaikan tingkat bunga, bank memilih posisi gap positif untuk jangka waktu 1 sampai 30 hari
Sejalan dengan harta jangka pendek yang naik setara dengan kewajiban jangka pendek, likuiditas jangka pendek juga meningkat
3
Suatu obligasi jangka panjang dalam jumlah besar dicairkan dan hasilnya di tempatkan overnigth untuk jangka waktu 1 minggu
Likuiditas jangka pedek bank, terutama “basic surplus”nya akan naik
4
Bank mengalihkan sebagian besar dari paket kredit untuk pembiayaan proyek ke paket kredit jangka pendek ( 3-6 bulan )
Postur likuiditas bank akan menjadi lebih konservatif dan likuiditas jangka menengah dan meningkat
5
Kredit jangka panjang dalam jumlah besar untuk jangka waktu 3 tahun di belanjai dengan dana jangka pendek 3 bulan.
Postur likuiditas bank akan menjadi lebih agresif dan likuiditas jangka waktu menengah akan berkurang
Selanjutnya, apapun kebijakan likuiditas yang ditempuh oleh bank, keadaan aktual likuiditas suatu bank akan dipengaruhi oleh keadaan pasar dan faktor lainnya, seperti berikut:[17]
No
Kejadian
Dampak terhadap likuiditas
1
Bank sentral menurunkan ketentuan reserve requirements
Likuiditas naik karena adanya pencairan dana yang semula ditahan dalam reserve assets
2
Suatu instrumen likuiditas baru yang menarik diperkenalkan dipasar
Likuiditas naik karena bank dilengkapi dengan instrumen baru dalam pengelolaan likuiditasnya
3
Tingkat bunga di pasar naik dan cendrung terus-menerus
Membingungkan, dampak likuiditasnya netral karena penyimpan maupun peminjam berusaha bertahan dalam dana jangka panjang
4
Adanya boom dalam perkembangan ekonomi yang mengakibatkan kecendrungan peningkatan permintaan kredit
Likuiditas menurun karena persaingan untuk mendapatkan dana di pasar meningkat dengan tajam
5
Bank sentral memutuskan untuk memotong counter funding kredit sebesar 50%
Likuiditas turun karena persaingan di pasar dana yang semakin ketat untuk mendapatkan pengganti counter funding yang di tarik bank indonesia
Pada dasarnya manajemen bank umum menyadari perlunya memelihara likuiditas yang memadai, tetapi terdapat pula beberapa kelemahan pada beberapa bank, terutama mengenai cara pengendalian, pengelolaan dan pengawasan likuiditasnya, seperti sebagai berikut:[18]
a.         Pada sebagian bank, proyeksi likuiditasnya dipergunakan tidak lebih dari 30 hari (ada pula yang hanya 7 hari).
b.         Perhatian terhadap (kecilnya kesadaran akan) akibat keputusan ALMA atau keputusan bisnis lainnya pada posisi likuiditas bank sering kurang.
Likuiditas yang tersedia harus cukup, tidak boleh terlalu kecil sehingga menganggu ebutuhan operasional sehari-hari, tetapi juga tidak boleh terlalu besar karena akan menurunkan efesiensi dan berdampak pada rendahnya tingkat profitabilitas.[19]
E.                 Risiko Interest Maturity Gap
1.         Sebagian besar dari asset dan liability bank adalah interest bearing dan karenanya dikategorikan sebagai “interest rate sensitive”.[20]
a.         Rate Sensitive Assets (RSA) adalah suatu aset yang mengandung pricing yang akan efektif pada:[21]
1)        Final Maturity (jatuh tempo) dari aset tersebut, misalnya obligasi mudharabah atau pembiayaan mudharabah.
2)        Tanggal dilakukannya penyesuaian bagi hasil atau dikenal juga dengan istilah Interest Rate Maturity, misalnya pembiayaan mudharabah dengan nisbah yang dapat diubah sesuai kesepakatan.
b.      Rate Sensitive Liability (RSL) adalah liability yang mengandung pricing yang aan efetif pada:[22]
1)        Final maturity dari liabilities yang bersangkutan misalnya dana dari PUAS (pasar uang antar bank syariah) atau deposito berjangka.
2)        Suatu tanggal tertentu untuk penetapan kembali nisbah misalnya giro mudharabah dan tabungan mudharabah.
2.         Pengelolaan gap membuat perbedaan yang jelas antara tanggal jatuh tempo (final maturity date) dengan tanggal penyesuaian tingkat bagi hasil.[23]
a.         Final maturity dari assset maupun kewajiban adalah tanggal pada saat dana yang diwujudkan dalam asset/liability yang bersangkutan, harus dicairkan (dan hal ini sperti telah dibahas sebelumnya adalah sangat penting bagi pengelola likuiditas).
b.        Interest rate maturity dari asset maupun liabilitas adalah tanggal pada saat assets atau liabiltiies tersebut akan dapat disesuaikan tingkat bagi hasilnya.
3.         Risiko gap muncul apabila pada suatu periode tertentu terjadi/ terdapat ketidak seimbangan antara interest rate maturity dari asset dan liability sehingga pendapatan bank menjadi sensitif terhadap perubahan tingkat bagi hasil di pasar.[24]
4.         Gap akan tercipta naik/ turun bila suatu asset di danai dengan liability yang mempunyai interest rate maturity yang berbeda (misalnya: diasumsikan posisi yang ada, adalah tanpa gap) :[25]
a.         Jika suatu asset yang dinilai kembali dalam waktu 6 bulan (misalnya: kredit untuk 6 bulan) didanai dengan suatu “overnight” liability, maka gap bank untuk periode 1 minggu menjadi negatif dan untuk 3-6 bulan menjadi positif sebesar jumlah yang sama.
b.        Jika bank menciptakan liability jangka waktu satu tahun, dengan bagi hasil tetap dan menempatkannya dalam bentuk assets berjangka waktu 30 hari dengan rate tetap  maka bank untuk perioade 6-12 bulan menjadi negatif dan untuk periode 8 hari sampai 1 bulan menjadi positif.
c.         Jika hasil yang diterima  dari penciptaan liability berjangka waktu 2 tahun dengan penilaian kembali setiap 6 bulan, ditempatkan sementara dalam asset yang tidak mengandung bagi hasil (wadiah) maka dampak gapnya hanya pada gap untuk periode 3-6 bulan yang menjadi negatif.
d.        Jika suatu asset dikonversiakan kedalam asset berjangka waktu 2 bulan  dengan rate tetap, dampak gapnya adalah pada gap bank untuk periode 1-3 bulan yang menjadi positif (suatu non RSA dikonversikan ke RSA)
5.         Berhasil atau gagalnya dalam mengelola GAP tergantung pada kemampuan ALMA Bank dan Staf pendukungnya dalam meramalkan keadaan ekonomi/ politik yang aktual maupun yang diperkirakan akan terjadi di masa yang akan datang.[26]
Kejadian Politik/ Ekonomi
Kemugkinan Dampaknya terhadap tingkat Bagi Hasil
Tingkat inflasi dalam 6 bulan terakhir meningkat dan tidak ada tanda-tanda akan membaik.
Tingkat bagi hasil akan menaik, terutama untuk jangka pendek/ menengah.
Likuiditas di pasar meningkat, karena tingginya ekspor di sektor utama/ penting.
Akan ada tekanan ke bawah terhadap tingkat profit jangka pendek.
Pemerintah telah mengambil “kebijakan pertumbuhan dengan biaya berapapun” untuk mendorong investasi dan memotong pengangguran guna mengurangi kegelisahan dalam masyarakat.
Tingkat bagi hasil pada tahap permulaan akan turun, namun dalam jangka panjang akan naik.
Kekhawatiran akan adanya perang, mengakibatkan pencairan deposito di bank, pelonjakan harga emas dan terbatasnya likuiditas antar bank.
Tingkat bagi hasil akan naik dalam waktu singkat.
6.         Beberapa jenis risiko ALMA, risiko gap merupakan risiko yang paling sedikit mendapat perhatian manajemen bank sehingga sering terjadi ketidaktepatan dalam cara pengelolaannya dan pengendalian interest maturity gap. Contohnya berikut ini:[27]
a.         Gap bank tidak diperhitungkan dan tidak diikuti sama sekali akibatnya:
1)        Gap bank yang terjadi tidak dapat dikelola.
2)        Net interest income (NII) bank sangat tergantung pada baik/buruknya penigkatan bagi hasil.
b.        Dalam hal lainnya, manajemen berusaha untuk menelusuri dan mengukur posisi gap. Namun hal tersebut terhambat oleh lemahnya MIS, seperti:
1)        Informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan yang baik mungkin tidak tersedia pada waktunya.
2)        Informasi yang diterima mungkin salah, sehingga menyebabkan keputusan yang diambil mengarah kepada hasil yang tidak diharapkan.
c.         Dampak dari keputusan gap terhadap aspek ALMA lainnya kurang mendapat perhatian, misalnya:
1)        Kurangnya perhatian atas dampak keputusan gap terhadap likuiditas.
2)        Strategi gapping dan strategi pemberian kredit kemungkinan tidak diintegrasikan dengan baik.
Penyebab utama terjadinya risiko kredit adalah terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas. Akibatnya, penilaian kredit kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai kemugkinan risiko usaha yang dibiayainya. Risiko ini akan semakin tampak ketika perekonomian dilanda krisis atau resesi.[28]
F.                 Risiko Kebijakan Penetapan Harga
1.         Umumnya manajemen di semua bank sadar bahwa bank harus mengatur penetapan harga asset dan liabilitynya dengan cara yang bisa memberikan Net Interest Income (NII) bagi bank.[29]
2.         Metode pengaturan penetapan harga yang dipergunakan bank tidak tepat sehingga NII tidak bisa di capai secara optimal, sehingga laba secara keseluruhan menjadi rendah, contohnya sebagai berikut:[30]
a.         Beberapa bank mendasarkan keputusan penetapan harga kreditnya pada biaya dana rata-rata.
1)        Biaya pendanaan suatu tambahan kredit atau kelompok kredit pada kenyataan adalah sama dengan biaya marginal dari dana bank.
2)        Biaya marginal dari biaya tersebut jelas lebih mahal dari pada biaya dana rata-rata bank.
3)        Maka suatu tambahan kredit yang harganya ditetapkan berdsarkan biaya dana rata-rata hampir pasti akan mengurangi NII bank secara absolut.
b.        Kebanyakkan bank memasukkan biaya pelayanan ke dalam struktur penetapan harganya, namun yang digunakan adalah alokasi biaya secara rata-rata.
1)        Biaya pelayanan bank yang sebenarnya dalam penciptaan kredit atau deposito baru/ tambahan pada kenyataannya hanyalah sebesar biaya marginal dari pelayanan tersebut.
2)        Biaya pelayanan marginal sangat jauh lebih kecil dari pada biaya rata-rata.
3)        Penggunaan biaya pelayanan rata-rata aan mengakibatkan harga pokok kredit menjadi tinggi dan harga produk dana menjadi rendah sehingga tidak dapat bersaing.
c.         Hampir semua bank telah memperhitungkan unsur risiko sebagai komponen dalam kebijakan penetapan harganya namun yang dipergunakan adalah rata-rata atau terbatas pada dua atau tiga segmen risiko saja.
1)        Dalam kategori risiko utama dari industry risk dan company risk terdapat perbedaan segmentasi risiko yang cukup luas diantara para peminjam.
2)        Kegagalan untuk mengenali perbedaan ini bisa mengakibatkan dua macam hasil yang tidak diinginkan, yaitu kredit yang berkualitas dengan harga yang terlalu tinggi dan yang berkualitas buruk dengan harganya terlalu rendah.
d.        Bank sering mengabaikan efek portofolio dari keputusan pricing
1)        Diversifikasi portofolio adalah suatu kunci untuk suksesnya suatu risk management dalam suatu bank, sehingga bank yang dikelola dengan baik biasanya mengadakan divesifikasikan dalam menyusun targetnya (misalnya atas dasar sektor industri/bisnis).
2)        Secara logis suatu bank harus melakukan penyesesuaian dalam kebijakan “pricing” untuk mencapai tujuan portofolio yang telah digariskan. Misalkan:
a)         Mengurang harga untuk mendorong kredit kesktor  yang masih berada dibawah target portofolio.
b)        Menaikan harganya untuk mengurangi kredit kepada sektor yang sudah berada diatas taret portofolio bank.
3.         Pemisahan margin ke dalam dua kategori/ kelompok merupakan hal yang penting bagi bank.[31]
a.         Laba atau rugi yang diperoleh bisnis /produk (misalnya: pemberian kredit dan pengerahan dana).
1)        Risk premium
2)        Penggantian biaya pelayanan
3)        Profit margin
b.        Laba atau rugi yang timbul dari keputusan ALMA, misalnya:
1)        Penciptaan interest rate gap (misalnya: mendanai kredit yang berjangka waktu lebih pajang dengan dana antarbank jangka pendek yang bunganya lebih rendah )
2)        Menghindari resiko dari suatu currency dengan cara mendanai kredit dalam currency yang berbeda.

Potensi risiko fluktuasi tingkat bunga itu dapat timbul manakala terjadi gap antara aset dan liabilitas. Untuk meminimalkan risiko tersebut, digunakanlah alat yang disebut fund gap management untuk yang disebut pertama dan duration gap management untuk yang disebut terakhir. Secara umum, aset/ laibilitas dikatakan sensitif bila memiliki sebagian atau seluruh dari tiga karakteristik berikut ini:[32]
1.         Jika pendapatan atau biaya bunga dari komponen-komponen aset/ liabilitas mudah berubah-ubah mengikuti perubahan tingkat bunga pada suatu periode (time horizon) tertentu.
2.         Cash flow dari komponen-komponen aset/ liabilitas mudah keluar masuk jika terjadi perubahan tingkat bunga.
3.         Repriceable, yaitu aset/ liabilitas yang dapat diperbaharui tingkat bunganya dalam jangka waktu tertentu mengikuti perubahan tingkat bunga.
G.               
Current and Expected Market Rates
Competitive Forces
and Pricing
Gap Management Objectives (e.g target Maturity Structure)
Liquidity Management Objectives
Portfolio Composition Objectives
Bank Indonesia and Public Policy Factor
Internal Cost Structure (e.g. Scale Economics)
Strategic 
Objectives
(e.g. Market Share)
Pricing Policies Guidelines Decisions
MARKET FACTORS
BUSINESS FACTORS
ALMA FACTORS
Faktor yang Berperan dalam Keputusan Pricing















Akibat dari faktor-faktor di atas bank selalu menghadapi risiko bahwa keputusan pricing-nya mugkin tidak berhasil mendukung tercapainya sasaran bisnis dan ALMA pada tingkat biaya yang wajar. Dalam praktiknya mugkin akan mengarah pada hasil yang berlawanan.[33]
a.         Dalam beberapa hal pricing kredit dari suatu bank mugkin pada dasarnya telah baik, tetapi hasilnya tidak seperti yang diharapkan karena:
1)        Terlalu menekankan kepada tercapainya market share yang diinginkan misalnya menarik kredit berkualitas kendatipun dengan mengorbankan profit margin;
2)        Target pricing yang ingin dicapai berada dalam range wilayah atau industri yang sempit (gagal dalam mencapai portofolio)
b.         Suatu bank mugkin telah menentukan harga depositonya atas konsep marginal (benar sampai pada suatu titik tertentu), tetapi lupa pada dampak skala yang mugkin timbul, misalnya:
1)        Pada titik tertentu, suatu sistem komputer baru mugkin dibutuhkan untuk menangani pertambahan volume
2)        Demikian pula mengenai penambahan karyawan mugkin perlu dilakukan.
3)        Pada suatu tingkat efektivitas tertentu, bahkan gedung pun mugkin harus diperbesar.
c.         Bank mugkin telah melaksanakan pricing secara rasional dengan menjalankan strategi negative gapping jangka pendek, tetapi lupa memperhitungkan dampak likuiditas kebijakan tersebut:
1)        Bank akan selalu kekurangan dana;
2)        Likuiditas jangka pendek akan merosot.




H.                ALMA Framework
Untuk mengelola risiko-risiko di atas diperlukan kerangka proses ALMA yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat memaksimumkan pendapatan sekaligus membatasi risiko assets dan liabilities dengan mematuhi ketentuan kebijakan moneter dan pengawasan bank.[34]
ALMA yang kuat akan memberikan landasan meliputi strategi, manajemen, penunjang dan pelaksana. Kerangka proses ALMA tersebut merupakan ALMA framework, seperti terlihat gambar pada gambar berikut:[35]
MENETAPKAN KEBIJAKAN DAN TUJUAN
INFORMASI PENUNJANG
PELAKSANAAN
Pengumpulan informasi eksternal
Menyusun dan menilai skenario
Pengumpulan % analisis data internal
Manajemen Likuiditas
Manajemen Gap
Manajemen Pendapatan (earning)
PROSES MANAJEMEN
Text Box: ORGANISASI DAN SKIILSText Box: HASIL 















Yang dimaksud dengan ALMA framework adalah:[36]
a.         Adanya penetapan kebijakan dan strategi ALMA oleh unit organisasi yang memiliki kewenangan formal dan SDM yang profesional;
b.         Adanya tujuan/ arah bagi manajemen dan petugas dalam proses pelaksanaan tugas dengan cara menetapkan standar-standar tertentu;
c.         Adanya pengumpulan data internal/ eksternal yang dapat menjamin bahwa data yang terkumpul tersebut sudah cukup untuk menunjang keputusan ALMA, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang;
d.        Adanya analisis yang mengembangkan skenario untuk menguji berbagai alternatif strategi ALMA sebelum keputusan diambil serta petugas yang mamantau efektivitas pelaksanaan keputusan tersebut;
e.         Adanya manajemen likuiditas yang mampu mengelola dana dengan baik pada suatu tingkat bunga yang wajar, agar dapat memenuhi setiap kewajiban dan memanfaatkan kesempatan baru;
f.          Adanya manajemen gap yang bertujuan untuk memaksimumkan pendapatan dan memperkecil risiko, yang dihubungkan dengan besarnya gap (mismatch karena maturity atau sifat-sifat re-pricing);
g.         Adanya manajemen valuta asing yang mengelola besarnya gap tiap-tiap mata uang dan daftar mata uang yang tercantum dalam batas-batas risiko teertentu.
h.         Adanya manajemen pricing yang menjamin bahwa strategi penetapan tingkat bunga dapat menunjang proses pelaksanaan manajemen gap, likuiditas dan manajemen valuta asing untuk memaksimalkan pendapatan.
I.                   Pentinganya ALMA
Beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya Asset-Liability Mângement dapat disebutkan antara lain:[37]
1.         Tingkat bunga yang berfluktuasi;
2.         Perubahan struktur sumber dana;
3.         Meningkatnya kebutuhan modal;
4.         Persaingan yang semakin tajam;
5.         Perkembangan system informasi;
6.         Meningkatnya peran perbankan;
7.         Ketersiaan dana di pasar uang;
8.         Perubahan komposisi aset bank;
9.         Penekanan penilaian kinerja bank semakin meningkat;
10.     Meningkatnya biaya operasional.
J.                  Dilema Asset-Liability Mângement
Tujuan utama ALMA adalah untuk menstruktur portofolio sisi aktiva dan pasiva (assets-liabilities) bank secara konsisten, terkoordinasi, dan terpadu dalam rangka memmaksimalkan keuntungan. Masalah utama yag sering dihadapi oleh bank dalam ALMA adalah memecahkan konflik atau dilema antara likuiditas dan keamanan di satu pihak dengan kemampuan meningkatkan laba di lain pihak. Di lema semacam ini dalam ALMA disebut liquidity vs profitability atau kadang-kadang disebut safety vs earning.[38]
Dalam usaha mempertinggi tingkat profitabilitasnya, manajemen bank untuk mengalokaskan dananya ke dalam aktiva produktif, sementara harus pula memperhatikan kebutuhan likuiditas dan keamanan aktiva tersebut. Disinilah timbulnya suatu dilema dimana bank dihadapkan pada suatu konflik antara likuiditas atau keamanan di satu pihak dengan profotabilitas di pihak lain dalam pengelolaan sisi aktiva bank.[39]
K.                Kebijakan ALMA
1.      Organisasi ALMA[40]
Organisasi ALMA dalam suatu bank terdiri dari Asset Liability Committee (ALCO) atau unit organisasi lainnya yang mempunyai hak formal yang sama dengan ALCO dan ALCO Support Group (ASG).
a.         Anggota ALCO terdiri dari:
1)        Direksi (pimpinan tertinggi bank)
2)        Pimpinan unit kerja operasional dan unit kerja yang mempunyai hubungan dengan tugas ALMA, seperti treasury, kredit, tekhnologi, financial control.
b.        Anggota ASG terdiri dải kelompok manajer profesional/ analis yang secara penuh tugasnya membantu ALCO. Banyaknya anggota ASG tergantung pada besar/ kecilnya bank dan kecanggihan infrastruktur yang ada pada bank tersebut. Namun anggota ASG tersebut harus mampu menangani semua tugas di bidang ALMA yang meliputi analisis likuiditas, gap, valuta asing dan pricing.
c.         Tanggung jawab ALCO dan ASG
1)        Tanggung jawab ALCO adalah menetapkan tujuan membuat keputusan ALMA, memantau kegiatan dan menalaah hasil pelaksanaan kebijakan ALMA.
2)        Tanggung jawab ASG adalah mengumpulakan data internal dan eksternal, menyusun analisis, mengembangkan strategi dan scenario, membuat laporan, mengajukan saran-saran untuk rapat ALCO dan memantau hasil pelaksanaannya.
Kerangka kerja organisasi ALMA umumnya dapat dikemukakan seperti berikut ini:
Bidang-bidang
Peran Utama
1.        Direksi
Menelaah/ mengesahkan kebijakan
Membuat keputusan akhir
2.        ALCO
Membuat kebijakan ALMA
Mengambil posisi
Membuat keputusan ALMA
3.        ALCO Support Group
Membantu ALCO
Menyusun analisis
Merekomendasi kebijakan dan pricing
Memantau hasil pelaksanaan
4.        Departemen Treasury
Melaksanakan keputusan ALCO
Mengelola posisi
5.        Departemen Lini Lainnya:
a.         Cabang
b.         Unit kerja pemberi kredit
c.         Unit kerja internasional
Mengelola dan memantau risiko kredit
Mengelola hubungan dengan nasabah
Melaksanakan keputusan ALCO
6.        Departemen Penunjang
a.       Riset dan Perencanaan
b.      Hukum
c.       Risk Management
Membantu mengumpulkan data
Memberikan semua bantuan yang diperlukan
Menganalisis kemugkinan risiko yang timbul dan bagaimana mitigasinya.
2.      Proses penetapan kebijakan[41]
Pembuatan kebijakan ALMA dilakukan oleh direksi bank bersama-sama ALCO, kegiatan pembuatan kebijakan terdiri dari menetapkan tujuan, menetapkan kebijakan, dan memberikan petunjuk, membuat keputusan, memantau kegiatan, menelaah hasil pelaksanaan.
Kebijakan harus dibuat tertulis meliputi seluruh bidang ALMA (likuiditas, gap, valuta asing dan pricing). Kebijakan dimaksud antara lain berupa penetapan besarnya limit dan target setiap bidang, rasio, penentuan besarnya secondary reserve, strategi pendanaan dan penanaman, struktur neraca, kebijakan pricing, kebutuhan capital adequacy dan kewenangan dan pendelegasian membuat keputusan. Setiap kebijakan yang telah diputuskan, oleh sekretaris ALCO (ASG) akan disampaikan keseluruh unit kerja yang terkait dengan keputusan tersebut secara tertulis untuk dilaksanakan dan dipantau pelaksanaannya setiap saat, dan pada waktu tertentu ketetapan tersebut perlu pula dimutakhirkan.
L.                 Pendekatan Manajemen Aset-Liabilitas
1.     
Primary Reserve
Secondary Reserve
Loan
Other Securities
Fixed Assets
Demand Deposit
Saving Deposit
Time Deposit
Borrowing
Capital Funds
Pool of Funds Approach
Use of Funds by Priority
Source of Funds
Pool of  Funds Approach













Keterangan:[42]
Primary reserves. Prioritas pertama penggunaan dana bank menurut pendekatan ini adalah memenuhi kebutuhan cadangan primer yaitu ketentuan likuiditas wajib minimum disamping untuk kebutuhan kelancaran operasional bank sehari-hari.
Secondary reserves. Cadangan sekunder ini pada prinsipnya sebagai pendukung apabila cadangan primer tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan likuiditas yang sifatnya jangka pendek dan kebutuhan lain yang tidak dapat diperkiraka.
Loan. Prioritas ketiga pengalokasian dana adalah pemberian kredit (loan). Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk kredit ini mendominasikan penggunaan dân bank.
Investment. Dana yang masih tersisa setelah memenuhi semua prioritas di atas dapat ditanamkan dalam bentuk surat-surat berharga jangka panjang.
Fixed Assets. Pengalokasian dalam aktiva tetap dan instrumen harus dibiayai melalui modal sendiri bank. Jumlah modal yang dapat dialokasikan untuk aktiva tetap dan inventaris ini tidak boleh melebihi ketentuan bank Indonesia.
a.       Keunggulan:[43]
1)        Perhitugan biaya relatif lebih sederhana dan mudah;
2)        Pengelolaan dana yang sederhana;
3)        Lebih mudah dalam pengalokasian, karena menganggap semua jenis dana sama;
4)        Lebih leluasa dalam mengalokasikan.
b.      Kelemahan:[44]
1)        Tidak adanya acuan dalam menetapkan liquidity standar;
2)        Pengabaian terhadap kemugkinan perubahan giro wadiah, tabungan, deposito mudharabah, dan sumber dana lainnya.
3)        Pengabaian likuiditas yang bersumber dari portofolio kredit melalui pembayaran angsuran, bunga, dan pelunasan pinjaman.
4)        Pengabaian peran secondary reserve sebagai salah satu sumber likuiditas.
5)        Menganggap semua jenis dana mempunyai karakter dan risiko yang sama.
6)        Dalam mengalokasikan dana mengabaikan sumber dana (jumlah dana menurut jenis dana, jangka waktu dana, sifat dan karakter dana).
7)        Dalam mengalokasikan dana cenderung menggunakan single rate.
2.     
Demand Deposit

Saving Deposit

Time Deposit

Borrowing

Capital Funds

Primary Reserve
Secondary Reserve
Loan
Other Securities
Fixed Assets
Use of Funds by Priority
Source of Funds
Assets Allocation  Approach










Pendekatan ini merupakan koreksi atau konsep pendekatan pool of funds approach. Pada dasarnya konsep ini menyatakan bahwa tidaklah realistis dengan menganggap bahwa total dana yang dihimpun bank merupakan suatu sumber dana tunggal. Pendekatan assets allocation approach ini umumnya dianut oleh bank yang operasionalnya berdasarkan prinsip unit banking system, dimana kator cabang dapat acting langsung mengelola dana seperti kantor cabang asing.[45]


a.       Keunggulan:[46]
1)        Mengalihkan pengutamaan likuiditas pada profitabilitas
2)        Agregat primary reserve mengalami penurunan sehingga alokasi dana dapat dialihkan pada secondary reserve dan loan yang memberikan peluang meraih keuntungan yang lebih besar.
b.      Kelemahan:[47]
1)        Keputusan dalam menentukan primary reserve didasarkan pada prakiraan atau deposit velocity.
2)        Setiap terjadi over liquid akan berakibat keuntungan akan berkurang.
3)        Adanya anggapan bahwa dana yang telah dialokasikan untuk kredit tidak liquid sehingga penyaluran untuk kredit dianggap bukan sumber likuiditas yang potensial.
4)        Keputusan manajemen aset dan liabilitas dibuat secara independen.
M.               Ruang Lingkup manajemen Aset dan liabilitas
Manajemen dana mencakup semua kegiatan bank yang dapat dilihat dalam pos-pos sisi aktiva maupun pasiva. Pengelolaan dana dari sisi aset atau aktiva lazim dikenal dengan assets management, sedangkan pengelelolaan sumber dana secara keseluruhan adalah liability management in terbagi menjadi dua bagian, yaitu pengelolaan sumber dana yang berasal dari pihak ketiga yang disebut deposit management, dana yang berasal dari pihak kedua disebut borrowing, sedangkan pengelolaan dana yang berasal dari modal sendiri adalah capital management.[48]
Beberapa alasan perlunya aset dan liabilitas dikelola secara terpadu antara lain disebabkan alasan-alasan sebagai berikut:[49]
1.      Tingkat bagi hasil;
2.      Perubahan struktur sumber dana;
3.      Meningkatnya kebutuhan modal;
4.      Persaingan yang ketat antar bank;
5.      Perkembangan sistem informasi;
6.      Meningkatnya peran pemerintah;
7.      Ketersediaan dana di pasar uang;
8.      Perubahan komposisi aktiva;
9.      Bermunculannya berbagai lembaga keuangan dengan berbagai fasilitas baru dan kemudahan.
N.                Aplikasi teori assets/liability management pada perbankan syariah
Perbankan syariah pun juga merupakan lembaga intermediasi antara penabung dan investor. Perbedaan dengan perbankan konvensional terletak pada dominasi prinsip bagi hasil dan berbagi resiko (profit and loss sharing) yang melandasi sistem operasionalnya. Hal ini tercermin pada beberapa karakteristik berikut ini:
1.         Tidak sebagaimana bank konvensional, bank syariah hanya menjamin pembayaran kembali nilai nominasi simpanan giro dan tabungan, tetapi tidak menjamin pembayaran kembali nilai nominal dari deposito (investment deposit/mudharabah deposit).
2.         Sistem operasional bank syariah berdasarkan pada sistem ekuity dimana setiap moddal mengandung risiko.
3.         Dalam melakukan pembiayaan (financing), bank syariah menggunakan model pembiayaan muamalah maaliyah (islamics modes of financing): PLS dan non PLS.  Sehubung dengan itu, bank syariah melakukan pooling dana-dana nasabah dan berkewajiban menyediakan manajemen investasi yang profesional.
Berdasarkan karakteristik tersebut, resiko yang diahadapi oleh bank syariah lebih terfokus kepada resiko likuiditas serta resiko kredit dan tidak akan pernah mengalami resiko karena fluktuasi tingkat bunga.
Likuiditas bank syariah banyak tergantung pada:
1.         Ketidak labilan dari simpanan nasabah; kepercayaan pada dana-dana non PLS.
2.         Kompetisi teknis yang berhubugan dengan peraturan struktur liabilitas
3.         Ketersediaan asset yang siap dikonversikan  menjadi kas.
4.         Akses kepada pasar anatrbank dan sumber dana lainnya, termasuk fasilitas dari bank sentral. Teknik duration gap management dapat diaplikasikan bank syariah untuk mnegatur cash flow atau mengendalikan likuiditasnya.
Disisi lain kualitas earning asset bank syariah akan bergantung pada beberapa hal:
1.         Level distribusi dan tingkat kesulitan dari aset yang diklasifikasikan.
2.         Level dan komposisi dari berkurangnya nilai aset.
3.         Kecukupan dari cadangan penilaian kembali.
4.         Bukti adanya kemampuan untuk mengadministrasikan dan memperoleh kembali kredit bermasalah.
Hasil akhir dari manajemen aset/liabilitas itu akan bermuara kepada kemampuan untuk menutup kerugian dan menyediakan kecukupan modal, pendapatan yang semakin baik serta kualitas dan komposisi pendatan bersih semakin baik.
 Assets/liability management bank syariah lebih banyak bertumpu pada akualitas aset dan hal itu akan menentukan kemampuan bank untuk meningkatkan dayatariknya kepada nasabah untuk menginvestasikan dananya melalui bank tersebut.










BAB III
PENUTUP
A.                KESIMPULAN
1.      ALMA adalah suatu proses dari perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan yang berfungsi sebagai pengendalian aktiva dan pasiva secara terpadu yang saling berhubungan dalam usaha mencapai keuntungan bank.
2.      Tugas utama ALMA adalah memaksimumkan laba, meminimalkan risiko, dan menjamin tersedianya likuiditas yang cukup.
3.      Setiap usaha bank pada umumnya dihadapkan pada risiko-risiko Financing Risk (Credit risk), Liquidity risk, Pricing risk, Foreign exhange risk, Gap risk, Kontinjen risk.
4.      Risiko likuiditas adalah risiko dalam perbankan yang biasanya timbul dari cara bank mengelola Primary dan Secondary Reserve serta pendanaannya sehari-hari.
5.      Risiko Interest Maturity Gap sebagian besar dari asset dan liability bank adalah interest bearing dan karenanya dikategorikan sebagai “interest rate sensitive”.
6.      Potensi risiko fluktuasi tingkat bunga itu dapat timbul manakala terjadi gap antara aset dan liabilitas.
7.      ALMA framework merupakan ALMA yang kuat akan memberikan landasan meliputi strategi, manajemen, penunjang dan pelaksana dengan Kerangka proses ALMA tersebut.
8.                  SARAN
Semoga makalah ini berguna bagi kita semua dan bisa menjadi referensi dalam penulisan-penulisan. Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun sistematika penulisan. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga membuat penulisan yang lebih baik di masa mendatang serta tanggapan dari pembaca untuk perbaikan makalah ini agar lebih baik dan sistematis.

REFERENSI

Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, MBA. 2007. Bank and Financial Institution Management. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
­­­­­­­­_____. Islamic Banking. 2010. Jakarta: Bumi Aksara.
Ir. Adiwarman A. Karim, SE, MBA, MAEP. 2010. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. edisi ke-4, cet ke-7.
DR. Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec. 2011.  Bank Syariah dari teori ke praktek. Jakarta: Gema Insani. cet ke-17.
Dahlan siamat. 2005. manajemen lembaga keuangan kebijakan moneter dan perbankan. Jakarta: LP FEUI. edisi 5.



[1] Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, MBA, dkk, Bank and Financial Institution Management, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 372
[2] Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, MBA dan Ir. H. Arviyan Arifin, Islamic Banking, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 534
[3] Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, MBA, dkk, op.cit, hlm. 372-373
[4] Ir. Aadiwarman A. Karim, SE, MBA, MAEP, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010), edisi ke-4, cet ke-7, hlm. 451
[5] DR. Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec, Bank Syariah dari teori ke praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2011), cet ke-17, hlm. 177
[6] Ibid.
[7] Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, MBA, dkk, op.cit, hlm. 373
[8] Ir. Aadiwarman A. Karim, SE, MBA, MAEP, op.cit, hlm. 451
[9] Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, MBA, dkk, op.cit, hlm. 373
[10] Ibid, hlm. 373-374
[11] Ibid.
[12] Ibid, hlm. 374-375
[13] DR. Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec, op.cit, hlm. 178
[14] Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, MBA, dkk, op.cit, hlm. 376
[15] Ibid.
[16] Ibid, hlm. 376-377
[17] Ibid.
[18] Ibid, hlm. 378
[19] DR. Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec, op.cit, hlm. 178
[20] Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, MBA dan Ir. H. Arviyan Arifin, op.cit, hlm. 539
[21] Ir. Aadiwarman A. Karim, SE, MBA, MAEP, op.cit, hlm. 452
[22] Ibid, hlm. 453
[23] Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, MBA dan Ir. H. Arviyan Arifin, op.cit, hlm. 539
[24] Ibid, hlm. 540
[25] Ibid.
[26] Ibid.
[27] Ibid, hlm. 541
[28] DR. Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec, op.cit, hlm. 179
[29] Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, MBA dan Ir. H. Arviyan Arifin, op.cit, hlm. 541.
[30] Ibid, hlm. 542
[31] Ibid, hlm. 543
[32] DR. Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec, op.cit, hlm. 179-180
[33] Ibid, hlm. 544
[34] Ibid, hlm. 545
[35] Ibid.
[36] Ibid, hlm. 546
[37] Dahlan siamat, manajemen lembaga keuangan kebijakan moneter dan perbankan, (jakarta: LP FEUI, 2005), edisi 5, hlm 325
[38] Ibid.
[39] Ibid.
[40] Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, MBA dan Ir. H. Arviyan Arifin, op.cit, hlm. 546-547
[41] Ibid, hlm. 548
[42] Dahlan siamat, op.cit, hlm. 329-330
[43] Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, MBA dan Ir. H. Arviyan Arifin, op.cit, hlm. 576-577
[44] Ibid.
[45] Ibid.
[46] Ibid, hlm. 578
[47] Ibid.
[48] Ibid, hlm. 571
[49] Ibid, hlm. 571-572

Komentar