Penjelasan Jilbab Lengkap Perpaduan Surah Al-Ahzab dan An-Nur



Surat Al Ahzab :: Indeks Tema Surat Al Ahzab :: Daftar Surat :: Ibnu Katsir
Al-Ahzab: 59
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “”Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka””. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

MAKNA GLOBAL
Allah SWT memerintahkan nabi-Nya yang mulia SAW, agar mengarahkan seruan kepada umat Islam semuanya, agar beramal dengan berpegang teguh pada adab-adab Islam, petunjuk-petunjuk-Nya yang utama, aturan-aturan-Nya yang bijaksana, yang dengannya terdapat kebaikan individu dan kebahagiaan masyarakat, dan khususnya pada masalah sosial yang umum, yang berhubungan dengan keluarga muslim, ketahuilah dan dia adalah hijab syar’i yang diwajibkan oleh Allah bagi wanita muslimah, untuk menjaga kemuliaannya, menjaga kehormatan dirinya, menjaganya dari pandangan-pandangan yang melukai, dan kalimat-kalimat yang menyakitkan, dan jiwa-jiwa yang sakit, dan niat-niat yang buruk, yang disembunyikan oleh laki-laki fasik kepada wanita-wanita yang tidak memiliki malu. Maka Allah berfirman yang maknanya:
Wahai Nabi (Muhammad), sampaikanlah perintah-perintah Allah kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin, dan mulailah dari dirimu sendiri, maka perintahkanlah istri-istrimu, ummahatul mukminin yang suci, dan anak-anakmu yang utama dan mulia agar mereka menjulurkan jilbab yang syar’i, dan agar mereka berhijab dari pandangan-pandangan laki-laki, agar mereka menjadi teladan bagi seluruh wanita dalam hal menjaga diri, menutup aurat, dan memiliki rasa malu, sehingga tidak ada orang fasik yang tamak kepada mereka, atau tidak akan ada orang fajir yang mencapai kehormatan mereka. Dan perintahkanlah seluruh istri orang mukmin agar mereka mengenakan jilbab yang lapang, yang menutupi kecantikan-kecantikan dan perhiasan mereka, dan mencegah lisan-lisan yang buruk terhadap mereka. 


Dan perintahkan kepada mereka seperti itu agar mereka menutup wajah mereka dan badan mereka dengan jilbab, agar mereka dibedakan dari budak wanita, sehingga mereka tidak menjadi sasaran orang-orang yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu, dan agar mereka dijauhkan dari menyerupai orang-orang fajir, lalu tidak dihadapkan kepada mereka manusia yang buruk. Maka hal itu lebih dekat agar mereka dikenal dengan menjaga diri, maka tidak akan ada yang tamak kepadanya orang yang dalam hatinya terdapat penyakit. Dan Allah Maha Pengampun, mengampuni orang yang mengerjakan perintah-Nya, Penyayang terhadap hamba-Nya dimana Allah tidak mensyariatkan kepada mereka kecuali apa yang di dalamnya terdapat kebaikan mereka dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.


ASBABUN NUZUL
Para mufasir meriwayatkan mengenai asbabun nuzul ayat yang mulia ini, bahwa seorang perempuan dan budak perempuan keduanya keluar rumah pada malam hari untuk membuang hajat di kebun dan di antara pohon kurma, tanpa bisa dibedakan antara wanita merdeka dan budak. Dan di Madinah dahulu ada orang-orang fasik, mereka selalu dalam kebiasaan jahiliyah mereka untuk merintangi budak-budak wanita. Dan sering kali mereka merintangi wanita-wanita merdeka. Maka apabila dikatakan kepada mereka: kami menyangka mereka adalah budak-budak perempuan.


Lalu wanita-wanita merdeka diperintahkan untuk menyelisihi budak (berbeda penampilan dari budak) dalam berpakaian, maka mereka (wanita-wanita merdeka) menutup aurat agar membuat (orang lain) malu dan agar disegani, sehingga tidak ada orang yang hatinya berpenyakit untuk berkeinginan pada mereka. Lalu Allah menurunkan ayat ini:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ...
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu... (QS. Al-Ahzab [33]:59)[1]


Ibnu al-Jauzy mengatakan: sabab nuzul ayat ini adalah bahwa orang-orang fasik dahulu mereka mengganggu para wanita apabila mereka keluar rumah pada malam hari. Maka apabila mereka melihat perempuan yang memakai cadar mereka membiarkannya (tidak mengganggunya), dan mereka mengatakan: ini adalah wanita merdeka. Dan apabila mereka melihat perempuan yang tidak memakai cadar, mereka mengatakan: ini adalah budak wanita. Lalu mereka menyakiti perempuan tersebut. Lalu turunlah ayat ini. Pendapat ini dikatakan oleh As-Sadiy.[2]


[1] Lihat Ayat al-Ahkam karya As-Sayis dalam At-Tafsir al-Kabir, karya Fakhrur Razi.
[2] Hal ini disebutkan oleh As-Suyuthi dalam kitab Ad-Dar al-Mantsur dari riwayat Ibnu Abi Hatim dari as-Sadiy. Lihat pula kitab Zaad al-Masiir, juz 6, halaman 422.

Tafsir (Ibnu Katsir)
Tafsir Surat Al-Ahzab: 59-62
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin, “”Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya jika. tidak berhenti orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar, dalam keadaan terlaknat.
Di mana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya. Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum(mu) dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada sunnah Allah. Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya agar memerintahkan kepada kaum wanita yang beriman, khususnya istri-istri beliau dan anak-anak perempuannya mengingat kemuliaan yang mereka miliki sebagai ahli bait Rasulullah Saw. hendaknyalah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka agar mereka berbeda dengan kaum wanita Jahiliah dan budak-budak wanita. Jilbab artinya kain yang dipakai di atas kerudung, menurut apa yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud, Ubaidah, Qatadah, Al-Hasan Al-Basri, Ibrahim An-Nakha’i, dan Ata Al-Khurrasani serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Dan kalau sekarang sama kedudukannya dengan kain sarung. Al-Jauhari mengatakan bahwa jilbab adalah kain penutup. Seorang wanita Huzail mengatakan dalam bait syairnya ketika menangisi seseorang yang terbunuh: … Burung-burung elang berjalan menuju ke arahnya dengan langkah-langkah yang acuh, sebagaimana jalannya para perawan yang memakai kain jilbab. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah memerintahkan kepada kaum wanita yang beriman apabila mereka keluar rumah untuk suatu keperluan, hendaklah mereka menutupi wajah mereka dimulai dari kepala mereka dengan kain jilbab dan hanya diperbolehkan menampakkan sebelah matanya saja.
Muhammad ibnu Sirin mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ubaidah As-Salmani tentang makna firman Allah Swt.: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. (Al-Ahzab: 59) Maka Ubaidah As-Salmani menutupi wajah dan mukanya, serta menampakkan mata kirinya (yakni memperagakannya). Ikrimah mengatakan, hendaknya seorang wanita menutupi bagian lehernya yang kelihatan dengan menurunkan jilbabnya untuk menutupinya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Az-Zahrani tentang catatan yang dikirim oleh Abdur Razzaq kepadanya, bahwa telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Ibnu Khaisam, dari Safiyyah binti Syaibah, dari Ummu Salamah yang menceritakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. (Al-Ahzab: 59) Maka kaum wanita Ansar keluar seakan-akan di atas kepala masing-masing dari mereka ada burung gagaknya karena sikap mereka yang tenang, sedangkan mereka memakai pakaian yang berwarna hitam.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Saleh, telah menceritakan kepadaku Al-Lais, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Yazid yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Az-Zuhri, “”Apakah budak perempuan diharuskan memakai kerudung, baik dia telah bersuami atau pun belum?”” Az-Zuhri menjawab, “”Jika ia telah kawin diharuskan memakai kerudung, dan dilarang baginya memakai jilbab, karena makruh baginya menyerupakan diri dengan wanita-wanita merdeka yang memelihara kehormatannya.”” Allah Swt. telah berfirman: Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “”Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. (Al-Ahzab: 59) Telah diriwayatkan dari Sufyan As-Sauri.
Ia pernah mengatakan bahwa tidak mengapa melihat perhiasan kaum wanita kafir zimmi. Dan sesungguhnya hal tersebut dilarang hanyalah karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah, bukan karena mereka wanita yang terhormat. Sufyan mengatakan demikian dengan berdalilkan firman Allah Swt.: dan istri-istri orang mukmin. (Al-Ahzab: 59) Firman Allah Swt.: Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. (Al-Ahzab: 59) Yakni apabila mereka melakukan hal tersebut, maka mereka dapat dikenal sebagai wanita-wanita yang merdeka, bukan budak, bukan pula wanita tuna susila.
As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, “”Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. (Al-Ahzab: 59) Bahwa dahulu kaum lelaki yang fasik dari kalangan penduduk Madinah gemar keluar di malam hari bilamana hari telah gelap.
Mereka gentayangan di jalan-jalan Madinah dan suka mengganggu wanita yang keluar malam. Saat itu rumah penduduk Madinah kecil-kecil. Bila hari telah malam, kaum wanita yang hendak menunaikan hajatnya keluar, dan hal ini dijadikan kesempatan oleh orang-orang fasik untuk mengganggunya. Tetapi apabila mereka melihat wanita yang keluar itu memakai jilbab, maka mereka berkata kepada teman-temannya, “”Ini adalah wanita merdeka, jangan kalian ganggu.”” Dan apabila mereka melihat wanita yang tidak memakai jilbab, maka mereka berkata, “”Ini adalah budak,”” lalu mereka mengganggunya.
Mujahid mengatakan bahwa makna ayat ialah hendaklah mereka memakai jilbab agar dikenal bahwa mereka adalah wanita-wanita merdeka, sehingga tidak ada seorang fasik pun yang mengganggunya atau melakukan perbuatan yang tidak senonoh terhadapnya. Firman Allah Swt.: Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Ahzab: 59) Yakni terhadap dosa-dosa yang telah lalu di masa Jahiliah, mengingat mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang etika ini.
Kemudian Allah Swt. berfirman, mengancam orang-orang munafik, yaitu mereka yang menampakkan keimanannya, sedangkan di dalam batin mereka menyimpan kekufuran: orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya. (Al-Ahzab: 60) Menurut Ikrimah dan lain-lainnya, yang dimaksud dengan mereka di sini adalah para pezina. dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah. (Al-Ahzab: 60) Yaitu orang-orang yang mengatakan kepada Nabi dan kaum muslim, bahwa musuh dalam jumlah yang sangat besar akan datang menyerang dan sebentar lagi akan terjadi perang dahsyat, padahal berita itu dusta dan buat-buatan belaka.
Jika mereka tidak mau berhenti dari melakukan perbuatan-perbuatan tersebut (mengganggu Nabi Saw. dan menyakitinya) dan tidak mau kembali ke jalan yang benar, niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka. (Al-Ahzab: 60) Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah Kami benar-benar akan menjadikanmu berkuasa atas mereka. Menurut Qatadah, sesungguhnya Kami akan perintahkan kamu untuk memerangi mereka. As-Saddi mengatakan bahwa sesungguhnya Kami memberikan pelajaran kepada mereka melaluimu. kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar, dalam keadaan terlaknat. (Al-Ahzab: 60-61) Lafaz malunina berkedudukan menjadi hal atau kata keterangan keadaan bagi mereka.
Yakni masa tinggal mereka di Madinah sebentar lagi karena dalam waktu yang dekat mereka akan diusir darinya dalam keadaan terlaknat, yaitu dijauhkan dari rahmat Allah. Di mana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap. (Al-Ahzab-61) Maksudnya, dimanapun mereka ditemukan, mereka ditangkap karena hina dan jumlah mereka sedikit. dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya. (Al-Ahzab: 61) Kemudian Allah Swt. berfirman: Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum(mu). (Al-Ahzab: 62) Demikianlah ketetapan Allah terhadap orang-orang munafik. Apabila mereka tetap bersikeras dengan kemunafikan dan kekafirannya serta tidak mau menghentikan perbuatannya, lalu kembali ke jalan yang benar, orang-orang yang beriman akan menguasai mereka dan mengalahkan mereka.
dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada sunnah Allah. (Al-Ahzab: 62) Yakni ketetapan Allah dalam hal ini tidak dapat diganti dan tidak pula dapat diubah.
ssalamu'alaikum wr. wb.

(*Gini, banyak dari teman-teman yang sudah tau tapi enggan berjilbab alasannya belum siap atau dari pada berjilbab tapi bejat mending jilbab hati dulu.. dan ada yang belum tau wajib hukumnya mengenakan jilbab.. 

Setiap kali berbicara mengenai hukum wajib menggunakan jilbab sering kali perdebatan/ pembantahan yang terjadi.. 

karna itu ada beberapa pertanyaan dalam diri saya, serta keraguan yang terlintas.. karena saya masih sangat awam dalam hal agama sangat takut sekali bila saya telah mengenakan hijab tetapi melakukan dosa maka dosanya akan lebih bekali-kali lipat.. dan membuat saya sangat takut dan akhirnya saya putuskan untuk menteguhkan pendirian saya maka saya membaca beberapa artikel dan hadist serta ayat mengenai hukum mengenakan hijab dan apa akibat bila tidak berjilbab dan apakah boleh tidak berjilbab karena belum siap? 

maka postingan dibawah ini akan menjawab semua, kami mengingatkan sebuah pesan dari Nabi Kita,Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam tentang Hijab. Jangan menyesal kelak di hari Kiamat, bila Anda tidak mau membaca dan mentaati nasihat ini.) 

APA JILBAB ITU? Jilbab atau hijab secara syari’at merupakan bagian pakaian yang wajib digunakan untuk menutupi kepala wanita hingga ke dadanya.



https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEghLknwzH9_pVxSBgEZLcVDqF9MO49zyw0zEerpZbal0e6_DloAaRvpfDK74P3jUfEgApD3MUhuN6nbuShOYyckLfuDOnuwF-V_T7_1nnSfeFVjp9xfC0fwUSracOK-XYlV87Lc6ivY9wKQNejq-VNLA10KU3gUan_X5FFvbQt9Xw=s0-d
Dalilnya adalah:
…Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya…” [QS. An-Nuur 24:31]. Artinya ialah bahwa Allah menghendaki agar para wanita menutup kain dari kepalanya hingga ke dadanya.

Dari ayat ini maka para wanita Muslimah perlu memperhatikan apa yang ia pakai. Apakah benar-benar hijab yang sesuai hukum Allah, ataukah hanya kain yang dihias-hias oleh tukang salon. Ingat, hijab bukanlah mode yang bertujuan membuat wanita lebih cantik, justru hijab dipakai agar wanita terlindungi dari fitnah. Itulah salah satu tujuan syari’at.

Dalilnya ialah:

Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Ahzab: 59).

Di antara para wanita di zaman Rasulullah tersebut tentu ada yang baru masuk Islam atau ahli maksiat. Namun, setelah turunnya ayat kewajiban hijab, maka mereka langsung melakukannya. Tak ada wanita yang beralasan seperti wanita di zaman sekarang yang menolak hijab dengan alasan: “Aku belum siap”, atau “Jilbab hanya untuk wanita sholehah”.

AKU BELUM (HARUS) SIAP
Di antara alasan-alasan umum yang dikemukakan wanita Muslimah yang belum berjilbab ialah: “Aku belum siap”. Jika kita cermati, alasan ini kurang bisa diterima dari segi akal maupun dalil dengan sebab sebagai berikut:


§  Ini bisa kita analogikan sebagai berikut: Ketika kita mengajak seseorang untuk sholat wajib lima waktu, kemudian orang itu menolak dengan alasan: “Aku belum mau sholat lima waktu karena belum siap.” Padahal kewajiban memakai hijab lebih mudah daripada sholat, yang kamu butuhkan hanya hijab yang cukup hingga menutup dada, rok panjang dan lebar, dan baju yang agak panjang dan tidak ketat. Kalau mau yang lebih efektif bisa memakai pakaian sejenis daster dimana baju dan roknya menyatu. Memakai hijab tidak seperti orang naik haji, atau membayar zakat, atau menyembelih kambing yang dibutuhkan kemampuan, sehingga alasan: “Aku belum siap” bukanlah udzur dan tidak ada keringanan. 
§  Kita tanyakan kepada wanita yang beralasan “Aku belum siap”: “Kapankah kamu siap? Bisa jadi kamu mati dalam keadaan belum siap berhijab.” Terkadang di antara mereka ada yang meyakini kalau mereka siap berhijab kalau sudah menikah. Apakah mereka yakin mereka akan hidup di saat itu? 
§  Dari segi dalil maupun ijma’, tak ada satu pun ayat Al-Qur’an, hadits, pendapat ulama dimana wanita yang berhijab harus menyiapkan sesuatu khusus terlebih dahulu. Bahkan dari hadits yang telah kita bahas di atas, para wanita Arab di zaman Rasulullah yang tentunya di antara mereka ada yang baru saja masuk Islam langsung membuat hijab ketika turunnya ayat yang mewajibkan hijab. Tidak ada di antara mereka yang beralasan: “Ya Rasulullah, bolehkah aku tidak memakai hijab karena aku belum siap?” Dalil ini juga langsung membantah pernyataan bahwa wanita yang pantas berhijab hanyalah wanita sholehah atau yang ilmu agamanya luas. Semua wanita Muslimah yang sudah akil baligh WAJIB berhijab 

KEBATILAN ANGGAPAN JILBAB HATI

Sebagian orang yang mengikuti hawa nafsu berkata bahwa jilbab tidaklah penting yang terpenting adalah jilbab hati. Maka, tanyakanlah lagi kepada orang tersebut: “Bagaimana jilbab hati yang benar itu?” Pernyataan seperti ini sangat dekat dengan bid’ah-bid’ah yang dibuat oleh orang-orang Nasrani yang tidak bersunat, ketika mereka ditanya: “Yesus dikhitan pada hari ketujuh setelah kelahirannya, mengapa banyak di antara kalian yang tidak khitan? Mereka menjawab: ‘Yang penting bagi kami adalah SUNAT HATI!’”

Maka bertakwalah sekelompok orang yang menyelisihi sunah Rasulullah dan syari’at yang telah ditetapkan Allah dalam agama yang mulia ini.

Kemudian ada pula yang mengatakan: “Untuk apa berjilbab kalau kelakuannya bejat? Lebih baik tidak berjilbab tapi kelakuannya baik.”

Maka, kita katakan kepada orang seperti ini: “Berjilbab saja kelakuannya bejat, apalagi tidak berjilbab? Seandainya ada wanita tidak berjilbab berpengarai baik, tentu lebih baik lagi apabila ia berjilbab.”

Belum satu pun saya temui ayat Al-Qur’an, hadits, atau pendapat ulama yang berkata tentang adanya “Jilbab hati”. Bisa jadi ini adalah perkara baru yang diada-adakan.

Dan Allah SWT berfirman di dalam surat Al-A’raf ayat 26 yang artinya :


Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat”.

Allah Juga berfirman di dalam surat al-Ahzab ayat 36 yang artinya :


Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.”

Dan Allah juga berfirman di dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 103 – 107 yang artinya :


Katakanlah: Apakah (mau) Kami beritahu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang sia-sia saja perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat usaha yang sebaik-baiknya. Mereka itulah orang-orang yang mengingkari (kufur) terhadap ayat-ayat Allah dan menemui-Nya, maka hapuslah amal pekerjaan mereka, dan Kami mengadakan suatu pertimbangan terhadap (amalan) mereka di hari kiamat.Demikianlah, balasan mereka ialah jahanam, disebabkan mereka kufur/ingkar dan karena mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan Rasul-rasul- Ku sebagai olok-olok. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal.

BOLEHKAH AKU MEMAKAI JILBAB DAN MELEPASNYA SEKALI-KALI?

Terkadang ada saja pertanyaan terlontar dari para Jilbabers, para wanita yang masih belajar memakai jilbab, atau yang berencana memakai jilbab:

“Bolehkah aku memakai jilbab dan melepasnya sekali-kali?”

Jawaban: BOLEH

Hal ini disebabkan tidak mungkinnya para wanita Muslimah memakai jilbab terus menerus. Ada saat dimana ia melepas jilbabnya. Yaitu di saat mandi, tidur di dalam kamarnya, di saat berdua dengan suami, atau saat berkumpul hanya dengan keluarganya di dalam rumah selama ia yakin tak ada orang non-mahrom yang melihatnya tanpa jilbab. Sebab Allah Azza wa Jalla berfirman:

…dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.” [QS. An-Nuur 24:31]
Maksud dari ayat ini ialah seorang wanita boleh membuka jilbabnya di hadapan suami, ayah, mertua, anak, saudara, keponakan, teman-temannya sesama Muslimah, pembantu / budak yang tidak punya syahwat karena lanjut usia atau karena dikebiri, atau bocah di bawah umur yang belum mengerti apapun tentang aurat (untuk bocah di zaman sekarang dan akibat dari negeri berpaham sekuler kira-kira di bawah tujuh tahun).

SIAPAKAH YANG PERTAMA KALI TERBUKA AURATNYA?

Nenek moyang kita ;
Adam ‘alayhis salam dan isterinya adalah manusia pertama yang terbuka auratnya setelah keduanya diperdaya oleh syaitan:


Hai anak cucu Adam! Jangan sampai kamu dapat diperdayakan oleh syaitan, sebagaimana mereka telah dapat mengeluarkan kedua orang tuamu (Adam dan Hawa) dari syorga, mereka dapat menanggalkan pakaian kedua orang tuamu itu supaya kelihatan kedua auratnya.” (Q. S. Al-A’raf: 27)

Allah memperingatkan kita agar jangan melakukan kesalahan yang sama, salah satunya yaitu memamerkan aurat di depan orang-orang yang seharusnya tidak pantas melihat aurat kita. Sebab yang demikian merupakan salah satu tipu daya setan.

Setan telah berhasil membujuk kaum hawa untuk tidak menutup auratnya sesuai syari’at dengan membisikkan kata-kata yang manis: “Jangan berjilbab, karena engkau belum siap. Kamu masih suka bermaksiat, janganlah berjilbab. Pengetahuan Islammu masih awam, tak perlu berjilbab. Berjilbabnya nanti saja ketika sudah menikah, kalau sekarang kamu berjilbab tak ada laki-laki yang mau dekat sama kamu. Yang penting jilbab hati dulu.” Begitulah pekerjaan setan, sama seperti ketika mereka membujuk nenek moyang kita untuk memakan buah terlarang.

Siksa Azab Buat Perempuan Yang Tidak Mau Berhijab/berjilbab

1. Azab buat perempuan yang membuka rambut kepalanya selain suaminya adalah : Rambutnya akan digantung dengan api neraka sehingga mendidih otaknya dan ini terjadi sampai berapa lama ia di dunia semasa hidupnya belum menutup rambut kepalanya.

2. Perempuan yang suka berpakaian seksi dan menonjolkan dadanya adalah : "Digantung dengan rantai api neraka di mana dada dan pusatnya diikat dengan api neraka serta betis dan pahanya diberikan panggangan seperti manusia memanggang kambing di dunia dan api neraka ini sangat memedihkan perempuan ini."

3. Azab buat perempuan yang suka menjadi penggoda dan berusaha menggairahkan pria lain dengan tubuhnya yang aduhai adalah "PEREMPUAN INI MUKANYA AKAN MENGHITAM DAN 
MEMAKAN ISI PERUTNYA SENDIRI."

{ ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻗُﻮﺍ ﺃَﻧﻔُﺴَﻜُﻢْ ﻭَﺃَﻫْﻠِﻴﻜُﻢْ
ﻧَﺎﺭًﺍ }


Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahriim: 8)

Kaum wanita yang tak mau memakai jilbab,adalah mendustakan ayat Allah surat An Nur ayat 31 dan Al Ahzab ayat 59 dan menyombongkan diri terhadap perintah Allah tersebut, maka sesuai dengan bunyi ayat tersebut diatas mereka kekal didalam neraka.

Ummat Islam selama ini menyangka tidak kekal didalam neraka, karena ada syafaat atau pertolongan Nabi Muhammad SAW yang memohon kepada Allah agar ummat yang berdosa dikeluarkan dari neraka.

Mereka yang dikeluarkan Allah dari neraka, mereka yang dalam hidupnya ada perasaan takut kepada Allah. Tetapi kaum wanita yang tak mau memakai jilbab, tidak ada perasaan takutnya akan siksa Allah,sebab itulah mereka kekal didalam neraka. Sekarang kaum wanita yang tak mau berjilbab, dapat menanyakan kepada hati nurani mereka masing-masing.

Apakah terasa berdosa bagaikan gunung yang sewaktu-waktu jatuh menghimpitnya atau bagaikan lalat yang hinggap dihidung mereka?. Kalau kaum wanita yang tak mau memakai jilbab, menganggap enteng dosa mereka bagaikan lalat yang hinggap dihidungnya, maka tak akan bertobat didalam hidupnya. Atau dalam perkataan lain tidak ada Perasaan takutnya kepada Allah, sebab itu mereka kekal didalam neraka sebagaimana bunyi surat Al-A’raaf ayat 36 di atas.Jadi mereka tak mendapat syafaat atau pertolongan Nabi Muhammad SAW nanti di akhirat.


“Semoga menjadi renungan kita bersama bahwa yang wajib itu tetap wajib hukumnya,,” kalau tidak mulai dari sekarang apakah kita akan menunggu hari lusa atau disaat kita sudah tua,,,?” Ingat satu hal Malaikat maut itu tidak menunggumu hari lusa besok atau taun depan mungkin satu menit,jam atau hari esok kita telah dicabut nyawanya oleh malaikat maut,,”dan kita benar-benar menjadi orang yang merugi setelah hari itu datang kepada kita,,.

UNTUK KAUM WANITA SEGERALAH BERJILBAB SEBELUM AJAL MENJEMPUTMU DAN MEMBAWAMU KE NERAKA JAHANNAM.

Demikianlah artikel tentang jilbab ini dibuat. Adapun jika kurang jelas, kurang lengkap, atau terdapat kesalahan padanya semata-mata karena keterbatasan ilmu dan kelupaan penulis. Namun, semoga artikel ini dapat membantu memberikan pencerahan dan motivasi kepada saudari-saudari saya.

Yang belum berjilbab, hendaklah berjilbab. Yang sudah berjilbab, hendaklah memperbaiki jilbabnya. Yang telah berjilbab dengan baik, bantulah yang belum berjilbab.


Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang terasingkan itu.” (HR. Muslim no. 208)

Dalam riwayat lain:


Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang asing itu?” Beliau menjawab, “Orang-orang yang berbuat baik jika manusia telah rusak.” (HR. Ahmad 13/400 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Al-Jami’ no. 7368)

Teruslah berbuat baik, walau orang-orang di sekelilingmu berbuat maksiat. Jadilah dirimu sendiri. Sebab orang jahat menilaimu dari pikiran jahatnya dan mereka pasti suka engkau berbuat jahat, sedangkan orang baik menilaimu dari pikiran baiknya dan mereka pasti suka engkau berbuat baik.

Semoga Allah memberikan petunjuk dan hidayah kepada kita, dan memudahkan kita untuk selalu berbuat baik kapanpun dan dimanapun kita berada.


Dialah (Allah) yang telah menamakan kamu sekalian Muslimin dari dulu dan didalam (Al-Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas diri kalian dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dialah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (Q. S. Al Hajj:78)

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatu...


Ditulis dengan beberapa tambahan, sumber :
https://hannasislam.wordpress.com/2012/01/18/mengapa-harus-berjilbab/#more-204

Bagaimana Islam memandang Muslimah yang Lepas dan Pasang Jilbab

Perempuan yang sering melepas dan memakai jilbab atau dengan kata lain mempermainkan jilbab dianggap sebagai seorang wanita yang munafik dan juga tidak mematuhi perintah yang sudah diberikan Allah SWT.
“Dan sungguh Allah telah menurukan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentu kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam.” (QS. An-Nissa: 140).
Allah SWT sudah dengan tegas melarang umat-Nya untuk mempermainkan dan juga memperolok ayat ayat yang telah diturunkan, sehingga membuat seseorang yang mengingkari dan tidak mematuhi ayat Alquran, maka sama saja dengan memperolok ayat Allah SWT.
Seorang perempuan yang mempermainkan jilbab dan hanya menggunakan jilbab sebagai hiasan atau hanya sebuah pakaian yang bisa dibuka dan dipakai kapan saja, maka dianggap sebagai golongan orang munafik dan tempat bagi orang munafik adalah neraka jahanam.
Yang dimaksud dengan lepas pasang jilbab adalah seorang perempuan yang terkadang memakai jilbab keluar rumah, akan tetapi terkadang juga sering melepas jilbab saat keluar rumah atau bahkan hanya mengenakan jilbab sebagai sensasi dan bukan karena Allah.
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain tudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada ALLAH, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS 24:31)


Jilbab menjadi sebuah kewajiban bagi wanita muslim dan bukan hanya pilihan, sudah siap atau asalan lainnya. Namun pada kenyataannya, masih banyak wanita muslim yang belum berjilbab dengan alasan karena merasa ingin membenahi diri terlebih dahulu. Tetapi jika dilihat, kita tidak akan pernah mengetahui kapan waktu siap memakai jilbab tersebut, merasa dirinya sudah soleha, sudah baik dan juga sudah sempurna. Selain itu, umur setiap orang tidak akan pernah diketahui. Selain itu, selama masih hidup di dunia, maka sudah menjadi kewajiban untuk setiap manusia memperbaiki diri terus menerus, sebab pada dasarnya manusia bukanlah makhluk yang sempurna.
Untuk semua muslimah yang dimuliakan Allah SWT, berbahagialah dengan kemuliaan berjilbab tersebut dan sudah selayaknya kita untuk menjaganya segenap tenaga dan upaya sebab hanya ini cara kita untuk mengabdikan diri pada Allah SWT, mematuhi perintah-Nya dan juga Rasul-Nya. Sudah sepantasnya wanita muslim membekali diri dengan ilmu dan pemahaman yang cukup menyangkut perintah Allah SWT mengenai berjilbab. Luruskan niat untuk berjihad melawan hawa dan nafsu sekaligus yakin jika kita sudah melakukan sesuatu yang benar dan memohon pada-Nya supaya bisa tetap menjaga hati agar tetap beristiqomah pada ketaatan-Nya. Sebab, sekali sudah memutuskan untuk berjilbab, maka sebaiknya jangan pernah berjalan mundur dan kembali kejahiliahan diri. Tidak ada alasan apapun untuk lepas pakai jilbab sebab Allah SWT adalah segalanya.
Wanita muslimah yang selalu menjaga keshalihan pribadinya merupakan perhiasan yang paling indah di dunia sehingga akan sangat beruntung seseorang yang memiliki perhiasan paling indah di dunia tersebut yakni perhiasan yang akan memberikan kebahagiaan dan juga rasa tenteram di dalam jiwa.
Jangan juga kita sebagai muslimah melepas jilbab hanya masalah yang berhubungan dengan rezeki hanya demi profesionalisme dan tuntutan pekerjaan. Jangan pernah meragukan Allah SWT sebab sedikit atau banyaknya rezeki sudah diatur oleh Allah SWT. Hal yang harus dilakukan adalah tetap yakin dimana jika kita selalu mematuhi Allah SWT, maka Allah juga tidak pernah akan menyia nyiakan kepatuhan para hamba-Nya.
Artikel terkait:
·         Hukum Kb Dalam Islam
·         Hukum Merokok Dalam Islam
·         Hukum Onani Menurut Islam

Ayat Alquran Tentang Kewajiban Berjilbab

Berikut ini dalil – dalil Al-Quran yang menjelaskan kewajiban untuk berjilbab bagi wanita yang memeluk Islam dan sudah memasuki masa baliqh, antara lain:
1.     QS. Al-A’raf: 26
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.”
2.     QS. Al-Ahzab: 59
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri, anak-anak perempuan dan istri-istri orang Mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka mudah dikenali, oleh sebab itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha Penyayang.”
3.     QS. AL-Ahzab: 33
“Dan hendaklah engkau tetap di rumahmu dan janganlah berhias serta bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah dulu.”
4.     QS. An-Nuur: 31
“Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
Artikel terkait:
·         Hukum Menyambung Rambut
·         Hukum Menyikat Gigi Saat Puasa
·         Hukum Wanita Bercadar
·         Hukum Zina Tangan
Dalil Quran tentang Perintah Memakai Jilbab
Berikut ini terdapat pula perintah dari Allah SWT terkait kewajiban memakai jilbab bagi muslimah, antara lain:
1.     QS. Al-Ahzab: 59
Allah ta’ala berfirman, “Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu & isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah utk dikenal, karena itu mereka tak di ganggu. & Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
2.     Taisir Karimir Rahman, hal. 272
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di berkata: “Ayat yang disebut dgn ayat hijab ini memuat perintah Allah kepada Nabi-Nya agar menyuruh kaum perempuan secara umum dengan mendahulukan istri & anak-anak perempuan beliau karena mereka menempati posisi yang lebih penting daripada perempuan yang lainnya, & juga karena sudah semestinya orang yang menyuruh orang lain untuk mengerjakan suatu (kebaikan) mengawalinya dengan keluarganya sendiri sebelum menyuruh orang lain. Hal itu sebagaimana difirmankan Allah ta’ala (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian & keluarga kalian dari api neraka.”
3.     Fiqhu Sunnah li Nisaa’, hal. 382
Abu Malik berkata: “Ketahuilah wahai saudariku muslimah, bahwa para ulama telah sepakat wajibnya kaum perempuan menutup seluruh bagian tubuhnya, & sesungguhnya terjadinya perbedaan pendapat yang teranggap hanyalah dlm hal menutup wajah & dua telapak tangan.”
Hakekat Berjilbab
Kemudian, terdapat pula hakikat berjilbab yang dijelaskan dalam dalil Al-Quran, antara lain:
1.     Taisir Karimir Rahman, hal. 272
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di berkata: “Yang dimaksud jilbab adalah pakaian yang berada di luar lapisan baju yaitu berupa kain semacam selimut, kerudung, selendang dan semacamnya.”
2.     Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah Syamilah
Imam Ibnu Katsir menjelaskan: “Jilbab adalah selendang yang dipakai di luar kerudung. Pendapat ini disampaikan oleh Ibnu Mas’ud, Abu ‘Ubaidah (di dalam Maktabah Syamilah tertulis ‘Ubaidah, saya kira ini adalah kekeliruan, -pent), Qatadah, Hasan Al Bashri, Sa’id bin Jubair, Ibrahim An-Nakha’i, Atha’ Al Khurasani dan para ulama yang lain. Jilbab itu berfungsi sebagaimana pakaian yang biasa dikenakan pada masa kini (di masa beliau, pent). Sedangkan Al Jauhari berpendapat bahwa jilbab adalah kain sejenis selimut.”
Demikian penjelasan terkait bagaimana hukum lepas pasang jilbab bagi wanita disesuaikan dengan dalil-dalil Al-Quran. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Aamiin ya Rabbal A’lamin.
BAB II
PEMBAHASAN
JILBAB: ANTARA SYARI’AT DAN BUDAYA

A.    Ayat Hukum (Al-Ahzab:59)
$pkšr'¯»tƒ ÓÉ<¨Z9$# @è% y7Å_ºurøX{ y7Ï?$uZt/ur Ïä!$|¡ÎSurtûüÏZÏB÷sßJø9$# šúüÏRôム£`ÍköŽn=tã `ÏB £`ÎgÎ6Î6»n=y_ 4 y7ÏsŒ#oT÷Šr& br& z`øùt÷èムŸxsù tûøïsŒ÷sム3 šc%x.ur ª!$# #Yqàÿxî$VÏm§ ÇÎÒÈ  
             
59. Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

B.     Analisis Semantik
أزواج:  Yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah Ummahat al-Mu’minin, yakni istri-istri Rasul. Secara etimologis, lafadz زوج  diperuntukkan bagi laki-laki maupun perempuan. Sementara pengucapan Lafadz زوجة  , dengan menggunakan ta’ ta’nits dianggap benar, namun kurang fasih. Sebab, dalam al-Qur’an tidak pernah ditemukan penggunaan lafadz tersebut dengan tambahan ta’ ta’nits.[1]
يدنين: Dari akar kata دنا yang bermakna dekat atau turun.[2] Lafadz  يدنين  muta’addi dengan bantuan huruf jerr berupa على [3] , sebab dalam lafadz tersebut mengandung makna as-Sadl (menguraikan/membiarkan turun).[4]  Maksud يدنين dari ayat tersebut adalah menutup wajah dan tubuh mereka supaya terbedakan antara wanita-wanita yang merdeka dan budak.[5].
جلابيبهن: Bentuk jamak dari lafadz جلباب , yakni sejenis pakaian yang lebih lebar dari pada khimar (penutup/tudung kepala wanita). Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa jilbab sama dengan rida’ (sejenis selendang/penutup kepala). Pendapat ini didasarkan pada riwayat dari Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud.  Namun, ada pula sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa jilbab sama dengan Qina’ (cadar/ tutup kepala wanita) Maksudnya adalah pakaian yang menutupi seluruh anggota tubuh.[6] Dari beberapa pendapat ulama tentang definisi jilbab di atas, As-Shabuni mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan jilbab adalah setiap pakaian yang menutupi seluruh anggota badan perempuan yang menyerupai mala’ah (semacam baju kurung wanita).[7]
أدنى: Isim tafdhil[8] bermakna lebih dekat.
غفورا: Shighat Mubalaghah[9] bermakna Dzat yang maha pengampun.[10]

C.    Makna Global
Sebagai seorang utusan Allah, Nabi Muhammad mempunyai kewajiban untuk mengarahkan dan membimbing umatnya agar senantiasa beretika secara islami. Syari’at hijab yang termaktub dalam surat al-Ahzab 59 adalah salah satu bentuk titah Allah yang sangat erat kaitannya dengan etika tersebut.
Syari’at hijab yang diwajibkan pada wanita muslimah bertujuan untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan mereka.[11] Selain itu Allah mensyariatkan hijab juga bertujuan agar para wanita terbebas dari gangguan maupun godaan  orang-orang fasiq.[12] Dengan pemakaian jilbab, seorang wanita akan dapat lebih mudah dikenali. Sebab saat itu, dari segi fisik belum ada pembeda antara wanita budak dan merdeka.[13]  

D.    Sosio-historis Ayat
Untuk meperlengkap dan mempertajam sebuah penafsiran terhadap ayat hukum,maka aspek historis dari ayat tersebut menjadi sesuatu yang harus diketahui. Al-Qur’an senantiasa berdialektika dengan zaman. Al-Qur’an tidak pernah mengabaikan kondisi sosial masyarakat pada waktu itu. Demikian juga pada ayat 59 dari surat al-Ahzab, ayat ini mempunyai sejarah. Sejarah penting bagi seorang penafsir dalam melakukan interpretasi terhadap ayat tertentu.
Mengenai aspek historis (Asbabun Nuzul) dari ayat di atas, secara umum ulama sepakat dalam satu peristiwa meskipun dari segi redaksi matan terdapat perbedaan. Peristiwa yang menjadi sebab turunnya ayat di atas bermula dari kebiasaan orang-orang fasiq penduduk madinah yang selalu keluar (begadang) di kegelapan malam. Mereka selalu menggoda perempuan-perempuan Madinah yang sedang keluar malam untuk memenuhi hajatnya. Ketika mereka ditanya mengapa mengganggu wanita-wanita tersebut, mereka menjawab, “kami kira mereka itu wanita budak”. Kemudian turunlah surat al-Ahzab:59 sebagai respon atas kejadian itu.[14]

E.     Interpretasi Surat Al-Ahzab:59
Seluruh ulama, baik klasik maupun kontemporer sepakat bahwa ayat di atas membicarakan tentang jilbab. Dengan demikian maka fokus kajian hukum yang terkandung dalam ayat tersebut adalah mengenai hukum mengenakan jilbab bagi wanita muslimah.
Mayoritas jumhur ulama klasik seperti Al-Qurtubi, At-Thobary, Az-Zamakhsyary, dll. sepakat atas kewajiban mengenakan jilbab bagi wanita muslimah. Meskipun dalam hal ini, masih terdapat perbedaan mengenai tata cara pemakaiannya akibat perbedaan batas aurat wanita. Sementara sebagian ulama kontemporer mengatakan tidak ada kewajiban bagi seorang muslimah untuk mengenakan jilbab. Pendapat ini dipegangi oleh pemikir-pemikir yang muncul pada sekitar abad 19-20 an, seperti M. Syahrur, Said al-Asymawi dan M. Quraish Shihab.
Ayat 59 dari surat al-Ahzab ini sangat berkaitan erat dengan surat an-Nur ayat 31 yang menjelaskan tentang wajibnya menutup aurat. Maka, dalam penafsirannya pun para ulama selalu menghubungkan kedua ayat tersebut. Surat al-Ahzab 59 merupakan pelengkap syari’at dari surat an-Nur ayat 31.
Zhahir dari surat al-Ahzab:59, telah dengan sangat jelas memberikan indikasi bahwa pemakaian jilbab bagi wanita adalah sesuatu yang wajib. Dari segi semantik, ayat tersebut terbebas dari shighat fi’il amar (kata perintah). Jumlah  šúüÏRôムtermasuk kalam khabari bukan insya’iy[15] . Salah satu dari bentuk kalam insya’ adalah kalam tersebut harus terdapat shighat fi’il amar. Sementara asal dari perintah adalah wajib. Meskipun ayat tersebut tidak menggunakan shighat fi’il amar, ayat tersebut tetap memberikan implikasi hukum wajib. Sebab, gaya bahasa dari ayat di atas memberikan faidah perintah secara tersirat.[16] Konsep inilah yang dipegangi oleh mereka yang mewajibkan pemakaian jilbab bagi seorang wanita.
Permasalahan yang kemudian muncul adalah tentang tata cara pemakaian jilbab. Ibnu Jarir at-Thabari, sebagaimana dikutip as-Shabuni, berpendapat bahwa seorang wanita selain diharuskan menutup rambut dan kepalanya, ia juga harus menutup wajahnya dan hanya boleh menampakkan mata sebelah kiri saja.[17] Sedangkan Abu Hayyan meriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Qatadah, bahwa seorang wanita harus mengulurkan jilbabnya sampai di atas dahi kemudian mengaitkannya ke hidung. Wanita boleh menampakkan kedua matanya, namun harus menutupi dada dan sebagian besar wajahnya.[18] Setelah menampilkan beberapa pandangan ulama, Ali ash-Shabuni pun senada dengan ulama yang menyatakan bahwa kewajiban wanita tidak hanya sekedar menutup rambut dan kepala saja, namun wajah pun harus juga ditutup. Ia mendasarkan pendapatnya pada surat an-Nur:31 yang mengharuskan seorang wanita untuk tidak menampakkan perhiasannya. Sedangkan asal dari segala bentuk perhiasan adalah wajah, maka menutupinya adalah sebuah keharusan.[19] Di antara hadits yang dijadikan dasar oleh mereka yang mewajibkan menutup wajah adalah sebuah riwayat dari Jarir bin Abdullah yang ketika itu menanyakan tentang hukum  memandang seorang wanita, maka Rasul pun menjawab “Palingkanlah pandanganmu!” dan sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa suatu hari Fadhil bin Abbas mengikuti Rasulullah di belakang. Fadhil adalah seorang yang memiliki wajah dan rambut yang indah. Kemudian datanglah seorang wanita dari suku Khats’am yang meminta fatwa kepada Rasul. Saat itu antara fadhil dan wanita tersebut saling pandang memandang. Maka Rasul pun mengalihkan pandangan Fadhil.[20]   
Sementara itu, mayoritas ulama dari kalangan Malikiyah dan Hanafiyah menyatakan bahwa pemakaian jilbab tidak harus menutupi wajah. Mereka menyandarkan pendapatnya pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sayyidah A’isyah bahwa suatu hari Asma’ binti Abu Bakar menemui Rasulullah SAW. Ia mengenakan baju tipis, maka Rasul pun memalingkan  pandangannya dan berkata “Hai Asma’! Seorang wanita yang telah baligh tidak boleh menampakkan seluruh tubuhnya kecuali ini dan ini”, beliau memberi isyarat pada wajah dan kedua telapak tangannya.[21] Al-Qurthubi dalam al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an menambahkan argumentasi logis bahwa pengecualian wajah dan telapak tangan dalam hal ini adalah pendapat yang layak untuk dipegangi. Sebab, dalam ibadah, seperti halnya sholat maupun ihram, seorang perempuan diharuskan untuk menampakkan wajah dan kedua telapaknya. Andaikan keduanya termasuk aurat maka seharusnya dalam ibadah shalat perempuan pun diharuskan menutup keduanya. Sebab hukum menutup aurat dalam shalat adalah wajib.[22] Senada dengan Al-Qurthubiy, Wahbah Zuhaili dalam karya monumentalnya “Fiqh Islam waAdillatuhu”, menyatakan bahwa aurat perempuan adalah seluruh anggota tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Namun, ia juga menambahkan keterangan bahwa jika seseorang memandang wajah perempuan disertai dengan syahwat maka hukumnya haram.[23] Hal ini didasarkan pada konsep Sadd adz-Dzari’ah.[24]
Meski di antara para ulama tersebut terjadi perbedaan pandangan tentang wajib dan tidaknya menutup wajah, namun mereka masih sepakat bahwa kewajiban berjilbab bagi wanita muslimah adalah syari’at dari Syari’ yang harus dita’ati. Jilbab tidak hanya sekedar budaya orang Arab. Syari’at jilbab berlaku umum bagi seluruh wanita muslimah di dunia. Spesifikasi kejadian pada saat turunnya Al-Ahzab:59, tidak menghalangi dilalahnya yang berlaku secara menyeluruh. Hal ini sesuai dengan kaidah ushuliyah “Al-Ibrah bi Umumil Lafdzi La bi Khushus as-Sabab”.
Terkait dengan masalah ini, seorang pemikir islam kontemporer M. Syahrur menolak berbagai macam pendapat di atas. Menurutnya jilbab bukanlah kewajiban seorang muslimah. Kewajiban seorang muslimah hanyalah menutup aurat. Dengan teori andalannya, yakni teori limit[25], ia mengambil kesimpulan bahwa batas minimal aurat perempuan adalah  sebagaimana termaktub dalam surat an-Nur:31 yang berbunyi:
@è%  ÏM»uZÏB÷sßJù=Ïj9 z`ôÒàÒøótƒ ô`ÏB £`Ïd̍»|Áö/r&z`ôàxÿøtsur £`ßgy_rãèù Ÿwur šúïÏö7ム£`ßgtFtΠ  žwÎ)           $tB tygsß $yg÷YÏB ( tûøóÎŽôØuø9ur £`Ïd̍ßJ胿2 4n?tã£`ÍkÍ5qãŠã_ (

Dalam pandangan Syahrur, batas minimal aurat wanita muslimah adalah“Juyuub”, yakni lubang atau celah dari badan seseorang yang tersembunyi yang memiliki dua lapisan, bukan satu lapisan. “Al-Juyuub” pada wanita memiliki dua lapisan, atau dua lapisan beserta lubangnya, yakni antara dua payudara, di bawah dua payudara, di bawah dua ketiak, kemaluan dan dua pantat. Sedangkan mulut, hidung, mata dan telinga termasuk “Juyuub Zhahirah” yang biasa terlihat karena terletak di bagian wajah yang merupakan identitas seseorang. Menurutnya, perempuan muslimah hanya wajib menutup “Juyuub al-Makhfiyah” yakni perhiasan tersembunyi saja bukan“Juyuub Zhahirah”.[26]
Selanjutnya, pada ayat:
 Ÿwur šúïÏö7ム£`ßgtFtΠ  žwÎ)  $tB tygsß $yg÷YÏB (tûøóÎŽôØuø9ur £`Ïd̍ßJ胿2 4n?tã £`ÍkÍ5qãŠã_ (
Berdasar ayat ini, Syahrur berkesimpulan bahwa Allah memperbolehkan menampakkan “juyuub” yang biasa terlihat. Menurutnya, kalimat “Khumur” adalah tutup. Dengan demikian perempuan muslimah hanya diwajibkan menutup daerah antara dua payudara, di bawah dua payudara, di bawah dua ketiak, daerah kemaluan dan dua pantatnya. Inilah yang kemudian oleh Syahrur disebut sebagai batas minimal aurat perempuan.[27]
Dalam Masalah aurat perempuan ini, Syahrur memandang bahwa surat al-Ahzab: 59 bukanlah ayat yang mengandung hudud, melainkan ayat yang mengandung anjuran yang bersifat informatif (nubuwwah). Manusia boleh mengikuti dan boleh juga tidak mengikuti sesuai dengan kondisi dan situasi lingkungannya. Maka, menurutnya jilbab bukanlah merupakan sebuah syariat wajib yang harus diikuti. Sedangkan Surat an-Nur: 31, termasuk ayat risalah, yakni kewajiban dari Allah untuk para hambanya yang menyangkut persoalan halal dan haram. Walhasil, dalam akhir pembahasannya tentang pakaian wanita ini, Syahrur menemukan konklusi bahwa pakaian mayoritas wanita di bumi masih belum melanggar hudud Allah (batas maksimal dan minimal), selama mereka tidak telanjang bulat dan menutup seluruh tubuhnya tanpa terkecuali.[28]
Hampir senada dengan pandangan Syahrur, Quraish Shihab pun membantah jika mengenakan jilbab bagi seorang wanita muslimah adalah sebuah keharusan. Dalam Tafsir Al-Mishbahnya, ia menjelaskan bahwa surat al-Ahzab:59 tidak memerintahkan wanita muslimah untuk memakai jilbab, karena agaknya saat itu sebagian wanita muslimah telah memakainya. Hanya saja, cara pemakaiannya belum mendukung apa yang dikehendaki ayat tersebut.[29] Untuk memperkuat pandangannya ini, Quraish Shihab menampilkan pandangan Sa’id Al-Asymawi, seorang pemikir liberal asal mesir,  bahwa Dalam QS. Al-Ahzab [33]: 59, ‘illat hukum pada ayat ini, atau tujuan dari penguluran jilbab adalah agar wanita-wanita merdeka dapat dikenal dan dibedakan dengan wanita-wanita yang berstatus hamba sahaya dan wanita-wanita yang tidak terhormat, agar tidak terjadi kerancuan menyangkut mereka dan agar masing-masing dikenal, sehingga wanita-wanita merdeka tidak mengalami gangguan dan dengan demikian terpangkas segala kehendak buruk terhadap mereka. Akan tetapi ‘illat hukum itu kini telah tiada, karena masa kini tidak ada lagi hamba-hamba sahaya, dan dengan demikian tidak ada lagi keharusan membedakan antara yang merdeka dengan yang berstatus hamba sahaya. Di samping itu, wanita-wanita mukminah tidak lagi keluar ke tempat terbuka untuk buang air dan tidak juga mereka diganggu oleh lelaki usil. Nah, akibat dari ketiadaan ‘illat hukum itu, maka ketetapan hukum dimaksud menjadi batal dan tidak wajib diterapkan berdasarkan syariat agama.[30]
Berdasar alur logika yang digunakan Quraish Shihab dalam menyikapi ayat tentang jilbab, maka sebenarnya dalam hal pakaian wanita yang terpenting adalah bagaimana seorang wanita mampu berpakaian secara terhormat sesuai adat, budaya dan kondisi tertentu. Pada dasarnya jilbab adalah budaya wanita Arab. Sementara, masing-masing daerah mempunyai budaya yang berbeda dan memaksakan budaya lain pada sebuah daerah tertentu tidaklah tepat.


F.     Kilas Analisis Pendapat Ulama
Sebagaimana pemaparan di atas, bahwa dalam masalah jilbab ini masih terjadi perselisihan di antara para ulama. Muara awal munculnya perbedaan pemahaman ini disebabkan adanya perbedaan metode pendekatan penafsiran. Di samping itu ketidakjelasan nash al-Qur’an dalam menentukan batasan aurat juga menjadi salah satu pemicu polemik ulama.
Kelompok ulama,  seperti Abu Hayyan, Ibnu Jarir at-Thobari, al-Utsaimin dan Ali ash-Shabuni menyatakan bahwa hukum memakai jilbab adalah wajib bagi setiap muslimah. Tidak hanya itu, setiap muslimah juga diwajibkan untuk menutup wajah dan kedua telapak tangannya. Pendapat ini terkesan ekstrim. Dalam konteks kekinian, bisa dibayangkan jika kemudian seorang muslimah wajib menutup wajah dan telapak tangannya, maka yang terjadi adalah masyaqqoh sosial. Identitas wanita menjadi kabur. Kebebasan wanita menjadi sangat terbatasi. Wanita menjadi sangat susah untuk berinteraksi secara sosial. Syari’at Islam diturunkan tidak untuk menciptakan Masyaqqat maupun mafsadah, tetapi justru sebaliknya, ia diturunkan dalam rangka menciptakan maslahah secara umum.
Di sisi lain, kelompok pemikir muslim seperti M. Syahrur dan Said al-Asymawi menyatakan bahwa sebenarnya pemakaian jilbab bukanlah sebuah syari’at wajib yang harus dilaksanakan. Ayat tentang jilbab hanya berbicara tentang budaya lokal arab. Dengan demikian standar pakaian wanita didasarkan pada ukuran kehormatan dan kesopanan di daerah tertentu. Bahkan, lebih ekstrim lagi, Syahrur mengeluarkan statement bahwa selama wanita tidak telanjang bulat, wanita tersebut belum melanggar hudud Allah. Pendapat ini pun terkesan terlalu bebas dan kelewat batas. Pisau analisis yang dipakai Syahrur dalam menafsirkan batas-batas aurat tidaklah tepat. Teori limit yang ia gunakan adalah teori matematika yang bersifat paten. Dengan metode tersebut Syahrur terjebak dalam “dogmatisme ilmu kealaman”. Ia menganggap ilmu kealaman adalah juru tafsir satu-satunya yang paling tepat atas realitas. Padahal Ayat-ayat al-Qur’an senantiasa berdialektika dengan kondisi sosial budaya yang melingkupinya. Maka, bagaimana mungkin teori ilmu kealaman yang bersifat pasti digunakan untuk membedah permasalahan yang bersifat sosial budaya. Inilah yang kemudian menjadi kelemahan teori Syahrur. Aspek sosio- historis ayat kurang diperhatikan. Berdasar teorinya, akan sangat lucu jika seorang wanita diperkenankan berjalan-jalan dan melakukan aktifitas sosial dengan hanya berbikini saja.
Poin penting yang bisa diambil dalam polemik jilbab ini adalah bahwa sebenarnya jilbab bukanlah sebuah keharusan. Jilbab pada dasarnya memang tradisi lokal arab. Meski demikian, perempuan muslimah tidak lantas kemudian bebas mengumbar aurat. Islam mewajibkan seseorang untuk menutup aurat. Sementara batas aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Walhasil, wanita muslimah tidak wajib berjilbab, tetapi yang wajib adalah menutup aurat. Islam memberikan kebebasan untuk memakai jenis model pakaian. Yang terpenting adalah pakaian tersebut mampu untuk menutupi aurat.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berpijak pada pemaparan di atas, dapat di ambil konklusi bahwa dalam masalah jilbab ini masih terjadi perselisihan di kalangan ulama. Ada yang menganggap bahwa memakai jilbab adalah kewajibab bagi setiap muslimah dan ada pula yang menganggap bahwa pemakaian jilbab bukanlah sebuah keharusan. Perbedaan ini muncul karena paradigma yang digunakan dari masing-masing ulama berbeda.      

B.     Saran-saran
Syariat jilbab adalah syari’at yang masih diperdebatkan. Untuk itu, dalam menyikapi perbedaan, hendaklah kita bisa bersikap arif dan bijaksana. Kita harus mampu membedakan mana khilafiyah yang terkait dengan masalah ushul dan mana yang furu’. Sikap fanatisme ekstrim terhadap satu aliran atau pemikiran tertentu sebaiknya ditanggalkan. Saling menvonis kafir antar kelompok adalah sikap yang semakin menunjukkan ketidakdewasaan dalam beragama. Maka dari itu, jadikanlah perbedaan sebagai rahmat bukan sebagai laknat.

Tafsir Al Ahzab 59 dan An Nur 31 : Jilbab tidak wajib

Al-Qur'an Rahmatan lil 'Alamin dan Tuhan adalah Sang Maha Adil. Tuhan sangat menyayangi seluruh alam semesta, semua makhluk ciptaannya, semua bangsa, semua suku, semua manusia diseluruh dunia. Tuhan pun Maha Adil, itu berarti Tuhan selalu bersikap adil terhadap semua ciptaannya tanpa memihak, atau mengistimewakan salah satu diantara ribuan suku bangsa yang ada didunia ini. Tafsir Al-Qur'an yang merupakan mukjizat bagi makhluk semesta alam pun harus berlandaskan dan berbasis pengertian adil dan Tuhan yang menyanyayangi semua umatnya ini. Sehingga hasil tafsir Al-Qur'an seharusnya dapat membuat semua manusia dan seluruh mahluk lainnya tersenyum bahagia, merasa senang akan tafsir yang adil, tidak itu saja, bahkan tafsir tafsir tersebut dapat menginspirasi dan memajukan kesejahteraan manusia itu sendiri.

“Katakanlah (Muhammad), " Setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya masing-masing . Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (Al-Isra 17:84)

Pembawaan disini berarti adat pembawaan kita sehari-hari dari lahir yaitu pandangan-pandangan dari suku bangsa kita berasal , hal ini bisa mengenai pakaian, kebiasaan, perilaku ,pandangan hidup, kepercayaan dan lain sebagainya.

Seharusnya dengan tiga buah pernyataan ; Al-Qur'an Rahmatan lil 'Alamin , Tuhan adalah Sang Maha Adil dan ayat Al-Isra 17:84 diatas tentang pengakuan Tuhan tentang boleh nya adat istiadat ( termasuk model pakaian adat masing-masing ) semua suku bangsa di dunia, kita sudah paham bahwa jilbab sebagai pakaian adat bangsa Arab / Timur Tengah tidak diwajibkan dipakai oleh suku bangsa lain di bagian dunia lain, yang pembawaannya ( adat istiadatnya ) tentu sangat berbeda.
Bila kemudian ulama sekarang sejak tahun 1980an menafsirkan dua buah ayat (Al Ahzab 59 dan An Nur 31), yang hasilnya bertentangan dengan prinsip dasar diatas, yaitu mewajibkan budaya sebuah Bangsa ( Arab /Timur Tengah ) yaitu berupa pakaian adat jilbab, tentulah hal ini pasti sebuah kesalah pahaman. Karena sangatlah tidak mungkin Tuhan Allah swt akan berkata ( berfirman ) di ayat lain berkata begini , di ayat lain berkata begitu. Bila terjadi ketidak harmonisan pada ayat-ayat di Alquran , tentu kita sebagai manusia-lah yang tidak dapat memahaminya. Kita sebagai manusia harus dan hanya dapat berkata Wallahu A’lam bishawab : hanya Tuhanlah yang mengetahui jawaban yang sebenarnya.

                         ULAMA TEKSTUAL DAN ULAMA KONTEKSTUAL

Sebelum membahas tentang kontroversi ayat Al Ahzab 59 dan An Nur 31 , ada baiknya kita memahami dahulu perbedaan antara ulama tekstual dan ulama kontekstual. Ada seorang dokter berkata pada pasiennya bahwa tidak baik meminum yang manis2. Pasien lain yang berada di luar ruangan mendengar ucapan tersebut langsung melakukan anjuran dokter tersebut, tanpa mengetahui bahwa ucapan itu dikatakan dalam konteks , berbicara pada pasien penderita penyakit gula , padahal untuk pasien diluar yang bukan penderita penyakit gula, manis bukanlah hal yang terlarang.Demikianlah ulama tekstual memahami Al’Quran dan Hadits Nabi tanpa melihat konteks atau sebab2 sejarah turunnya ayat tersebut, sehingga mereka saling bersilang pendapat. Saya pernah membuat eksperimen dengan para mahasiswa Kedokteran dari Universitas yang berbasis Islam berjumlah 60 0rang , dengan menyuruh mereka menterjemahkan Surah Yasin 8-10.

Surah Yasin (36: 8), ” Sesungguhnya kami telah memasang belenggu dileher mereka, lalu tangan mereka ( diangkat) ke dagu, maka karena itu mereka tertengadah.
Surah Yasin (36:9), ” Dan kami adakan di hadapan mereka dinding (pula), dan kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.
Surah Yasin (36:10), ” Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka , mereka tidak akan beriman”.

Hasilnya sungguh beraneka ragam dan mungkin agar menjadi menarik saya meminta anda juga menerjemahkan menurut versi anda juga.
1.Penggambaran seseorang di neraka, yang tidak mematuhi perintah Allah swt.
2.Menggambarkan seseorang yang tidak bisa diberi petunjuk.
3.Penggambaran orang terbelenggu di neraka.
4. menurut versi anda….

Hasil interpretasi berdasarkan teks diatas inilah yang disebut interpretasi tekstual. Dalam sehari hari , kita paling sering menjumpai ulama tekstual seperti ini. Jadi hanya mengira2 saja berdasarkan teks2 yang ada .Sedangkan ulama kontekstual berdasarkan pertimbangan sejarah turunnya ayat tersebut. Jadi Alquran ayat2nya juga berisi sejarah yang terjadi di masa Nabi .Beberapa ayat Al Qur’an memang turun karena beberapa peristiwa yang terjadi saat itu. Kejadian2 itu dicatat dalam kitab tersendiri yaitu Kitab Asbabun Nuzul, atau kitab yang mencatat sebab2 turunnya suatu ayat (buku ini banyak di jual di toko2 buku). Ibnu Taimiyyah ( Lahir di Bagdad 22 januari 1263, more info ketik google:biografi Ibnu Tamiyah) mengemukakan , bahwa mengetahui asbabun nuzul suatu ayat al-Quran dapat membantu kita memahami pesan-pesan yang dikandung ayat tersebut. Lebih lanjut Syaikhul Islam itu menambahkan , pengetahuan ikhwal Asbabun Nuzul suatu ayat memberikan dasar yang kokoh dalam menyelami kandungan ayat tersebut( 1:V ). Kemudian para mahasiswa itu saya tunjukkan kejadian yang menjadi penyebab turunnya ayat tersebut (asbabun nuzul). Pembaca dipersilahkan untuk menilainya dibawah ini.

1. Dalam suatu riwayat dikemukakan , ketika Rasulullah saw, membaca surah 32 as-Sajdah dengan nyaring, orang2 Quraishy merasa terganggu. Mereka bersiap2 untuk menyiksa Rasulullah saw, tapi tiba2 tangan mereka terbelenggu di pundak2nya dan mereka menjadi buta sama sekali. Mereka mengharapkan pertolongan Nabi saw dan berkata : ” kami sangat mengharapkan bantuan tuan atas nama Allah dan atas nama keluarga .” Kemudian Rasulullah saw berdoa dan merekapun sembuh. Namun tak seorangpun dari mereka yang beriman . Berkenaan dengan peristiwa tersebut , turunlah ayat2 tersebut. ( QS 36 Yasin 1-10) Diriwayatkan oleh abiu Nu’aim di dalam kitab ad-dala-il, yang bersumber dari Ibnu ’Abbas. (1)

2. Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Abu Jahl berkata ; ” Sekiranya aku bertemu dengan Muhammad , pasti aku akan berbuat (mencelakainya).” Ketika Nabi Muhammad berada disekitar Abu Jahl, orang2 menunjukkan bahwa Muhammad berada disisinya. Akan tetapi Abu Jahl tetap bertanya2:” mana dia ? ” karena tidak dapat melihatnya. Ayat ini (QS 36 Yasin 8-9) turun sebagai penjelasan bahwa pandangan Abu Jahl saat itu ditutup oleh Allah sehingga tidak dapat melihat Muhammad. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ’Ikrimah. (1)

                  EMPAT PERBEDAAN PARA SAHABAT DAN ULAMA SEKARANG

Ada empat perbedaan mengapa dulu , pada jaman sahabat dan Kekhalifahan di Persia , ulama dulu, jilbab tidak diwajibkan tetapi ulama sekarang berpendapat jilbab wajib. Hal ini karena khalifah dan ulama dulu menafsirkan ayat berdasarkan konteks turunnya ayat Al Ahzab 59 dan An Nur 31. Sedang ulama sekarang adalah ulama tekstual , karena pada ayat tersebut menyebut kata jilbab , kerudung .

A. Perbedaan pertama .

Makna Al Ahzab 59 : Jilbab, pakaian pembeda antara muslim dengan budak.

Para ulama kita yang tekstual biasanya mengartikan Al Ahzaab 59 sebagai wajibnya jilbab , karena menyebutkan kata-kata diwajibkan jilbab
(QS 33 Al-Ahzaab : 59) “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu dan wanita orang-orang mukmin, agar mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Itu menjadikan mereka lebih mudah dikenal, sehingga mereka tidak mudah diganggu. Dan Allah maha pengampun lagi maha Penyayang.” ...( suatu kalimat Sejarah yaitu suatu kailmat yang berhubungan dengan situasi kejadian saat itu yang menimpa umat Islam .pen )
Para Ulama kontekstual menafsirkan ayat ini berdasarkan sejarah, Asbabun Nuzul ( sebab-sebab turunnya ayat ini) pada situasi saat itu.
JILBAB BUKAN PRODUK AGAMA ISLAM
JILBAB PRODUK NENEK MOYANG BANGSA ARAB
                                                                                        
Wajib jilbab di kerajaan Assyria 1075 SM 

Jauh hari , ribuan tahun sebelum turunnya Islam pada Tahun 600 M ( abad ke 6 M) di Arab Saudi, Jilbab telah dipakai meluas di kawasan Timur Tengah. Kerajaan Assyria ( lihat profile kerajaannya : google : Kerajaan Assyria ) pada tahun 1075 SM membuat undang – undang yang dikenal sebagai The Assyrian Code . Tertulis dalam Hukum Assyrian (. Google ketik: Assyrian code Fordham univ. Lihat I.40) : Pelacur tidak boleh berjilbab. Driver dan Miles dalam bukunya “the Assyrian Law” lebih lengkap menulis : wanita bangsawan , wanita merdeka harus berjilbab dan budak tidak boleh berjilbab (7:44-46). Pencitraan jilbab sebagai pakaian wanita terhormat ( wanita bangsawan dan wanita merdeka harus memakainya) dan pakaian wanita suci ( pelacur dan budak tidak boleh memakainya) di mulai dari sini. Karena di undangkan, yang melanggar akan dikenai sangsi, otomatis pakaian ini akan dikenakan turun temurun dari ibu ke anak . dari anak ke cucu , dari cucu ke cicit seterusnya sampai ke anak cucunya yang menyebar ke Jazirah Arab sampai hampir 1500 tahun kemudian pada saat hidup Nabi dan para sahabat. Demikianlah akhirnya pakaian jilbab menjadi simbol pakaian yang dianggap suci , terhormat ,bergengsi, bermartabat itu , menjadi pakaian adat mereka. Kemudian akhir-akhir ini jilbab diangkat sebagai tuntunan Islam atau yang dikenal sebagai Islami.Sebuah kesalah pahaman yang harus diluruskan , karena jilbab produk masyarakat Arab bukan produk agama Islam.

                                “ Pencitraan jilbab yang suci dan terhormat dimulai dari sini”.

                Assyria/Persia                   Kristen            Islam                            Sekarang
                         I ------------------------I--------------I------------------------I
                 1075 SM                               0                 600 M                          2013 M
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjjZjM6F-s-5wQF8Z98LrVCeISLvE0Kas9KKQSBwWgZKHxQKtR5D4KUeNJeBRnLwXNaWbtCwYvGzMNyrwjR10e6rXyio0YbueA-GZhrgqljEMhRAEOI8-Og51PtlkfKjIf8-U_GjGVCUdKD/s1600/danu+0,5.jpg
Gbr 1         Gbr 2           Gbr 3
Sumber gambar 1 : Google Images : Assyrian Empire
Sumber gambar 2 : Google : Assyrian Ancient Tablets Decodes
Sumber gambar 3 : Google : veil arab woman

Keterangan : Gambar 1. Warna hijau , Daerah Kekuasaan kerajaan Assyria 1075 SM yang pengaruhnya menyebar ke Arab Saudi kuno. 2. Contoh batu bertulis berisi Undang-undang kerajaan Assyria. Gambar  3 : contoh model-model jilbab pakaian adat Bangsa Arab/Timur Tengah.

Sebuah peristiwa yang sangat penting terjadi :

Asbabun Nuzul (sebuah peristiwa penyebab turunnya ayat ) Al Ahzaab 59 : Istri Rasullulah pernah keluar malam untuk buang hajat (buang air). Pada waktu itu kaum munafikun mengganggu dan menyakiti istri Rasulullah tersebut. Hal ini diadukan kepada Rasulullah SAW, sehingga Rasulullah pun menegur kaum munafikun. Tetapi mereka menjawab, “Kami hanya mengganggu hamba sahaya (budak).” Turunnya ayat ini (QS 33 Al-Ahzaab : 59) sebagai perintah untuk berpakaian tertutup agar kaum Muslimah berbeda dari para budak. Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d, di dalam kitab Ash-Thabaqat yang bersumber dari Abu Malik (8).

NABI DAN PARA KHALIFAH BERLANDASKAN AN NUR 31 ULAMA SEKARANG AL AHZAAB 59 

Pengaruh Undang-undang di Assyria tahun 1075 SM dalam Hukum Assyrian ( Google ketik: Assyrian code Fordham univ. Lihat I.40) : Pelacur tidak boleh berjilbab. Driver dan Miles dalam bukunya “the Assyrian Law” lebih lengkap menulis : wanita bangsawan , wanita merdeka harus berjilbab dan budak tidak boleh berjilbab (7:44-46) masih terasa pengaruhnya sampai semasa hidup nabi hampir 1600 tahun kemudian. Para wanita Bangsawan yang berjilbab ini, adalah istri pejabat tidak ada yang berani mengganggu. Sampai jaman sekarangpun tidak ada orang yang berani mengganggu para bangsawan / istri pejabat. Umat Islam saat itu , walaupun termasuk wanita merdeka mereka tidak berjilbab . Oleh karena tidak berjilbab itulah mereka dikira budak yang dapat diperlakukan seenaknya. Turunnya ayat itu bertujuan agar umat Islam yang sudah menjadi wanita merdeka itu , dapat dibedakan dengan budak ,”Itu menjadikan mereka lebih mudah dikenal, sehingga mereka tidak mudah diganggu” ( penggalan Ayat Al Ahzab diatas) demikian maksud ayat itu , bukannya untuk menyuruh memakai jilbab ( bandingkan juga kalimat pada ayat ini dengan kalimat di Korintius 11:5-6 pada halaman selanjutnya ). Karena wanita muslim saat itu memang wanita merdeka yang berhak mendapat perlindungan dari Sang Nabi ,yang ketika itu menjadi semacam Gubernur di Madinah. Dengan memakai jilbab , para pemuda iseng tidak ada yang berani mengganggu lagi. Karena dengan memakai jilbab sudah pasti bukan kaum budak yang bisa diperlakukan se-enaknya. Tetapi yang menjadi masalah adalah , ayat ini disalah pahami sebagai sebuah ayat yang mewajibkan untuk berjilbab ( google ketik : Al Ahzaab 59 jilbab wajib) , padahal ini adalah sebuah ayat bernuansa sejarah yang berkaitan dengan kondisi sosiopolitik di Madinah saat itu . Hal ini sungguh berbeda dengan para sahabat ( yang tentu sepengetahuan Nabi ) saat itu yang bersandar pada penggalan ayat An Nur 31.

”.. janganlah mereka menampakkan perhiasannya (anggota badannya) kecuali (anggota badannya) yang (biasa) nampak dari mereka.” (...pembahasan di halaman selanjutnya ).

Kekeliruan pengambilan acuan ayat Al Ahzab yang bersifat sejarah , tetapi kemudian dipakai untuk mengatur pakaian seorang muslimah , tentu saja menimbulkan kekacauan. Pertengkaran kedua ulama dibawah ini sebagai ilutrasinya.

ACUAN PADA AL AHZAB 59 MENYEBABKAN PERTENGKARAN PARA ULAMA

Allah maha adil dan bijaksana tentu hasil dari aturannya yang berupa ayat Alquran akan ditafsirkan umat manusia akan memberi dampak kerukunan , kedamaian dan hidup harmonis . Bila terjadi penafsiran diantara umat apalagi para ulama besar yang dianggap paling pandai menafsirkan sebuah ayat , tetapi hasilnya malah menimbulkan pertengkaran , tentu terjadi sesuatu yang kesalahan tafsir. Pertengkaran dua ulama hebat karena kedalaman keilmuannya antara Syaikh Hammud At-Tuwaijiri dan Syaikh Al Albani ( anda dapat mencarinya sendiri di google ) dibawah ini dapat menjadi pelajaran untuk kita , bahwa masing-masing suku/bangsa mempunyai auratnya sendiri-sendiri .Karena kedua beliau-beliau ini saling menyalahkan pihak lain dari kacamata budaya nya masing-masing. Kejadiannya hampir serupa tapi tidak sama di Indonesia sekarang , karena sejak ribuan tahun yang lalu rambut dimasyarakat kita bukan termasuk aurat ( sesuatu yang tidak layak diperlihatkan ke masyarakat umum) seperti halnya ( ma’af) payudara , bokong , pusar dan lain sebagainya. Umat Islam di Indonesia , hanya ikut-ikutan dengan pendapat para ulama kita yang terpengaruh –para guru mereka di Arab Saudi / Timur Tengah , yang menganggap bahwa rambut termasuk anggota badan yang tidak layak diperlihatkan ( rambut termasuk aurat ). Buktinya adalah sehari-hari kita tidak risih melihat para wanita di televisi atau dalam kehidupan sehari-hari yang terlihat rambutnya. Ini tentu berbeda sekali bila kita melihat wanita yang terlihat payudara atau pusarnya sebagai misal. Kita akan merasa risih , malu dan bermacam-macam perasaan lainnya.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-Hum2DS1KwGNAf9UK2jFJwNTxLnpTAFrSZOyImTnGWKoNpYHhvyDmpPBQnOl6hACoiFnLLsTyVzd9U6IBIhhCMkWdjtK2nU3rHm-NyeGU9b1PirKTPAI0coJHN9_B62cnBwb7j5j_6EmQ/s1600/danu+36.jpg
                                     
(1)            (2)                 (3)                  (4)               (5)
                                   
Sumber gambar 1 : Cover buku “ Mendudukan polemik berjilbab” karangan Syaikh Nashiruddin Al Albani (6).
Sumber gambar 2 ,3 : Google Images : Veil Arab Woman
Sumber gambar 4,5 : Google Images : kebaya Dian Sastro

Perdebatan ini diambil dari buku “ Mendudukan polemik berjilbab” karangan Syaikh Nashiruddin Al Albani ( gbr : 1 ). Banyak dari kita umat Islam yang merasa bahwa model jilbab kita yang tampak wajahnya ( gbr : 3 ) adalah model jilbab yang paling benar. Hal ini sangat keliru , karena ada ulama hebat lain dari Arab Saudi , yang mengkritik model jilbab in karena dianggap belum menutup aurat semuanya...Nah.. Syaikh Hammud At-Tuwaijiri, dari adat seluruh tubuh adalah aurat ( gbr : 2 ) menyerang pendapat Syaikh Al Albani ( gbr:3 ) seperti model jilbab kita, dengan kata-kata : “Barang siapa yang membolehkan wanita membuka wajahnya, sebagaimana pendapat Albani, maka ia telah membuka lebar-lebar pintu tabarruj (bersolek berlebihan) dan mendorong kaum perempuan untuk melakukan perbuatan tercela sebagaimana yang dilakukan oleh kaum perempuan tanpa penutup wajah sekarang ini.” ( 6: 18 ) Bahkan ia mengatakan Syaikh Al Albani telah menyelewengkan ayat-ayat Allah dan menyimpangkannya (6: 71).. Tentu saja Syaikh Al Albani membalas menuduh Syaikh At Tuwaijiri-lah yang mempunyai sikap yang ekstrim dan fanatik (6: 45). Sambil mengutip sebuah hadist: “Barang siapa yang memanggil seseorang dengan kekafiran atau mengatakan, Hai musuh Allah! Padahal ia tidak demikian, maka hal itu akan kembali kepadanya.”(6:71) Tetapi bila kedua beliau ini mengikuti jejak para sahabat ( yang tentu dengan sepertujuan Nabi) mengacu ke penggalan An Nur 24 : 31 :

”.. janganlah mereka menampakkan perhiasannya (anggota badannya) kecuali (anggota badannya) yang (biasa) nampak dari mereka (wanita).” 

masing-masing ulama dengan budayanya sendiri-sendiri itu sudah sesuai dengan Alquran. Karena di suku Syaikh Al Albani wajah adalah anggota badan yang memang biasa nampak , sebaliknya di budaya Syaikh At Tuwaijiri wajah tidak biasa nampak. Gejala menyalahkan orang lain tanpa menghormati pihak lain yang lain budayanya ini juga sudah menular dalam kehidupan sehari-hari kita. Sekarang karena hasil indoktrinasi para ulama di televisi , radio , ceramah-ceramah ibu arisan , banyak sekali orang menyatakan bahwa rambut adalah sesuatu yang tidak layak dipertontonkan ( termasuk aurat .
Gambar: 4 ,5 : Dian Sastro . Padahal bila kita mau sedikit berpikir dengan akal kita , rambut Dian Sastro diatas layak saja diperlihatkan ...apa yang salah?. Saya kemudian ingat tentang ancaman kemurkaanNYA bila kita tidak menggunakan akal kita
“...dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya “. ( Yunus 10 : 100 )

Lukisan-lukisan peninggalan kuno adalah artefak sejarah. Lukisan-lukisan ini bersifat jujur dan merupakan fakta kehidupan jaman kuno saat ajaran Islam belum terdistorsi. Peninggalan lukisan dibawah ini dapat memperlihatkan dengan jelas penerapan jaman Islam dulu. Para sahabat ( Abu Bakar , Umar , Usman dan Ali ) di tahun 700an dan para khalifah penggantinya yang berasal dari Negara Arab Saudi sekarang , tidak mewajibkan jilbab. Yakni ketika mereka mendudukkan Kerajaan Persia , yang pakaian wanitanya berbudaya rambut terlihat , seperti pakaian kebaya wanita Indonesia yang rambutnya terlihat. Dapat dipastikan bila beliau-beliau ini bila masih hidup dan melihat pakaian para wanita kita, mereka tidak akan mewajibkan jilbab. Sangatlah berkebalikan dengan para ulama kita , yang salah paham mengenai masalah jilbab ini , sehingga mewajibkan jilbab untuk bangsanya sendiri.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMdhugFHNQYrZ5kAHMwK5tl6eWPJUVPXc7sRWqJWXOgjRfKZ702832OVKz_l3_scrlTOX4-ZzER-8xXKzTv7poWw6AnHFgkkWAymQ4NWjoGMvwTI5Ujkaelq0zKX_xOPsDVq3flFW8Qg9a/s1600/kompasiana+6.jpg
Gambar kiri : Penemuan lukisan dinding yang terkubur saat kekhalifahan Th 800an ,kira-kira 100 an tahun lebih, sejak dari meninggalnya sang Nabi. Tampak pada lukisan 2 gadis sedang menari, bukti Sahabat & khalifah tidak mewajibkan jilbab (1). Saat ini ulama besar pemberi fatwa Abu Yusuf ,tidak mewajibkan jilbab. ( Google ketik : Abu Yusuf ulama Khalifah Harun Al Rashid ).Gambar kanan : Lukisan ditemukan didaerah merah (selatan Damaskus), daerah kekuasaan Umar bin Khatab & Ali bin Abu thalib. Lukisan ini di era dinasti Abbasiyah(2).SETIAP SUKU BANGSA DIDUNIA BOLEH BERAGAMA ISLAM DENGAN PAKAIAN ADATNYA MASING –MASING
Setiap suku bangsa Auratnya berbeda-beda. “ Sesungguhnya kamu benar-benar dalam keadaan berbeda pendapat “ : (Adz-Dzaariyat 51:8)https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhj65gCLa9zbhI1-hj0FV41PXEmACdsGZAQAYEyGLCcLP3pPuk_BLydEmxdqhbNiirWzyGEuaFwu8Ys4lytPSjqzNo13Dn9VK9WdXKMrLw6v_lyjYlwDUCUtuhpZNLcUVA5z4qMio-FS1cF/s1600/DANU+1.jpg
             
Wanita Asmat  Wanita Jawa Wanita Belanda Wanita Jepang Wanita Arab
Sumber gambar : Google Images : ketik semua judul diatas.
Sebelum membahas pakaian Jilbab lebih jauh ada baiknya kita memahami dulu konsep tentang Aurat. Aurat adalah suatu anggota badan yang tidak layak diperilhatkan kepada orang lain ( ind : tabu , Jawa : saru). Hal ini disebabkan karena selama ratusan tahun atau ribuan tahun yang lalu anggota badan itu tertutup. Masyarakat jawa memandang payudara, pantat , paha atas , pusar adalah aurat , memang di masyarakat ini anggota badan itu selalu tertutup. Tentu saja bila diperlihatkan yang melihat merasa risih ,malu dan orang yang terlihat pun akan malu sekali dan ini dianggap melanggar aturan kesopanan yang berat. Kebalikannya saudara-saudara kita , masyarakat Asmat di Papua tidak malu bila terlihat, karena semua anggota badan ini biasa terlihat. Demikian pula di masyarakat Arab /Timur Tengah , rambut karena biasa tertutup selama ribuan tahun , dianggap aurat dan bila terlihat akan dianggap sebagai melanggar kesopanan. Bagi masyarakat kita yang biasa melihat rambut wanita di TV dalam kehidupan sehari-hari , merasa aneh bila rambut dianggap aurat , disamakan dengan payudara dan anggota tubuh lainnya yang biasa tertutup.Firman Tuhan ini seharusnya sudah cukup jelas mengenai sahnya perbedaan-perbedaan kita bangsa-bangsa di dunia ini :
“Katakanlah (Muhammad), " Setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya masing-masing . Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (Al-Isra 17:84)
Pembawaan disini berarti adat pembawaan kita sehari-hari dari lahir yaitu pandangan-pandangan dari suku bangsa kita berasal , hal ini bisa mengenai pakaian, kebiasaan, perilaku ,pandangan hidup dan lain sebagainya.
Ada saudara kita yang muslim berpendapat bahwa yang terbaik adalah suku bangsa Arab termasuk tradisi-tradisinya , termasuk cara berpakaiannya. Kalau memang begitu, mengapa tidak diciptakan satu bangsa saja Bangsa Arab , sehingga dijamin hanya satu budaya saja di dunia ini . Bukankah Allah swt Maha Kuasa seperti dalam firmannya :
“Jikalau Rabbmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu..” (QS. 11:118) 
Itu karena memang kita sengaja diciptakan beraneka ragam suku bangsa didunia, agar saling mengenal , saling bertegur sapa, bukannya kita harus seperti salah satu suku bangsa di dunia ini , seperti saudara-saudara kita orang Arab misalnya . Disini penulis bukan anti orang Arab, Jepang, China, Korea, Amerika, Eropa tapi penulis beranggapan semua suku bangsa di dunia ini setara . Penulis beranggapan , yang membuat mulia seseorang, bukan bangsanya , sukunya , warna kulitnya , pakaiannya berjilbab atau tidak tapi perilakunya baik atau tidak. Seperti dalam firmannya :
“ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. ...” (Al Hujurat 13)
    Taqwa : Berperilaku baik karena merasa takut akan (hukuman) Allah.
B. Perbedaan kedua.
An Nur 31:
“Katakanlah kepada pria-pria mukmin : Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah mereka menampakkan hiasan (anggota badan) mereka, kecuali yang (biasa) nampak dari mereka danhendaklah mereka menutupkan kerudung mereka ke dada mereka dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka atau ayah suami mereka atau putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka atau saudara laki-laki mereka atau putra-putra saudara perempuan mereka atau wanita-wanita mereka atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat-aurat wanita dan janganlah mereka menghentakkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah , hai orang-orang mukmin supaya kamu beruntung.”
Sejenak kita kembali pada tulisan awal tadi, kewajiban memakai jilbab yang di sahkan undang-undang di Kerajaan nenek moyang bangsa mereka Kerajaan Assyria 1400an tahun sebelumnya ( 1075 SM) , menjadi pakaian tradisi bangsa mereka sampai anak keturunan mereka yang menyebar ke Arab Saudi . Untuk hal ini nanti, pada pembahasan selanjutnya kita dapat mengerti dan memahaminya. Ketika ayat An Nur 31 ini turun di Arab Saudi , para sahabat (dengan sepengetahuan Nabi Muhammad tentu) memahami aturan berpakaian wanita muslim adalah penggalan kalimat :
“.. janganlah mereka menampakkan anggota badan (hiasan) mereka, kecuali yang (biasa) nampak dari mereka..”
       Penulis akan menambahkan kalimat anggota badan” agar semakin jelas :
“.. janganlah mereka menampakkan anggota badan (hiasan) mereka, kecuali (anggota badan) yang (biasa) nampak dari mereka..” 
                                        JILBAB , ISLAMI ATAU ARABI....?
Bukti bahwa para sahabat mengacu pada penggalan An Nur 31 , pembaca dapat menilainya sendiri dari scanning asli dari catatan yang di buat hampir 700 tahun yang lalu, diambil dari buku Tafsir Ibnu Katsir III hal 489 (58). : penerbit Gema Insani Press ( more info google: Ibnu Katsir wikipedia) seorang ulama besar yang menjadi rujukan Ulama sekarang. Karyanya yang terbesar adalah Tafsir Alquran dimana tafsir ini dipakai hampir semua negara Islam , Arab Saudi dan termasuk Alquran yang berada di rumah anda ( terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia) .
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhu9zJTmcKLe3aYdOFiweS0qGaCnREqv-UHx4_2IEE8wln7K1UlXoBXSdRA7dtsS3xKXU2InVinlZHFfXVW5norqwNAE9QLPeAOq-XR7olYB5lri3cGpT-1Yf335hMNG-cDKm96kiTBsexD/s1600/danu+25.jpg

Tentu saja pada budaya pakaian mereka , orang Arab / Timur Tengah , yang berwujud jilbab (lihat pakaian wanita Arab diatas) menurut penggalan An Nur 31 : “ anggota badan yang biasa nampak dari mereka (wanita)” atau “yang tampak darinya (wanita)” adalah wajah dan telapak tangan . Pada lembaran copy tafsir Ibnu Katsir diatas , tidak heran bila Ibnu Abbas menyatakan bahwa yang boleh tampak menurut penggalan An Nur 31 adalah wajah dan telapak tangan, karena memang Ibnu Abbas adalah seorang pria dengan suku bangsa Arab/Timur Tengah yang para wanita disukunya mempunyai pakaian adat seperti itu. Para sahabat lainnya seperti Qatadah ,Miswar bin Makhzamah ( 5:71) mengartikan dengan pendapat yang sama. Para ulama Mazhab Imam Malik bin Anas , Syafii, Hanafi, sebagai rujukan ulama kita sekarang , adalah juga bangsa Arab /Timur Tengah dan merasa sependapat dengan pendapat Ibnu Abbas ra. Hal ini karena mereka memang berasal dari bangsa yang mempunyai tradisi/ budaya Jilbab , tentu saja mereka mengartikan ayat An Nur 31 ini, berpendapat wajah . telapak tangan anggota badan yang boleh nampak, karena pada tradisi/ budaya jilbabnya , bagian tubuh ini biasa nampak.

Sebaliknya rambut adalah anggota badan yang termasuk aurat , karena anggota badan ini (anggota badan dikiaskan sebagai perhiasan.pen) selama ribuan tahun pada pakaian budaya ini tidak biasa nampak. Arti Aurat pada tradisi bhs jawa : saru , dalam bahasa Indonesia : tabu ) . Kalimat selanjutnya pada copy tafsir Ibnu Katsir diatas “...dan inilah pendapat yang dikenal oleh mayoritas Ulama”. Tentu saja hal ini sangat lumrah sekali, karena ulama yang menyatakan adalah ulama orang sana, orang Arab / Timur Tengah yang mempunyai budaya model jilbab seperti itu dan memang mereka sudah sesuai Ajaran Alquran An Nur 31.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVN-JOuLnYAqekFYVRpZ_2uQ2wPMGChP6HwMOLjmGvREHh8GLJ_7Al0oBZR6H_pcgHoSVs65a7tpTKmaEd2fVaOoFDDTMRyAUrhAZf8PYOlyNOZcZ1-VLnaV9iQGCDVW1xQJOA1EIyWTMJ/s1600/kompasiana+1.jpg
                               
(1)           (2)                  (3)              (4)        (5)          (6)

Sumber gambar Images google : Arab woman, one eye Veil, Hanbok,Kimono dan pakaian wanita Belanda Pakaian tradisi Bangsa Arab/Timur Tengah dengan segala modelnya.
Anda masih bisa mendengar dan melihat “sisa-sisa” ulama kita dulu yang sekarang sudah sepuh Prof.DR Quraish Shihab maupun yang sudah almarhum, Prof.DR Nurcholish Majid, Gus Dur . Perhatikan anak-anaknya yang rambutnya masih bisa dilihat, karena menganggap rambut bukan aurat. Ketika Prof.DR.Quraish Shihab yang ketinggian Ilmunya sudah tidak disangsikan lagi, menyatakan Jilbab tidak wajib ( ketik google : Prof.Quraish Shihab jilbab tidak wajib). Bila beliau ini di internet di komentari mempunyai pandangan yang aneh dan nyleneh, tetapi bila anda mengatakan rambut adalah aurat ( semacam payudara ) yang harus ditutupi memakai jilbab ditahun 1980an kebawah, andapun akan dikatakan aneh dan nyleneh karena andalah satu-satunya pemakai jilbab.
Bila dalam keadaan sehari-hari banyak sekali aliran keagamaan yang berbeda-beda jilbabnya , mungkin berikut ini dapat digunakan sebagai penjelasannya. Ulama Besar Ibnu Katsir ( ketik google : Ibnu Katsir) mempunyai pemahaman , Alquran harus di tafsirkan dengan Alquran itu sendiri. Bila tidak ada tuntunannya, ke Hadits Nabi Muhammad, bila tidak ada, ke pendapat para sahabat, bila tidak ada ke tabi’in ( generasi setelah sahabat) , bila tidak ada ke ulama berikutnya. Ulama sekarang di Timur Tengah , karena mencari rincian model jilbab tidak ada di Alquran dan Hadits , mereka menyandarkan pada pendapat sahabat . Padahal para sahabat itu menyandarkan pada ayat Alquran, kata-kata yang berasal dari Tuhan yaitu penggalan An Nur 31 diatas ” ..anggota badan ( hiasan) yang biasa tampak..”. Sangat masuk akal bila para sahabat berbeda-beda pendapatnya karena memang sesuai dengan model jilbab di sukunya. Para sahabat Rasulullah, Ibnu Mas’ud ra. Ibrahim an-Nakha’I, Hasan al-Bashri ra. (31:37) memahami makna ”hiasan yang biasa nampak” itu adalah pakaian (gambar 1). Mudah ditebak karena ia memang berasal dari budaya jilbab yang menutupi seluruh tubuh. Sahabat Rasulullah lainnya, Abidah as-Salamani (5:63-64), mengartikan penggalan ayat tersebut sebagai seluruh tubuh aurat kecuali mata kiri saja yang boleh terlihat (gambar 2). karena sebelah mata yang biasa tampak. Gambar 3, kedua mata tampak kelihatannya penggabungan dari pendapat ini dengan pendapat As-Suddi (5:64), yaitu “..yang boleh tampak satu mata yang mana saja..”. Pada pakaian tradisi ini rambut adalah aurat, sesuatu yang tidak layak, tabu untuk diperlihatkan , karena terbiasa tertutup sejak pakaian ini di ciptakan ribuan tahun yang lalu dimasyarakatnya. Itulah sebabnya anda dapat melihat banyaknya model jilbab seperti diatas yang di klaim pemakainya sesuai tuntunan Alquran dan Hadits, padahal..TIDAK ADA SATUPUN RINCIAN MODEL JILBAB SEPERTI ITU DI ALQURAN DAN HADITS. Karena memang mereka mengcopy paste pendapat para sahabat sesuai tuntunan Ibnu Katsir. Tetapi memang boleh-boleh saja , tidak ada yang salah memakai pakaian budaya bangsa apapun , seperti pakaian bangsa Arab, Belanda, Korea, Jepang dll , tapi jangan lupa mengembangkan palkaian tradisi kita sendiri
Gambar 4,5,6 : pakaian tradisional Bangsa Korea, Jepang dan Belanda. Pada kehidupan sehari-hari pakaian-pakaian tersebut, dianggap sebagai pakaian ideal dan sesuai dengan adat kesopanan suku bangsanya masing-masing. Pada pakaian tradisi ini rambut biasa tampak sejak ribuan tahun sejak pakaian ini di ciptakan oleh masyarakatnya, sehingga rambut tidak termasuk aurat . Tetapi payudara, paha atas, ketiak, pantat dan anggota badan yang biasa tertutup termasuk aurat. Memang kita sebagai umat manusia mempunyai pandangan atau pendapat yang berbeda-beda tentang mana anggota badan yang sebaiknya tampak dan mana yang sebaiknya tertutup, karena aurat adalah anggota badan yang biasa tertutup pada pakaian yang menjadi tradisi suatu suku bangsa yang bermacam ragam itu.
PARA SAHABAT, KHALIFAH DAN ULAMA DULU MENGACU KE AN NUR 31 : JILBAB TIDAK WAJIB.ULAMA SEKARANG MENGACU KE AL AHZAB 59 : JILBAB WAJIB
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPSuJKIwElaoskIfwQVa6SKmzTgL0eOY-uGPTZhpoa7vwo0jnje7QXNWG7nicUgFtdLD_Yam-pNdATpaJq9UAYUe67-nvkysG7hA28dc6_bCPXFNkBSdQiYqZSgyZzwVGhyphenhyphenj8V2OJ4T6b3/s1600/KOMPASIANA+4.jpg
Gambar atas : Daerah Kuning , daerah kekuasaan Persia . Sebelah selatan, tenggara kekuasaan Persia , daerah Arab Saudi sekarang yang berwarna putih. Sampai Abad ke 6 turunnya Agama Islam di saat Rasulullah saw , sebagian besar penduduk Arab Saudi sekarang ,berpenduduk Ummi (tidak bisa membaca /menulis). Sebaliknya Persia sudah sangat maju peradaban ilmu pengetahuannya.

 



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnU4-CMYFe0hGyRwJXxtVCgqAOD6ead2Q37tCDdKiDrcVwyLT7uu9nAV4UwPI0ViwFZK04QP0ZRzlxic50RcvnqOvrP6ex5byyFgok7JY4uB47hKCfXmJrt2S-PF_sEqwoKuCYQwIyIRDQ/s1600/KOMPASIANA+5.jpg
Persia ( Iran )tahun1600an   Persia (Iran ) 1501   Iran 1978   Iran 1979                

Sumber gambar : Persia ( Iran ) tahun1600an Persia (Iran ) 1501 (Ensiklopedi Islam Untuk Pelajar, 2)
Sumber Google Images: Iran 1978 , Iranian revolution
Para sahabat Abu Bakar , Umar , Usman . Ali dan para Khalifah penggantinya yang berasal dari Negara Arab Saudi sekarang , tidak mewajibkan jilbab ketika menaklukkan Bangsa Persia ( lihat gambar peta diatas).Beliau-beliau itu mungkin saja berbudaya jilbab , tapi yang jelas beliau-beliau itu tidak mewajibkan jilbab bagi bangsa Bangsa Persia taklukkannya , yang mempunyai budaya rambut terlihat (seperti adat budaya di bangsa kita yang biasa memperlihatkan rambut, mis : pakaian kebaya, bajubodo, baju kurung dll). Tapi kelak 1400 tahun kemudian tepatnya 1979 , ketika para ulama menduduki puncak pemerintahan , jilbab diwajibkan dengan undang-undang negara keseluruh negara Persia ( Iran/Irak sekarang).
“Tafsir kata/kalimat pada Alquran dan Hadis dapat diartikan oleh 1000 orang dengan 1000 tafsir berbeda karena tergantung opini masing-masing orang , tapi Fakta ( kenyataan yang di gambarkan diatas) adalah SATU , dulu jilbab tidak wajib.....”

  BANGSA ARAB MULAI MENINGGALKAN JILBAB
BANGSA INDONESIA RAMAI-RAMAI MEMAKAI JILBAB

         “Mereka, orang-orang Arab itu sedang meninggalkan jilbab , tapi kita justru beramai-ramai sedang menuju ke sana”.



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVKwLBYa97VNcmXLTLd9VG_PspN9AZHMosSNnhG82ppzZx6pGAaCU-PX-bjeb0VaTrdg-yYDOG7KNfTw8MZCuMN_t3u3uXvVbhkIMLG_okmGxVmVoCG8Rcc2xU-a8P2WtPD7vuj0BVn5eE/s1600/KOMPASIANA+6.jpg
                           
  (1)                (2)            (3)           (4)                 (5)       
Sumber gambar : Google Gambar 1 dan 2 : Sarah Attar dan Wojdan Shaherkani ke 2 atlet wanita Arab Saudi ini ( ketik nama ini di Google) menjadi wakil negaranya di Olimpiade musim panas 2012 di Inggris. Perhatikan Orang – orang Arab Saudi /Timur Tengah ini mulai memperlonggar aturan berpakaiannya , leher dan dada bagian atas sudah tidak dianggap lagi aurat .Gambar 3 : Dana Bakdounis ( ketik nama ini di Google) wanita Arab Syria yang menentang pemakaian jilbab karena ingin merasakan desiran angin di rambut dan kulitnya setelah 20 tahun tak merasakannya.Gambar 4 : :Wanita Arab Saudi bernama Raha Moharrak yang tidak berjilbab ini , membuat sejarah ketika dia berhasil mendaki ke puncak gunung tertinggi dunia Everest ( google ketik : Raha Moharrak pendaki gunung ) . Anda juga dapat melihat kegiatan pemilihan Miss Arab World 2009 , dimana Mawadda Nour asli Arab Saudi yang kelihatan rambutnya dan tidak berjilbab ketat ini , yang menjadi pemenangnya. Cari pula di Google Images para PUTRI KERAJAAN ARAB SAUDI : Sarah Princess Saudi , Ameerah princess Saudi, Princess Basmah And Her Daughter Bint Saud dan bila anda rajin mencari daftarnya di Internet masih banyak lagi para putri kerajaan Arab Saudi yang tak berjilbab seperti Princess Fadwa bint Khalid , Princess Dalal bint Saud .

  


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjGYib4REr0GV9mUdP-dGdo5W7C9i2taUxvDzrQe1N92VA1Y-3vXp9tCzUKOigOM_JQsGZx7yEHzpoih-8UGLs49-iZj-x43bHURygmrea4LrlR7jHO92bxv_MSjPIHSKJW1zNLl_ynie1L/s1600/DANU+38.jpg
             
Mereka ini adalah para putri raja yang secara logika sederhana saja bila mereka tak berjilbab akan menanggung konsekuensi yang sangat berat. Suami , Ayah dan ibu adalah Raja dan Permaisuri atau minimal mereka keluarga kerajaan dan para ulama dan masyarakatnya yang sangat paham Alquran dibanding kita ( karena Kitab itu diturunkan disana memakai bahasa mereka ) akan sangat marah karena melanggar Alquran. Marilah sekarang kita mawas diri, jangan-jangan selama 30 tahun terakhir ini kita salah menafsirkan Alquran? Dan benar apa yang dikatakan para ulama kita dulu seperti Prof. DR. Quraish Shihab , Gus Dur, Prof. DR. Nurcholis Majid , yang menyatakan jilbab tidak wajib? Gambar 5 : para wanita Iran sekarang beramai-ramai menanggalkan jilbabnya ( google Images : Iran woman 2013). Anda dapat membuktikannya lagi, ketik google Images : Arab Woman , betapa para wanita Arab telah mulai meninggalkan budaya jilbabnya. Karena mereka paham dan mengerti bahwa di Alquran memang tidak ada satupun ayat yang menyatakan larangan memperlihatkan rambut, yang lebih dikenal istilah rambut adalah aurat, sesuatu yang tidak layak dipertontonkan kepada masyarakat umum ,seperti halnya (ma’af) payudara. Karena selama ini para poltisi dan para ulamalah yang mewajibkannya berdasar undang-undang keseluruh pelosok negara.

Demikianlah, BILA KESALAH PAHAMAN INI TIDAK DI AKHIRI, kita akan bertukar budaya dengan mereka 10 tahun lagi. ULAMA KITA DULU-PUN SEBELUM 1980-AN,TIDAK PERNAH MEWAJIBKAN JILBAB Dinamika NU dan Muhammadiyah cerminan pendapat para Ulama kita dulu dan Ulama kita sekarang.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbKQgokqHx8I83k3p6Azz3fK2qi2wdjNiDb4WtnR70ERbMbW8qjWimTyRjxldNUIcn7yiUiXTdbMPL1TRND-55svgaIfsxlOT0kXmJLw6fdPkZO0aLMgUCUGt0J7PY7TZGmseUwVfqTXou/s640/danu3.jpg
NU 1964     Muhammadyah awal 1980an Keduanya 2011

Sumber gambar :NU 1964 : dari buku Hadrassyaikh Hasyim Asy’ari, moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan (11)
Sumber gambar : dari Perpustakaan Kantor Pusat Muhammadiyah jl.Cik Di Tiro Yogyakarta. Sumber gambar : keduanya 2011 dari koleksi pribadi.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDme4CYN-O9E1JDlJn_8jFLxNpbS7DOV7p7aDdZ6EPc1kD4h641liJPpnUleheaA1VxumHlO4wBT9r3I4srzyt6yWkcwSn4k2YRKi63gmlKR0zNDjlMmwA52XfKivYQxynQ6r-19XiLpnk/s640/danu+4.jpg
Keterangan dari kiri –kekanan : Cut Nyak Dien 1848-1908 Cut Meutia : 1870-1910 Pakaian Adat Aceh nan Indah . Aceh , setelah undang2 wajib jilbab 2001
Sumber gambar Google Images : Cut Nyak Dien, Cut Meutia, Pakaian Adat Aceh
Sumber gambar Google Images : Aceh

Forum pengkajian Islam IAIN Syarif Hidayatullah pada Maret 1988 : dalam seminar tentang jilbab : tidak menunjukkan batas aurat yang wajib ditutup menurut hukum Islam, dan menyerahkan kepada masing-masing menurut situasi, kondisi dan kebutuhan (5,166).

Anda masih bisa mendengar dan melihat “sisa-sisa” ulama kita dulu yang sekarang sudah sepuh Prof.DR Quraish Shihab maupun yang sudah almarhum, Prof.DR Nurcholish Majid, Gus Dur . Perhatikan anak-anaknya yang rambutnya masih bisa dilihat, karena menganggap rambut bukan aurat. Ketika Prof.DR.Quraish Shihab yang ketinggian Ilmunya sudah tidak disangsikan lagi, menyatakan Jilbab tidak wajib ( ketik google : Prof.Quraish Shihab jilbab tidak wajib). Bila beliau ini di internet di komentari mempunyai pandangan yang aneh dan nyleneh, tetapi bila anda mengatakan rambut adalah aurat ( semacam payudara ) yang harus ditutupi memakai jilbab ditahun 1980an kebawah, andapun akan dikatakan aneh dan nyleneh karena andalah satu-satunya pemakai jilbab.
 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiAmRJAC1zEiJLCymciFcUj4xTSXtmSlY-BEs2fCKsZxCinRTgggklYeR8W4Ei8hY0SbSrXe-xv9rLumkfYDvQwjKkp12PwEkwKOHWS-u3-FNzoQdYRmnr-yqRGnHN63XrkApU68PEyxvhE/s640/danu+10.jpg
                                            Aceh 1956                            Aceh 2013                    

Sumber gambar Aceh 1956 : koleksi pribadi
Sumber gambar Google Images : Wanita Aceh

Foto diatas adalah , foto orang tua penulis di Aceh tahun 1956 , ketika para ulama kita tidak menganggap jilbab hal yang wajib. Jilbab di wajibkan di Aceh tahun 2001. Anda bisa mengeceknya di foto2 orang tua , kakek/nenek anda (google ketik : foto smp sma jadul) tentu tahun 1980 kebawah. Tidak itu saja , film-film lama kita Youtube ketik : Losmen ,Pondokan ,Cintaku di Kampus biru, film-film warkop yang lama, film-film Rhoma Irama semuanya saja, tak seorangpun yang memakai Jilbab. Karena saat itu para ulama mendakwahkan kejujuran (sholeh disebutkan 131 ayat) , kebaikan hati , berbuat baik (amal :perbuatan , sholeh : baik ,disebutkan 91 ayat ) terhadap orang lain yang muslim maupun non muslim, pentingnya ilmu pengetahuan , adil terhadap orang lain dsb. Semua ini bersifat moral, yang bersifat isi hati, bukan tampak luar. Karena tampak luar , pakaian misalnya sifatnya berbeda setiap suku di dunia ini.Yang paling penting adalah kita sopan sesuai adat kita masing-masing. Dan untuk ukuran ini , masing-masing kita sudah tahu , mana yang sopan mana yang tidak sopan.
Alquran sebagai Rahmatan lil Alamin ditujukan untuk semua bangsa di Dunia . Bagi bangsa Indonesia dari budaya pakaian kebaya , rambut adalah anggota badan yang biasa nampak , oleh sebab itu menurut ayat tersebut, rambut boleh nampak dan tidak termasuk aurat. Pendapat ini seperti pendapat kebanyakan ulama dulu sebelum tahun 1980an, yang juga menganggap rambut bukan aurat Oleh karena itu bolehkah ulama Indonesia sekarang mengatakan :.

                             ”...Bagi wanita Indonesia Jilbab tidak wajib . Bolehkah ?...”

Masalah menjadi rumit manakala mahasiswa-mahasiswa kita di Arab Saudi/Timur Tengah lulus pertengahan tahun 80an keatas , hanya mengikuti para dosen mereka yang mengacu tafsir penggalan An Nur 31 oleh para sahabat, bukannya menafsirkan ayat tersebut berdasarkan budaya kebaya kita sendiri. Bila para ulama Indonesia bersepakat bahwa kita harus mengikuti saja pendapat para Ulama Arab/Timur Tengah, maka hal ini , selain bertentangan dengan tujuan Alquran itu sendiri yang ditujukan untuk semua suku bangsa di dunia ini , juga akan melenyapkan budaya kita, diseluruh pelosok2 Indonesia dengan segera , bak tsunami yang meluluhlantakkan sebuah daratan. Ini juga sebuah tantangan besar bagi dunia pendidikan Islam Indonesia yang berjumlah ribuan ....

Dapatkah Para Ulama Kita Mengembangkan Tafsir Yang Sesuai Tradisi Dan Adat Budaya Kita Sendiri Bangsa Indonesia , Tanpa Mengacu Pada Pendapat Para Ulama Mazhab Yang Mempunyai Budaya Bangsa Arab/Timur Tengah.....?

                              BILA BUDAYA ARAB BERSIFAT WAJIB ,
                           MUSNAHLAH JUTAAN LAPANGAN KERJA.

Tafsir yang menyulitkan/ menyengsarakan umat, adalah tafsir yang keliru.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjGP_Hec1d074-XQQh7wis-dgwIdORbYowL_tEwiQ9ptVKg9NdSvRYoNAvbPTNnYsvlkIh8ee4UWfLKCt9n53BpSd5gdlxHDkvi348vwHTFvWex_nTVBwTmRQgLQG0Lk9sie4AFpKgVBo5l/s400/danu+13.jpg
                                              (1)          (2)             (3)             (4)               (5)

Sumber gambar 1 : http://www.outlookindia.com/article.aspx?237883 (36)
Sumber gambar 2,3,4,5 : Google

Para seniwati yang diperbolehkan berekspresi , pada saat ke-Khalifahan Islam Turki dimana saat itu pemerintahannya tidak mewajibkan jilbab . membolehkan para wanitanya berkesenian (gambar 1 ) Gambar 2,3,4 dan 5: Lenyapnya Kebudayaan Indonesia dan digantikan dengan budaya asing yaitu Arab/Timur Tengah, turut menghancurkan ekonomi kebudayaan yang menyertainya. Sektor pariwisata akan mati, tidak ada lagi turis mancanegara yang datang lantaran tidak ada lagi hal unik dan khas yang dapat dilihat dari masyarakat kita. Semua orang berjilbab , dapatkah anda membayangkan tarian wayang Rama Shinta , pemeran Shinta memakai jilbab? Rusaklah semua tradisi kita. Tidak itu saja , jutaan masyarakat akan kehilangan lapangan kerja informalnya seperti para penari, pemain musik termasuk gamelan, ,pembuat kain , penjahit pakaian, para wanita pekerja salon pemotong rambut , penata rambut yang berhubungan dengan tradisi dan masih banyak lagi. Penduduk miskin yang tidak mempunyai uang untuk sekolah formal semakin miskin lantaran lenyapnya ekonomi tradisi diatas, dan kesempatan bekerja secara halal dan terhormat menjadi hilang. Yang tersisa bagi mereka adalah pekerjaan2 sebagai pembantu rumah tangga , pekerja kasar ,buruh bangunan , penjual makanan kaki lima dsb . Ini sama saja , kita sedang bunuh diri dengan cara bunuh diri dengan tangan KITA sendiri. Seharusnya sebagai Bangsa Indonesia, bangsa non Arab , yang mempunyai akar budaya sendiri dan beragama Islam , kita harus mengartikan Alquran sesuai budaya kita sendiri .

IMPIAN PENULIS : PONDOK PESANTREN SELAIN MEMAINKAN HADROH JUGA MEMAINKAN GAMELAN DAN WAYANG

Dapatkah Pondok pesantren kita di Indonesia selain mengajarkan tradisi Arab yang berupa Hadroh seperti yang terjadi sekarang, tapi juga mengajarkan juga seni tradisi lokal (daerah) setempat ? Hal ini seperti Ulama-ulama besar awal kita , Walisongo dulu , yang juga menciptakan / menggubah gamelan dan Tarian wayang Jawa . Sebagai Misal pondok pesantren Jawa Tengah dan Yogyakarta juga mengajarkan Gamelan dan tari Wayang , Srimpi, Bondan dsb untuk para santri wanitanya . Pondok pesantren di Padang selain hadroh diajarkan musik khas Padang yang terkenal itu dan tari piring bagi para santri watinya. Pondok pesantren Makasar,Ambon,Kalimantan selain memainkan hadroh seperti sekarang, juga memainkan musik dengan ciri khas daerahnya masing-masing. Untuk pembentukan karakter kepahlawanan dan kesehatan jasmani para santriwan dan santriwati diajarkan pencak silat sesuai daerahnya masing-masing dan filosofinya. Umpamanya pondok pesantren Sumatera Barat mengajarkan Silat Sumatera Barat, Pondok pesantren di Jakarta mengajarkan Silat Betawi , demikian pula pondok Pesantren Jawa Barat , Aceh , dsb.

               KESUSASTERAAN LOKAL ADALAH SEKOLAH UNTUK BANGSANYA

Salah satu jenis seni sastra yang berfungsi mengajarkan sukunya , untuk membentuk kepribadian manusia secara individu maupun masyarakat secara luas adalah peribahasa atau pepatah. Cobalah simak beberapa peribahasa atau pepatah yang dihasilkan nenek moyang kita yang arif dan bijaksana , ratusan atau mungkin ribuan tahun yang lalu di tanah Jawa, di bawahini.                                                              

Ajining diri ono ing lathi : Kehormatan dirimu terletak pada lidahmu atau ucapanmu.
Ojo adigang, adigung, adiguno : Janganlah merasa paling kuat, merasa paling mulia, merasa paling penting.
Becik ketitik ala ketara : Berbuat baik maupun buruk akhirnya akan terlihat juga
Suro diro joyo ningrat lebur dening pangastuti : Semua angkara murka atau tindak kejahatan akan kalah oleh Keluhuran Budi

Pepatah Melayu: 

Akibat nila setitik rusak susu sebelanga : Nama baik yang di bangun bertahun2 rusak akibat perbuatan tercela.
Dikandang kambing kita mengembik, dikandang sapi kita melenguh. Yang berarti bahwa kita harus pandai menyesuaikan diri, agar dapat selaras dengan lingkungan dimanapun kita berada.

Pepatah bugis/Makasar:

"Ininnawa mitu denre sisappa, sipudoko, sirampe teppaja" : Hanya budi baik yang akan saling mencari, saling menjaga, dalam kenangan tanpa akhir.
”Reso temmangingi namalomo naletei pammase dewata” : kerja keras dengan penuh keikhlasan dan tak lupa berdoa agar tujuan kita dapat tercapai

Pepatah Padang.

Anak ikan dimakan ikan, gadang ditabek anak tenggiri. Ameh bukan perakpun bukan, budi saketek rang haragoi : Hubungan yang erat sesama manusia bukan karena emas dan perak, tetapi lebih diikat budi yang baik. Anjalai tumbuah dimunggu, sugi sugi dirumpun padi.
Supayo pandai rajin baguru, supayo tinggi naikan budi : Pengetahuan hanya didapat dengan berguru, kemuliaan hanya didapat dengan budi yang tinggi ( Untuk bangsa2 lain di dunia anda dapat mencari di Google : mis. Ketik peribahasa Korea,Jepang, China, Belanda, Inggris, Iran, Afganishtan,Rusia, Nigeria , Swedia, Ethiopia dll semuanya mengajarkan kebaikan untuk suku bangsanya).

“Persamaan Alquran dan Kehidupan adalah berisi Firman – Firman NYA , yang mewajibkan kita agar beriman dan berbuat kebajikan terhadap sesama........”.

 “...MARILAH KITA MENJADI MANUSIA INDONESIA YANG BERBUDAYA INDONESIA DAN BERAGAMA ISLAM .....” 

C. Perbedaan Ketiga.

Perbedaan ini pada penggalan ayat An Nur 31 : Ulama sekarang mengacu pada penggalan An-nur 31

“... hendaklah mereka menutupkan kerudung mereka ke dada mereka....” .

 Para ulama tekstual , yaitu ulama yang menafsirkan sebuah ayat hanya karena melihat ayat tersebut menyebut teks kerudung, sehingga menafsirkan ayat tersebut sebagai ayat yang mewajibkan kerudung atau jilbab ( Google ketik An Nur 31 jilbab wajib). Tapi lain halnya dengan ulama kontekstual yaitu menafsirkan ayat tersebut berdasarakan konteks ( sejarah , kondisi /keadaan masyarakat Arab saat itu).Imam Qurtubi (w 1273 M , 700 tahun yang lalu ) ( more info ketik Google: Biografi Imam Al-Qurthubi) ahli Hadist, Tafsir dan Fiqih yang sangat dihormati, menyebutkan bahwa sebab turunnya penggalan ayat ini adalah karena wanita- wanita pada Zaman Nabi Muhammad SAW menutup kepala mereka dengan kerudung- kerudung dan mengulurkannya ke arah punggung mereka, sehingga bagian atas dada dan leher dibiarkan tanpa sesuatu pun yang menutup keduanya. Maka ayat di atas memerintahkan wanita-wanita mukminah agar mengulurkan kerudung mereka ke arah depan sehingga menutup dada mereka. Karena itu ayat di atas bertujuan (memerintahkan) menutup dada karena keterbukaannya, dan bukan bermaksud memerintahkan ( mewajibkan ) pakaian (kerudung) dengan model tertentu (5:142). Menurut hemat penulis , terlihat nya payudara melanggar adat mereka karena menampakkan anggota badan yang tidak biasa tampak di masyarakat berpakaian serba tertutup ini dan melanggar aturan penggalan ayat sebelumnya : “...janganlah mereka menampakkan perhiasannya (anggota badannya) kecuali (anggota badannya) yang (biasa) nampak dari mereka..” ( An Nur 24 : 31 )
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBr9MS_Bq6pJbfCr8cF1p4ybm26kBLLJ7aCSsWwEWGLNg2vHzl6QlBjOsQ5dRrgG6mId-0__xh8LXpDfbsSJjK5WqoNoVctzlE46gwbWO1gv2nbOe6vvpqtz9gh9BdpxE5fPDMn0DeL6Rs/s400/kompasiana+7.jpg

Wanita Yaman sebelum wajib jilbab. Selanjutnya wajib jilbab seluruh tubuh di Yaman. ,Gambar paling kanan : wanita Yaman pemrotes pemakaian jilbab

Sumber gambar : Google images : Yemen Woman pict,
Sumber gambar paling kanan : http://lebanonglc.wordpress.com/2012/11/01/veil-freedom-and-equality/

Gambar di atas diambil dari buku Fadwa El Guindi (7), seorang wanita Arab –Mesir yang lahir 1941 dengan jabatan professor anthropology dengan PhD anthropology dari The University of Texas at Austin (1972, meneliti tentang Jilbab di Yaman tahun 70-an ketika para ulama belum mewajibkan jilbab menjadi undang-undang negara. Ia menduga busana yang terlihat sebagian buah dada seperti inilah yang yang dimaksudkan Al Hafizh Ibnu Hajar (w. 852 H) (6:34). dan sejarawan Qurtubi (w.1273) (5:142) sehingga turun ayat An-nur 31, “…….hendaklah mereka menutupkan kerudung mereka ke dada mereka…..”. Karena itu ayat di atas bertujuan (memerintahkan) menutup dada karena keterbukaannya, dan bukan bermaksud memerintahkan ( mewajibkan ) pakaian (kerudung) dengan model tertentu (5:142) . Demikian pendapat Muhammad Said al-Asymawi ( more info ketik google) , pakar hukum dan mantan Hakim Agung asal Mesir .

Bandingkan penggalan An Nur 31 diatas , dengan kata-kata wajib jilbab pada kitab suci saudara-saudara kita yang beragama Kristen di Injil Perjanjian Baru :

“5.Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya. 6. Sebab jika perempuan tidak mau menudungi (mengkerudungi) kepalanya, maka haruslah ia juga menggunting rambutnya….” Korintius 11:5-6.

Tampak jelas, pada Injil perjanjian baru, kepala memang diharuskan bertudung, berkerudung ( berjilbab). Sedang di An Nur 31 , susunan kata-katanya , para wanita yang bertradisi kerudung itu diharuskan menutup dadanya, bukannya diharuskan menutupi kepalanya dengan kerudung.

D. Perbedaan Ke-empat.

NABI MUHAMMAD TIDAK PERNAH MEWAJIBKAN JILBAB, KARENA SATU-SATUNYA HADIS TENTANG JILBABPUN TIDAK SHAHIH.

Ulama sekarang mewajibkan jilbab berdasarkan Hadis Mursal ( tertolak, tidak shahih ) seperti berikut ini. Sebuah PERKATAAN Nabi (hadis) yang oleh Abu Daud sendiri sebagai perawinya, dinyatakan Mursal, tertolak , tidak diterima alias tidak Shahih karena ada sanad ( jalur periwayat) yang terputus . Khalid bin Darik tidak mungkin mendengar dari Aisyah karena hidup tidak sejaman. Dalam bukunya Prof. DR. Quraish Shihab menyatakan bahwa, Khalid bin Darik yang meriwayatkan dari Aisyah tidak mungkin mendengar dari Aisyah karena tidak sezaman.(5:90-91).( Misalnya, penulis yang kelahiran 1960 ini , tidak mungkin mendengar langsung secara pribadi kata2 yang diucapkan Pangeran Diponegoro yang hidup 200 tahun yang lalu. Pen)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiW2Z0Q8TiQkbYGtyW_t1qy_3GqgIQZdIG-dNJGwsBTybuSQ7TMYuv__gDhSQIBh13foQfWa5jd7VqCY4x47vCzAzugVhTGuSfTp3NJr01FvQu7zqLHM6uYx1hBsEBJ72sH9cMUr4vwNmxc/s400/danu+21.jpg

Sumber : diambil dari buku Tafsir Ibnu Katsir III Surah An Nur hal 489 (58). Tulisan di atas copy dari lembaran ASLI Tafsir Ibnu Katsir yang ditulis 700 tahun yang lalu, dimana Abu Daud (lahir 817 M) sendiri , sebagai perawinya malah menyatakan hadist tersebut Mursal, yaitu hadist yang tidak bisa diterima, tidak Shahih (mohon dibaca lagi berulang-ulang ,agar tidak salah tafsir). Sebagai catatan , karya Ibnu Katsir yang paling terkenal adalah tafsir Al-Quran yang menjadi pedoman (rujukan) hampir di semua negara Islam termasuk Al-Quran terbitan Arab Saudi dan Al-Quran terbitan Departemen Agama di Indonesia (google: Ibnu Katsir wikipedia).Hadis inipun bersifat ahad , Tunggal, hanya satu. Bayangkan dari jutaan hadis hanya satu thok keberadaannya. Kalau memang jilbab itu wajib dan sangat penting tentu akan bertaburan hadis2 dengan riwayat sahabat yang banyak (hadis masyhur). Dengan begitu, karena satu-satunya perkataan (hadis) Nabi Muhammad ini dinyatakan tidak shahih, tidak ada lagi perkataan (hadis) untuk sandaran wajibnya jilbab. Dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad yang sangat bijaksana itu tidak memihak salah satu budaya dan tidak pernah mengatakan “jilbab wajib” , dan itu di dukung oleh bukti-bukti , fakta gambar-gambar ataupun lukisan-lukisan peninggalan sejarah kekhalifahan Islam . Mengapakah seolah-olah para ulama kita menyembunyikan informasi yang sangat penting ini. Dan dimana-mana dikabarkan seolah-olah hadis ini hadis yang Shahih?

Selengkapnya , google ketik : Blog Dokterabimanyu : Bagi wanita Indonesia Jilbab tidak wajib benarkah? Dan punahnya budaya Indonesia ( ringkasan Buku).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPRDD-r0HOp3TXN2rjs8Tvnxpkv8Ltu966j7WBYP9VxLETXv7AsXVeBKajnYxipTF0ot6RGpPSWeA7frUP7r6rp8Wn3wRPlSiHEggiowNHvpHoXM7xXzJQrs7cWOJTmSP99vGqSQ5-BBRX/s400/cover+28.9.2013.jpg
         Dapatkan segera buku ini : Penulis berpendapat karena berisi hal-hal yang kontroversi , hasil pencarian pribadi dari literatur-literatur dalam dan luar negeri selama hampir 5 tahun ini , amatlah tidak bijaksana bila diedarkan secara meluas di toko-toko buku. Penulis menganggap bahwa sudah bukan saatnya lagi Bangsa Indonesia ini untuk membuang-buang waktu dan energi untuk berbantah-bantahan tentang keyakinan. Menurut pendapat pribadi penulis , keyakinan adalah sesuatu hal untuk diwujudkan atau dijalankan , bukan untuk diperdebatkan. Buku dicetak sangat terbatas setebal 320 halaman , Full color harga : Rp.50.000 . Bila anda berminat , hubungi atau sms : dr Abimanyu 085228443333 setiap hari kerja kecuali hari libur dari jam 09.00-15.00 untuk mengetahui ongkos pengiriman ke daerah anda. Ditambah untuk packing dan administrasi pegawai sebesar Rp.5.000. Kirimkan ke rek. BCA a/n Surya Habsara : 8020194988. Bila sudah mengirimkan semua biaya , tolong di informasikan Nama yang sesuai dengan pembayar rekening BCA diatas dan Alamat , ke no. HP dr Abimanyu.


Sumber penulisan :
1. Esposito ,John L (ed), Sains-sains Islam (Jakarta:Inisiasi Press, 2004).
2. V.Barus ( et.al).Ensiklopedi Islam Untuk Pelajar, ( Jakarta: PT Ichtiar baru Van Hoeve ,2002).
3, Harian KOMPAS. 4 oktober 2009 (kompas) 4. Majalah Femina no. 42/XXXVI, 23-29 Oktober 2008. 5. Shihab,M. Quraish, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, ( Jakarta: Lentera Hati, 2004 ) 6.Al-Albani,Muhammad Nashiruddin, Mendudukkan Polemik Berjilbab, ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2004) 7. El Guindi,Fadwa, Jilbab antara kesalehan,Kesopanan dan Perlawanan. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta: 2003 ) cet. Ke 2.
8. Sholeh,K.H.Q., Dahlan,H.A.A, Asbabun Nuzul, ( Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2007) cetakan  ke 10. 
9. Armstrong, Karen,Sejarah Muhammad, (Magelang: Pustaka Horizona, 2007) cet. ke1.
10. Yasid, Abu, Dr,LL.M., Nalar dan Wahyu, ( Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007)
11. Misrawi,Zuhairi, Hadrassyaikh Hasyim Asy’ari, moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan, ( Jakarta: PT.Kompas Media Nusantara, 2010)
12. Refleksi pemikiran Nurcholis Majid, Menembus batas tradisi , menuju masa depan yang membebaskan, ( Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2006) .
13. Syadid, Abu Abdillah Akira , Hikmah sang Nabi, (Yogyakarta: Nuqthoh,2006). Cetakan pertama.
14. Razwi, Sayeds Ali Asgher, Muhammad rasulullah Saw , sejarah perjuangan Nabi Islam menurut sejarawan timur dan barat, ( Jakarta: Pustaka Zahra,1997) 
15. Bucaille, Maurice , Dr, Firaun dalam bibel dan Al-Quran, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007).
16. http://pemikiranislam.wordpress.com/2007/08/05/studi-sejarah-hadis/
17. Hitti, Philip K , History of the Arabs , ( Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2008).
18. Kamus besar Bahasa Indonesia. ( Jakarta: PT. Balai Pustaka, 2002)
19. Lings, Martin , Muhammad, ( Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta,2008)
20.Armstrong, Karen. Islam : A Short History , ( Surabaya : Ikonteralitera, cetakan ke- - empat Agustus, 2004)
21. Sya’rawi , M,Mutawalli, Prof.DR, Anda bertanya Islam Menjawab, ( Jakarta : . .Gema insani Press,cetakan ke tujuh 1991 )
22. Buletin berkala. Ulil Albab, edisi khusus Maulud Nabi Muhammad SAW , ( Yogyakarta: Pimpinan cabang Pemuda Muhammadyah Pakualaman Jogjakarta, maret 2008 )
23. http://sy99.wordpress.com/2009/05/03/sejarah-penulisan-al-quran/
24.http://kampusislam.com/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=278
25.http://muslimsaja.wordpress.com/2010/09/04/jejak-sejarah-larangan-penulisan-hadits/
26. Haq Vidyarthi Abdul, Ahad Dawud ‘ Abdul, “Ramalan tentang Muhammad saw. Dalam kitab suci agama Zoroaster,Hindu, Budha dan Kristen”
27. V.Barus ( et.al).Ensiklopedi Islam Untuk Pelajar, ( Jakarta: PT Ichtiar baru Van Hoeve ,2002). 28.http://mycompilations.blogspot.com/2010/03/jilbab-antara-kesucian-dan-resistensi.html 29.http://namakugusti.wordpress.com/2010/10/13/kerudung-dalam-tradisi-yahudi-kristen/.
30. http://www.aliciapatterson.org/APF001970/Stern/Stern05/Stern05.html
31. Muhammad Ali, Wan Muhammad , Hijab Pakaian penutup Aurat Istri Nabi, ( Jogjakarta: Citra Risalah . cetakan pertama april 2008)
32. Utsman, Fathi , Ijtihad Pakar Islam Masa Lalu, ( Solo : CV. Pustaka Mantiq, juni 1994).
33.Utsman, Muhammad Ali , Para Seniman Muslim, (Yogyakarta, Pilar Religia, Juli 2005)
34. Chirzin, Muhammad, DR, Nabi Muhammad & Dua Wajah Islam Dari Negeri Spinx, ( Yogyakarta, Ad-Dawa’Jogjakarta, cetakan pertama, April 2004)
35, Sucipto , Hery, The Great Muslim Scientist, ( Jakarta Selatan : Grafindo Khazanah Ilmu , cetakan pertama 2008).
36. http://www.outlookindia.com/article.aspx?237883
37. http://uin-suka.info/ejurnal/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=24
38. http://alim-online.blogspot.com/2009/12/hadis-pada-masa-rasulullah-saw.html
39. Soelaiman , Kasim, Salman Al Farisi, ( Jakarta, : P.T. Sastra Hudaya , cetakan kedua 1982)
40.http://pasektangkas.blogspot.com/2007/10/puasa-menurut-hindu.html 41.http://abhicom2001.multiply.com/journal/item/83/Fashion_by_Ziryab_sebuah_gaya_hidup
42. http://en.wikipedia.org/wiki/Ziryab
43. Replubika senin, 11 April 2011.
44. http://web1.kunstkamera.ru/exhibition/kavkaz/eng/xixc.htm
45. Armstrong, Karen, Satu Kota Tiga Iman, ( Surabaya, : Risalah Gusti , cetakan pertama 2004)
46. Selidik National geographic : Arkeologi menguak rahasia masa lampau India kuno.( Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia, 2011)
47. http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Hindu
48. Alqaththan,Manna’, Syeikh, Pengantar Studi Ilmu Hadis, Jakarta Timur, : Pustaka Al Kautsar, cetakan ke lima November 2010 )
49. Yamani ,Ja’far Khadim, Dr. “Sejarah Kedokteran Islam Dari Masa Ke Masa”, (Bandung : Dzikra , cetakan pertama mei 2005 )
50. Al-Hasan, Muhammad Alki . Dr. Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Quran, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2007. 51. The World Encyclopedia no 11. Publishers Company inc. Washington D.C. USA.1965.
52. Budiawan. Anak Bangsawan bertukar jalan. Yogyakarta, : LKiS , cetakan 1 : November 2006.
53. Ensiklopedia Mukjizat Alquran dan Hadits Jilid 1. Penerbit : PT Sapta Sentosa .Cetakan ke IV juni 2010.
54. http://ruangpelangi.wordpress.com/2011/05/28/kesamaan-islam-dengan-hindu/
55. Ma’ arif , Majid , Dr. “ Sejarah Hadis “ . Penerbit : Nur Al – Huda . Cetakan I Februari 2012
56.http://news.nationalgeographic.com/news/2009/12/091209-ancient-tablets-decoded/
57. Sheikh Saad Said Al Ghamidi . Qari CD for Digital Alquran ,
58. Tafsir Ibnu Katsir III . : penerbit Gema Insani Press .


Komentar