Hukum Undian Berhadiah (SMS, Kupon Undian, dll.)
Oleh Al Ustadz
Dzulqornain bin Muhammad Sunusi
Dalam menguraikan
tentang hukum undian diharuskan untuk kembali mengingat beberapa kaidah
syari’at Islam yang telah dijelaskan dalam tulisan bagian pertama dalam
pembahasan ini. Kaidah-kaidah tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama :
Kaidah yang tersebut dalam riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah
Radhiyallahu’anhu: ” Rasululloh Shalallahu “alaihi wa sallam
melarang dari jual beli (dengan cara) gharor.”
Gharor adalah apa yang belum diketahui
diperoleh tidaknya atau apa yang tidak diketahui hakekat dan kadarnya.
Kedua :
Kaidah syari’at yang
terkandung dalam firman Alloh Ta’ala:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)
khamr, maisir, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan
itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaithan itu bermaksud
hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lataran (meminum)
khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Alloh dan sembahyang;
maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)” (Q.S Al Ma’idah:
90-91)
Dan dalam hadits Abu
Hurairah Radhiyallahu’anhu riwayat Al Bukhori dan Muslim, Nabi Shalallahu
“alaihi wa sallam bersabda:
” Siapa yang berkata kepada temannya: Kemarilah saya
berqimar denganmu, maka hendaknya dia bershodaqoh.” Yaitu hendaknya
dia membayar kaffaroh (denda ) menebus dosa ucapannya. (Baca Syarah Muslim
11/107, Fathul Bari 8/612, Nailul Author 8/258 dan Aunul Ma’bud 9/54).
Ayat dan hadits di atas
menunjukkan haramnya perbuatan maisir dan qimar dalam mu’amalat.
Maisir adalah setiap mu’amalah yang orang
masuk ke dalamnnya setelah mengeluarkan biaya dengan dua kemungkinan; dia
mungkin rugi atau mungkin dia beruntung.
Qimar menurut sebagian ulama adalah sama
dengan maisir, dan menurut sebagian ulama lain qimar hanya pada mu’amalat yang
berbentuk perlombaan atau pertaruhan.
Berdasarkan dua kaidah
di atas, berikut ini kami akan berusaha menguraikan bentuk-bentuk undian secara
garis besar beserta hukumnya.
Macam-Macam Undian
Undian dapat dibagi
menjadi tiga bagian :
Satu : Undian Tanpa Syarat
Bentuk dan contohnya :
Di pusat-pusat perbelanjaan, pasar, pameran dan semisalnya sebagai langkah
untuk menarik pengunjung, kadang dibagikan kupon undian untuk setiap pengunjung
tanpa harus membeli suatu barang. Kemudian setelah itu dilakukan penarikan
undian yang dapat disaksikan oleh seluruh pengunjung.
Hukumnya : Bentuk undian
yang seperti ini adalah boleh. Karena asal dalam suatu mu’amalah adalah boleh
dan halal. Juga tidak terlihat dalam bentuk undian ini hal-hal yang terlarang
berupa kezhaliman, riba, gharar,penipuan dan selainnya.
Dua : Undian Dengan Syarat Membeli Barang
Bentuknya : Undian yang
tidak bisa diikuti kecuali oleh orang membeli barang yang telah ditentukan oleh
penyelenggara undian tersebut.
Contohnya : Pada
sebagian supermarket telah diletakkan berbagai hadiah seperti kulkas, radio dan
lain-lainnya. Siapa yang membeli barang tertentu atau telah mencapai jumlah
tertentu dalam pembelian maka ia akan mendapatkan kupon untuk ikut undian.
Contoh lain : sebagian
pereusahaan telah menyiapkan hadiah-hadiah yang menarik seperti Mobil, HP,
Tiket, Biaya Ibadah Haji dan selainnya bagi siapa yang membeli darinya suatu
produk yang terdapat kupon/kartu undian. Kemudian kupon atau kartu undian itu
dimasukkan kedalam kotak-kotak yang telah disiapkan oleh perusahaan tersebut di
berbagai cabang atau relasinya.
Hukumnya : undian jenis
ini tidak lepas dua dari dua keadaan :
– Harga produk bertambah
dengan terselenggaranya undian berhadiah tersebut.
Hukumnya : Haram dan
tidak boleh. Karena ada tambahan harga berarti ia telah mengeluarkan biaya
untuk masuk kedalam suatu mu’amalat yang mungkin ia untung dan mungkin ia rugi.
Dan ini adalah maisir yang diharomkan dalam syariat Islam.
– Undian berhadiah
tersebut tidak mempengaruhi harga produk. Perusahaan mengadakan undian hanya
sekedar melariskan produknya.
Hukumnya : Ada dua
pendapat dalam masalah ini :
1. Hukumnya harus
dirinci. Kalau ia membeli barang dengan maksud untuk ikut undian maka ia
tergolong kedalam maisir/qimar yang diharamkan dalam syariat karena pembelian
barang tersebut adalah sengaja mengeluarkan biaya untuk bisa ikut dalam undian.
Sedang ikut dalam undian tersebut ada dua kemungkinan; mungkin ia beruntung dan
mungkin ia rugi. Maka inilah yang disebut Maisir/Qimar.
Adapun kalau dasar
maksudnya adalah butuh kepada barang/produk tersebut setelah itu ia mendapatkan
kupon untuk ikut undian maka ini tidak terlarang karena asal dalam muámalat
adalah boleh dan halal dan tidak bentuk Maisir maupuun Qimar dalam bentuk ini.
Rincian ini adalah
pendapat Syaikh Ibnu ‘Utsaimin (Liqoul Babul Maftuh no.48 soal 1164 dan no.49
soal 1185. Dengan perantara kitab Al-Hawafidz At-Tijaiyah At-Taswiqiyah),
Syaikh Sholih bin ‘Abdul ’Aziz Alu Asy-Syaikh (dalam muhadhoroh beliau yang
berjudul “Al Qimar wa Shuwarihil Muharromah), Lajnah Baitut Tamwil
Al-Kuwaiti(Al Fatawa Asyar’iyyah Fi Masail Al Iqtishodiyah, fatwa no.228.
Dengan perantara kitab Al-Hawafidz At-Tijaiyah At-Taswiqiyah), dan Haiah Fatwa di
Bank Dubai Al-Islamy(dalam fatwa mereka no.102 Dengan perantara kitab
Al-Hawafidz At-Tijaiyah At-Taswiqiyah).
1. Hukumnya adalah haram
secara mutlak. Ini adalah pendapat Syaikh Abdul ’Äziz bin Baz(Fatawa Islamiyah
2/367-368. Dengan perantara kitab Al-Hawafidz At-Tijaiyah At-Taswiqiyah),dan
Al-Lajnah Ad-Da’imah(Fatawa Islamiyah 2/366-367. Dengan perantara kitab
Al-Hawafidz At-Tijaiyah At-Taswiqiyah), Alasannya karena hal tersebut tidak
lepas dari bentuk Qimar/Maisir dan mengukur maksud pembeli, apakah ia memaksudkan
barang atau sekedar ingin ikut undian adalah perkara yang sulit.
Tarjih
Yang kuat dalam masalah
ini adalah pendapat pertama. Karena tidak hanya adanya tambahan harga pada
barang dan dasar maksud pembeli adalah membutuhkan barang tersebut maka ini
adalah mu’amalat yang bersih dari Maisitr/Qimar dan ukuran yang menggugurkan
alasan pendapat kedua. Dan asal dalam mu’amalat adalah boleh dan halal.
Wallahu A’lam.
Tiga: Undian dengan mengeluarkan biaya.
Bentuknya: Undian yang
bisa diikuti setiap orang yang membayar biaya untuk ikut undian tersebut atau
mengeluarkan biaya untuk bisa mengikuti undian tersebut dengan mengeluarkan
biaya.
Contohnya: Mengirim
kupon/kartu undian ketempat pengundian dengan menggunakan perangko pos.
Tentunya mengirim dengan perangko mengeluarkan biaya sesuai dengan harga
perangkonya.
Contoh Lain: Ikut undian
dengan mengirim SMS kelayanan telekomunikasi tertentu baik dengan harga wajar
maupun dengan harga yang telah ditentukan.
Contoh lain: Pada
sebagian tutup minuman tertera nomor yang bisa dikirim ke layanan tertentu
dengan menggunakan SMS kemudian diundi untuk mendapatkan hadiah yang telah
ditentukan. Apakah biaya SMS-nya dengan harga biasa maupun tertentu (dikenal
dengan pulsa premium).
Hukumnya: Haram dan
tidak boleh. Karena mengeluarkan biaya untuk suatu yang mu’amalat yang belum
jelas beruntung tidaknya, maka itu termasuk Qimar/Maisir.
Demikian secara global
beberapa bentuk undian yang banyak terjadi di zaman ini. Tentunya contoh-contoh
undian untuk tiga jenis undian tersebut diatas sangatlah banyak di masa ini.
Mudah-mudahan keterangan diatas bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Undian berhadiah yang
boleh adalah pihak toko memberikan hadiah kepada siapa saja yang berbelanja di
tokonya dengan nominal sekian. Misalnya, yang berbelanja dengan nilai seribu
real dipersilakan untuk mengikuti undian. Undian model ini –hukumnya– boleh karena
pembeli berada di antara dua kemungkinan: untung atau tidak merugi, karena
harga barang tidaklah dinaikkan dan konsumen pasti akan membeli barang tersebut
(baik di toko yang mengadakan undian atau yang tidak mengadakan). Jika dia
berbelanja lantas mendapatkan hadiah maka dia beruntung. Jika tidak dapat
hadiah, dia pun tidak merugi.
Jika sistem undian yang diadakan menyebabkan pembeli berada di antara dua
kemungkinan: antara untung ataukah rugi, maka undian semacam ini haram, apa pun
modelnya.
Akan tetapi, jika ada
yang mengatakan bahwa keberadaan undian berhadiah di berbagai pusat
perbelanjaan itu bisa merusak pasar, menggelisahkan banyak orang, demi
mengikuti undian orang rela bepergian dari ujung kota ke pusat kota sehingga
menyebabkan kemacetan lalu-lintas, maka kami berpandangan bahwa jika memang
demikian efek dari undian berhadiah, tentu sangatlah baik jika pemerintah
campur tangan dalam masalah ini, dengan bentuk mengeluarkan larangan
menyelenggarakan undian berhadiah.
Namun, jika undian
berhadiah hanya diselenggarakan oleh segelintir pusat perbelanjaan maka tidak
perlu ada pelarangan dari pemerintah.
Ringkasnya, dalam
masalah ini kita menggunakan dua sudut pandang.
Pertama, perlu atau tidaknya pemerintah melarang
penyelenggaraan undian berhadiah. Kami katakan, jika fenomena ini belum
tersebar luas –yang bisa menyebabkan keguncangan pasar dan persaingan para
pedagang dalam menyediakan hadiah undian– maka tidak perlu ada pelarangan.
Akan tetapi, jika hal
ini pada akhirnya menyebabkan keguncangan pasar dan persaingan para pedagang
dalam menyediakan hadiah, karena ada toko yang menyediakan hadiah sebuah mobil
maka hadiah toko yang lain adalah dua buah mobil, ada yang total hadiahnya
seribu real maka pedagang yang lain menyediakan total hadiah dua ribu real.
Dalam kondisi semisal ini, pemerintah berkewajiban untuk mengeluarkan larang
penyelenggaraan undian berhadiah, supaya konsumen tidak dipermainkan dengan
berbagai undian berhadiah.
Kedua, tentang boleh atau tidaknya berbagai
model undian, maka kami katakan bahwa siapa saja yang berbelanja karena
membutuhkan barang yang dibeli, hadiah tidak diambilkan dari penaikan harga
barang, dan untuk mendapatkan kupon tersebut konsumen tidak perlu membayar
sepeser pun, maka mengikuti undian semisal ini –hukumnya– adalah boleh.” (Liqa’ Al-Bab Al-Maftuh, 116:17)
PROMOSI DENGAN
MENGGUNAKAN HADIAH
Oleh
Syaikh Muhammad bin Ali Al-Kamili
Syaikh Muhammad bin Ali Al-Kamili
Pada masa sekarang ini,
untuk meningkatkan angka penjualan produk,para produsen melakukan penawaran
dengan iming-iming hadiah. Corak promosi seperti ini bisa kita dapatkan di
pasaran, dengan beragam jenis dan kiatnya. Tinjauan fikih sendiri menyikapi
promosi dengan iming-iming hadiah ini amat terperinci. Karena di balik
semaraknya berbagai jenis “hadiah” ini, ternyata terselubung tipu muslihat dan
perjudian.
PANDANGAN FIKIH SECARA
UMUM
Berkaitan dengan hadiahnya tersebut, bisa ditinjau dari dua sudut pandang.
Berkaitan dengan hadiahnya tersebut, bisa ditinjau dari dua sudut pandang.
A. Untuk mendapatkan
hadiah atau terlibat dalam undian tersebut, disyaratkan dengan membeli produk
tertentu.
1). Hadiah tersebut,
tidak semua konsumen bisa mendapatkannya. Dengan kata lain, ada yang
mendapatkan hadiah tersebut dan ada juga yang tidak.
Cara promosi berhadiah seperti ini tidak diperbolehkan atau haram. Alasannya, di dalamnya mengandung unsur maysir dan qimar. Sebab, setiap konsumen sudah mengeluarkan biaya, tetapi tidak mendapatkan kepastian dalam hal mendapatkan hadiahnya. Yakni, tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan hadiah dan siapa yang tidak. Dari sisi ini juga mengandung unsur gharar.
Cara promosi berhadiah seperti ini tidak diperbolehkan atau haram. Alasannya, di dalamnya mengandung unsur maysir dan qimar. Sebab, setiap konsumen sudah mengeluarkan biaya, tetapi tidak mendapatkan kepastian dalam hal mendapatkan hadiahnya. Yakni, tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan hadiah dan siapa yang tidak. Dari sisi ini juga mengandung unsur gharar.
2). Semua Mendapatkan
Hadiah
Metode ini terbebas dari ketidakpastian dan jahalah (tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan hadiah).Jadi, jika semua konsumen mendapatkan hadiah, maka jenis promosi seperti ini diperbolehkan, karena tidak termasuk ke dalam maysir ataupun qimar. Hadiah seperti ini termasuk sebagai discount, atau sebagai pemberian secara cuma-cuma (atau Hadiah dalam bahasa Arab).
Metode ini terbebas dari ketidakpastian dan jahalah (tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan hadiah).Jadi, jika semua konsumen mendapatkan hadiah, maka jenis promosi seperti ini diperbolehkan, karena tidak termasuk ke dalam maysir ataupun qimar. Hadiah seperti ini termasuk sebagai discount, atau sebagai pemberian secara cuma-cuma (atau Hadiah dalam bahasa Arab).
Dalam promosi
menggunakan hadiah ini, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a). Hadiahnya diketahui
secara pasti
b). Tidak ada unsur penipuan atau mengelabui konsumen
c). Tidak ada penambahan harga jual produk
d). Bila ada penambahan harga karena hadiah tersebut, maka pihak produsen harus memberitahukannya.
e). Tidak bersifat memaksa konsumen atau memanfaatkan mereka, karena siapa pun ternyata membutuhkan produk yang dimaksud manakala tidak ada hadiahnya. Dengan kata lain, harus diberikan pilihan, membayar lebih dan mendapatkan hadiah sekaligus, atau membayar dengan harga biasa, tetapi tidak mendapatkan hadiah.
b). Tidak ada unsur penipuan atau mengelabui konsumen
c). Tidak ada penambahan harga jual produk
d). Bila ada penambahan harga karena hadiah tersebut, maka pihak produsen harus memberitahukannya.
e). Tidak bersifat memaksa konsumen atau memanfaatkan mereka, karena siapa pun ternyata membutuhkan produk yang dimaksud manakala tidak ada hadiahnya. Dengan kata lain, harus diberikan pilihan, membayar lebih dan mendapatkan hadiah sekaligus, atau membayar dengan harga biasa, tetapi tidak mendapatkan hadiah.
B. Ditinjau dari segi
keberhasilannya, yaitu hadiah yang tidak ada kepastian apakah konsumen akan
mendapatkan atau tidak. Dari sudut pandang ini, maka hadiah tersebut ada dua
macam.
1). Untuk mendapatkan
hadiah atau ikut undian diharuskan membayar sejumlah biaya tertentu. Jenis
pertama ini hukumnya haram, karena termasuk memakan harta orang lain secara
batil. Dan lagi, setiap orang yang terlibat, ia membayar sama kepada penyedia
hadiah, tetapi masing-masing tidak memiliki kepastian akan mendapatkan hadiah
atau tidak. Demikian inilah bentuk maysir atau qimar.
Di sisi lain, terkadang
konsumen berbondong-bondong membeli produk tersebut bukan karena memerlukannya,
tetapi semata-mata karena hadiah dibalik undiannya. Yang seperti ini
diharamkan, karena mengandung unsur perjudian.
Adapun apabila produknya
dapat dijual dengan harga yang biasa (tidak dinaikkan), dan ternyata konsumen
juga membelinya karena membutuhkannya, bukan semata-mata karena hadiahnya, maka
dalam memandang kasus seperti ini, para ulama berbeda pendapat.
Pendapat Pertama
Apabila kemungkinan dari undian tersebut antara untung (mendapatkan hadiah) dan selamat (tidak sampai merugi jika tidak mendapatkan hadiah), maka hukumnya diperbolehkan, sepanjang konsumen membelinya karena membutuhkannya, baik konsumen itu mengetahui tentang adanya undian tersebut maupun tidak.
Apabila kemungkinan dari undian tersebut antara untung (mendapatkan hadiah) dan selamat (tidak sampai merugi jika tidak mendapatkan hadiah), maka hukumnya diperbolehkan, sepanjang konsumen membelinya karena membutuhkannya, baik konsumen itu mengetahui tentang adanya undian tersebut maupun tidak.
Adapun jika konsumen
mengetahui tentang undian tersebut, lalu ia membeli produk tersebut agar bisa
ikut undian, maka hukumnya haram. Sebab, nantinya akan timbul kemungkinan
beruntung mendapatkan hadiah, atau merugi karena tidak mendapatkan hadiah.[1]
Pendapat Kedua
Memandang bahwa yang lebih utama, undian seperti ini adalah haram. Pendapat ini beralasan dengan beberapa hal.
Memandang bahwa yang lebih utama, undian seperti ini adalah haram. Pendapat ini beralasan dengan beberapa hal.
a). Tujuan ketika
membeli produk adalah urusan hati, dan ini tidak bisa diketahui begitu saja.
b). Undian seperti ini merupakan celah yang membawa kepada taruhan atau perjudian
c). Undian seperti ini lebih sering mengandung unsur gharar, sebab ketika konsumen membeli produk, ia merasa mendapatkan hadiah.
d). Dalam undian seperti ini, juga menimbulkan efek negatif adanya unsur judi. Misalnya memicu sifat iri dengki sesama konsumen, dan mengkondisikan konsumen untuk malas dan mengharapkan sesuatu yang khayal
e). Menggiring konsumen untuk membeli produk tersebut, walaupun ia tidak benar-benar membutuhkannya, sehingga menimbulkan perbuatan israf dan menyia-nyiakan harta.
f). Membuka celah untuk melakukan tipu daya dan mengelabui orang lain.
b). Undian seperti ini merupakan celah yang membawa kepada taruhan atau perjudian
c). Undian seperti ini lebih sering mengandung unsur gharar, sebab ketika konsumen membeli produk, ia merasa mendapatkan hadiah.
d). Dalam undian seperti ini, juga menimbulkan efek negatif adanya unsur judi. Misalnya memicu sifat iri dengki sesama konsumen, dan mengkondisikan konsumen untuk malas dan mengharapkan sesuatu yang khayal
e). Menggiring konsumen untuk membeli produk tersebut, walaupun ia tidak benar-benar membutuhkannya, sehingga menimbulkan perbuatan israf dan menyia-nyiakan harta.
f). Membuka celah untuk melakukan tipu daya dan mengelabui orang lain.
Tarjihnya, yang lebih
utama adalah haram.
2). Untuk mendapatkan
hadiah atau terlibat dalam undian, konsumen tidak dibebankan biaya apapun.
Jenis undian seperti ini
dipebolehkan. Sebab, hadiah yang disediakan oleh konsumen layaknya pemberian
cuma-cuma dan atas kerelaan produsen. Wallahu ‘alam
RAGAM HADIAH DAN
HUKUMNYA
Hadiah dalam konteks promosi memiliki banyak ragam dan corak. Sekurang-kurang ada tiga jenis.
Hadiah dalam konteks promosi memiliki banyak ragam dan corak. Sekurang-kurang ada tiga jenis.
A. Hadiah yang
mensyaratkan sesuatu untuk mendapatkannya. Jenis ini di pasaran tak lepas dari
beberapa kemungkinan.
1). Hadiah disertakan
bersama produk yang dijual. Hadiah seperti ini ada dua bentuk.
a). Hadiah yang bentuk dan jenisnya diketahui. Sebagai gambaran, untuk setiap pembelian satu pack teh, konsumen berhak mendapatkan hadiah satu buah gelas. Hukum promosi dengan hadiah seperti ini diperbolehkan. Kedudukan hadiahnya sendiri, ibarat pemberian secara suka rela atau bentuk lain dari discount. Dan di lain pihak, setiap konsumen akan mendapatkannya. Selain itu, dalam promosi hadiah seperti ini tidak mengandung unsur gharar.
a). Hadiah yang bentuk dan jenisnya diketahui. Sebagai gambaran, untuk setiap pembelian satu pack teh, konsumen berhak mendapatkan hadiah satu buah gelas. Hukum promosi dengan hadiah seperti ini diperbolehkan. Kedudukan hadiahnya sendiri, ibarat pemberian secara suka rela atau bentuk lain dari discount. Dan di lain pihak, setiap konsumen akan mendapatkannya. Selain itu, dalam promosi hadiah seperti ini tidak mengandung unsur gharar.
Tetapi apabila bentuknya
berupa dua item produk yang disatukan dengan harga penjualan yang tidak bisa
dipisahkan, maka hukumnya tidak diperbolehkan. Sebab, ini bukan hadiah ataupun
discount. Ini sekedar cara untuk melariskan barang yang kurang laku atau tidak
laku, dan menggiring konsumen untuk membelinya. Dalam promosi jenis ini, menimbulkan
kondisi ‘adamut-taradhi (tidak ada kerelaan) dari kedua belah pihak, khususnya
konsumen.[2]
b). Bentuk dan jenisnya
tidak diketahui. Jenis hadiah seperti ini ada dua bentuk.
– Hadiah mengandung pada
setiap produk yang dijual. Hukum promosi seperti ini tidak diperbolehkan karena
beberapa hal, yaitu: hadiahnya tidak diketahui, hadiahnya berpengaruh pada
harga produk, mengandung unsur gharar, yaitu konsumen akan menduga bahwa
hadiahnya adalah sesuatu yang berharga, dan juga mengkondisikan konsumen berlaku
isrâf.
– Hadiah mengandung pada
sebagian produk saja. Promosi seperti ini hukumnya haram juga.
Alasannya: konsumen
membeli produk untuk mendapatkan hadiah, tetapi ternyata sebagian dari mereka
tidak mendapatkannya, mengandung unsur gharar karena hadiahnya berpengaruh
kepada harga jual produk, harga produk lebih tinggi dibandingkan ketika tidak
ada hadiahnya, tetapi produsen tidak memberitahukannya, telah mengkondisikan
konsumen untuk berlaku isrâf karena memburu hadiah, menimbulakan sifat iri
dengki di antara konsumen.[3]
2). Undian berhadiah.
Sebagai gambaran, konsumen membeli suatu produk, atau belanja di pusat perbelanjaan tertentu, dan lain sebagainya. Setelah membayar, konsumen akan mendapatkan kupon untuk mengikuti undian yang diadakan oleh produsen, yang penarikan undiannya akan dilakukan pada tanggal yang sudah ditentukan.
Hukum promosi seperti ini adalah haram karena termasuk qimâr. Konsumen tidak diperbolehkan terlibat dalam undian-undian seperti ini. Alasannya:
Sebagai gambaran, konsumen membeli suatu produk, atau belanja di pusat perbelanjaan tertentu, dan lain sebagainya. Setelah membayar, konsumen akan mendapatkan kupon untuk mengikuti undian yang diadakan oleh produsen, yang penarikan undiannya akan dilakukan pada tanggal yang sudah ditentukan.
Hukum promosi seperti ini adalah haram karena termasuk qimâr. Konsumen tidak diperbolehkan terlibat dalam undian-undian seperti ini. Alasannya:
– Konsumen mengeluarkan
biaya untuk mengikuti undian ini, baik dalam bentuknya membeli produk tertentu
atau membeli kuponnya secara langsung.
– Mengandung unsur gharar, karena tidak diketahui siapa yang akan beruntung dan siapa yang tidak beruntung (gagal).
– Membuat konsumen berlaku isrâf dengan membeli barang yang tidak dibutuhkannya, atau lain sebagainya.
– Menimbulkan fitnah iri dengki dan lain-lain.
– Mengandung unsur gharar, karena tidak diketahui siapa yang akan beruntung dan siapa yang tidak beruntung (gagal).
– Membuat konsumen berlaku isrâf dengan membeli barang yang tidak dibutuhkannya, atau lain sebagainya.
– Menimbulkan fitnah iri dengki dan lain-lain.
Dalam permasalahan ini,
Syaikh Bin Bâz pernah ditanya dengan pertanyaan: (1) Bagaimana hukum mengikuti
undian yang tidak memungut biaya apapun. Dan kalaupun tidak mendapatkan hadiah,
ia tidak akan mendapatkan kerugian apapun. (2) Bagaimana (hukum) belanja di
suatu pusat perbelanjaan agar mendapatkan kupon untuk mengikuti undian yang
diadakannya?
Syaikh Bin Bâz menjawab: Mengikuti undian seperti ini termasuk ke dalam qimâr. Dan itu merupakan maysir yang dilarang Allah dalam firman-Nya “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu dalam khamr dan berjudi itu, serta menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat. Maka, berhentilah kamu (dari melakukan pekerjaan itu). -Qs al-Ma’idah/5 ayat 90, 91”.[4]
Syaikh Bin Bâz menjawab: Mengikuti undian seperti ini termasuk ke dalam qimâr. Dan itu merupakan maysir yang dilarang Allah dalam firman-Nya “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu dalam khamr dan berjudi itu, serta menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat. Maka, berhentilah kamu (dari melakukan pekerjaan itu). -Qs al-Ma’idah/5 ayat 90, 91”.[4]
3). Undian berhadiah
yang dikemas, seolah-olah dengan menunjukkan lomba ilmiah.
Sebagai contoh, misalnya, oleh produsen, dalam suatu produk dilampirkan (disertakan) undian dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan ilmiah, namun tingkat kesulitan dari pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat rendah atau sangat mudah untuk menjawabnya, sehingga anak kecil pun sanggup menjawabnya. Bukan itu saja, bahkan terkadang di lembaran lainnya, atau bentuk lainnya, disertakan jawabannya. Jadi, undian ini tidak benar-benar menjadi sebuah kompetisi ilmiah, tetapi sebuah promosi untuk meningkatkan angka penjualan saja. Atau tujuan lain, misalnya, mempropagandakan yang ada di balik pertanyan-pertanyaan yang diajukan, atau maksud lainnya lagi. Sebutlah sebagai contoh, yaitu undian dan kupon yang disertakan secara berseri oleh sebuah koran harian selama sebulan penuh.
Sebagai contoh, misalnya, oleh produsen, dalam suatu produk dilampirkan (disertakan) undian dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan ilmiah, namun tingkat kesulitan dari pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat rendah atau sangat mudah untuk menjawabnya, sehingga anak kecil pun sanggup menjawabnya. Bukan itu saja, bahkan terkadang di lembaran lainnya, atau bentuk lainnya, disertakan jawabannya. Jadi, undian ini tidak benar-benar menjadi sebuah kompetisi ilmiah, tetapi sebuah promosi untuk meningkatkan angka penjualan saja. Atau tujuan lain, misalnya, mempropagandakan yang ada di balik pertanyan-pertanyaan yang diajukan, atau maksud lainnya lagi. Sebutlah sebagai contoh, yaitu undian dan kupon yang disertakan secara berseri oleh sebuah koran harian selama sebulan penuh.
Promosi undian seperti
ini termasuk qimâr, sehingga tidak diperbolehkan atau haram. Undian seperti
ini, pada prakteknya juga sama dengan undian-undian pada poin (2).
4). Investasi (Saham
Berhadiah).
Yang dimaksud dengan investasi (saham berhadiah) ialah, salah satu produk bank. Yaitu berupa lembaran saham atau tawaran investasi kepada masyarakat dengan harga tertentu, dan konsumen sendiri bisa mencairkan investasinya ini sewaktu-waktu. Setiap konsumen yang membeli, ia diikutkan ke dalam undian dengan bukti lembaran saham tadi, yang penarikannya dilakukan setiap bulan.
Hukum promosi dengan undian seperti ini juga termasuk dalam kategori qimâr yang diharamkan. Selain itu, bisa jadi di dalamnya terkandung unsur riba, yaitu investasi yang ditanamkan nasabah akan mendapatkan faidah (manfaat) berupa bunga dari pihak bank. Atau hadiahnya itu sendiri diambil dari bunga simpanan para nasabah.
Yang dimaksud dengan investasi (saham berhadiah) ialah, salah satu produk bank. Yaitu berupa lembaran saham atau tawaran investasi kepada masyarakat dengan harga tertentu, dan konsumen sendiri bisa mencairkan investasinya ini sewaktu-waktu. Setiap konsumen yang membeli, ia diikutkan ke dalam undian dengan bukti lembaran saham tadi, yang penarikannya dilakukan setiap bulan.
Hukum promosi dengan undian seperti ini juga termasuk dalam kategori qimâr yang diharamkan. Selain itu, bisa jadi di dalamnya terkandung unsur riba, yaitu investasi yang ditanamkan nasabah akan mendapatkan faidah (manfaat) berupa bunga dari pihak bank. Atau hadiahnya itu sendiri diambil dari bunga simpanan para nasabah.
B. Hadiah Yang Tidak
Mensyaratkan Apapun Untuk Mendapatkannya.
Bentuk undian berhadiah seperti ini bisa saja sebagai berikut.
Bentuk undian berhadiah seperti ini bisa saja sebagai berikut.
1). Undian yang diadakan
oleh penyelenggara, baik produsen, toko, mall, maupun pabrik, tanpa
mensyaratkan apapun kepada konsumen yang hendak mengikutinya; misalnya tidak
dengan membeli produk tertentu, belanja di toko tertentu, atau membeli kupon
tertentu. Ini seolah-olah pemberian cuma-cuma dari pihak penyelenggara.
2). Sebuah promosi yang
dilakukan oleh suatu instansi atau lainnya dengan cara membagikan kupon undian
atau perlombaan, atau membagikan kupon berseri secara berurutan, tanpa
mengambil pungutan atau timbal balik apapun kepada konsumen, dan tanpa adanya
unsur yang membedakan antara konsumen yang satu dengan lainnya dalam
pembagiannya. Seolah-olah dibagikan secara acak agar undian ini segara sampai
kepada konsumen. Selanjutnya, pada tahap akhir diadakan pengundian atau
penarikan kupon untuk menentukan pemenangnya.
Hukum undian berhadiah
seperti ini diperbolehkan, sebab tidak di dalamnya tidak mengandung unsur
perjudian untung rugi layaknya qimâr atau maysir. Selain itu, juga tidak
mengandung unsur gharar. Pihak penyelenggara, ibarat orang yang memberikan
sumbangan secara suka rela. Lalu orang yang terlibat dalam undian memiliki dua
kemungkinan, yaitu beruntung mendapatkan hadiah, atau jika tidak mendapatkan
hadiah, ia tidak mengalami kerugian, karena pada orang yang mengikuti undian
ini tidak dibebani sesuatu apapun sebelumnya; tidak harus membeli produk, tidak
harus berbelanja di tempat tertentu, dan juga tidak harus membeli kupon
undiannya.
C. Hadiah Pada
Perlombaan Atau Kompetisi Ilmiah.
Yang dimaksud kompetisi ilmiah adalah musâbaqah ilmiah dalam beragam disiplin ilmu, baik Al-Qur`an, hadits, fikih, dan lain sebagainya. Termasuk di dalamnya, yaitu kompetisi ilmiah dalam rangka khidmah kepada disiplin ilmu tertentu yang bermanfaat. Hukum kompetisi atau musâbaqah itu sendiri diperbolehkan.[6]
Yang dimaksud kompetisi ilmiah adalah musâbaqah ilmiah dalam beragam disiplin ilmu, baik Al-Qur`an, hadits, fikih, dan lain sebagainya. Termasuk di dalamnya, yaitu kompetisi ilmiah dalam rangka khidmah kepada disiplin ilmu tertentu yang bermanfaat. Hukum kompetisi atau musâbaqah itu sendiri diperbolehkan.[6]
Sementara itu, dalam
memandang hukum hadiah yang mengandung pada perlombaan ilmiah ini, para ulama
terbagi ke dalam dua pendapat.
Pendapat Pertama :
Melarangnya.
Yaitu tidak memperbolehkan adanya hadiah dalam musâbaqah ilmiah. Pendapat ini dipegang oleh mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hambali dalam salah satu pendapatnya. [7]
Yaitu tidak memperbolehkan adanya hadiah dalam musâbaqah ilmiah. Pendapat ini dipegang oleh mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hambali dalam salah satu pendapatnya. [7]
Dalilnya adalah hadits
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لا سَبَقَ إلاّ في خُف أو نَصْلٍ ْ أوْ حَافِرٍ
“Tidak ada perlombaan
(memperebutkan sesuatu), kecuali dalam memanah, pacuan onta, atau kuda”.[8]
Yang dimaksud dengan
memperebutkan sesuatu dalam hadits ini dibatasi hanya dalam tiga perlombaan
saja. Adapun kompetisi ilmiah, tidak termasuk salah satu dari tiga hal
tersebut.
Pendapat Kedua :
Membolehkannya.
Pendapat ini dipegang oleh mazhab Hanafi dan salah satu pendapat dari mazhab Hambali. Pendapat ini juga dirâjihkan oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnul-Qayyim. [9]
Pendapat ini dipegang oleh mazhab Hanafi dan salah satu pendapat dari mazhab Hambali. Pendapat ini juga dirâjihkan oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnul-Qayyim. [9]
Dalil pendapat ini
ialah:
1. Sebuah hadits yang diriwayatkan melalui jalur Ibnu ‘Abbas berkaitan dengan firman Allah Ta’ala: “Alif lâm-mîm. Telah dikalahkan Romawi, di negeri yang terdekat…” [Ar-Rûm/30:1-3].
1. Sebuah hadits yang diriwayatkan melalui jalur Ibnu ‘Abbas berkaitan dengan firman Allah Ta’ala: “Alif lâm-mîm. Telah dikalahkan Romawi, di negeri yang terdekat…” [Ar-Rûm/30:1-3].
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu
‘anhu berkata,”Pada saat itu orang-orang musyrik menginginkan Persia yang
mengalahkan Romawi, sebab mereka sama-sama penyembah berhala. Sedangkan kaum
Muslimin sendiri menginginkan Romawi yang mengalahkan Persia, sebab orang-orang
Romawi adalah Ahlul-Kitab.
Lalu mereka menceritakan
hal ini kepada Abu Bakar. Selanjutnya Abu Bakar menceritakan hal ini kepada
orang-orang musyrik. Mereka pun berujar: “Tentukanlah tempo antara kami dan
engkau. Apabila kami yang benar atau menang, maka kami berhak mendapatkan anu
dan anu. Dan apabila engkau yang benar, maka engkau berhak anu dan anu,” lalu
disepakatilah tempo tersebut selama lima tahun. Ternyata setelah lima tahun
berlalu, ucapan mereka tidak terbukti. Lalu hal ini diceritakan kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda: “Mengapa tidak kalian tentukan
temponya sekitar sepuluh tahun?”[10]
Di sini kedua belah
pihak menyediakan hadiah untuk lawannya apabila menang. Mengenai masalah ini,
tidak ada dalil yang menerangkanya telah dimansukh.
2. Agama ditegakkan juga
dengan hujjah dan ijtihad. Apabila perlombaan dengan alat-alat jihad
diperbolehkan, maka kompetisi ilmiah lebih utama lagi untuk diperbolehkan.
Ibnul Qayyim
berkata,”Oleh karena itu, musâbaqah dalam bidang keilmuan yang bisa membukakan
hati, memuliakan dan meninggikan Islam, (maka) lebih utama lagi bolehnya.”[11]
[Disalin dari majalah
As-Sunnah Edisi 04/Tahun XI/1428H/2007. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah
Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp.
0271-761016]
________
Footnotes
[1]. Kaset ceramah Syaikh Shalih Ali Syaikh seputar masalah Al-Qimar wa Shuwaruhu Al-Muharramah
[2]. Al-Qimâr wal-Musabaqat wal-Jawa’iz, Rafiq al-Mishri, hlm. 67.
[3]. Al-Qimâr wal-Musabaqat wal-Jawa’iz, hlm. 167-168. Lihat juga Majmu’ Fatawa, Syaikh Bin Bâz (4/201).
[4]. Majmu’ Fatawa wa Maqalât Mutanawwi’ah, Syaikh Bin Bâz (4/203).
[5]. Lihat Fatawa Islamiyyah yang dikumpulkan oleh Muhammad bin ‘Abdul ‘Azizi Al-Musnad (4/443).
[6]. Al-Musabaqat wa Ahkamuha fisy-Syari’ah Al-Islamiyyah, Dr. Sa’d bin Nashir Al-Syatsri, hlm. 187.
[7]. Al-Umm, Imam Syafi’i (4/326), Mawahib Al-Jalil, Khalil Ar-Ru’aini (4/609), Raudhatuth-Thalibin, An-Nawawi (7/532), dan Al-Mughni, Ibnu Qudamah (11/532).
[8]. HR Abu Dawud, no. 2574, Tirmidzi, no. 1700, Nasâ’i, no. 3587, Ibnu Majah, no. 2878, dan Imam Ahmad, no. 7433, 5052. Hadits ini dishahihkan oleh al-Albani dalam Al-Irwa’, no. 1506.
[9]. Lihat Hasyiyah Ibnu ‘Abidin (6/403), Majmu’ Fatâwâ, Ibn Taimiyyah (32/227), al-Furusiyyah, Ibnul-Qayyim, hlm. 97, dan al-Inshaf, Al-Mawardi (6/91).
[10]. HR Tirmidzi, no. 3191-3194, dan beliau t berkata: “Hadits ini hasan shahih”.
[11]. Al-Furusiyyah, Ibnul-Qayyim, hlm. 97.
________
Footnotes
[1]. Kaset ceramah Syaikh Shalih Ali Syaikh seputar masalah Al-Qimar wa Shuwaruhu Al-Muharramah
[2]. Al-Qimâr wal-Musabaqat wal-Jawa’iz, Rafiq al-Mishri, hlm. 67.
[3]. Al-Qimâr wal-Musabaqat wal-Jawa’iz, hlm. 167-168. Lihat juga Majmu’ Fatawa, Syaikh Bin Bâz (4/201).
[4]. Majmu’ Fatawa wa Maqalât Mutanawwi’ah, Syaikh Bin Bâz (4/203).
[5]. Lihat Fatawa Islamiyyah yang dikumpulkan oleh Muhammad bin ‘Abdul ‘Azizi Al-Musnad (4/443).
[6]. Al-Musabaqat wa Ahkamuha fisy-Syari’ah Al-Islamiyyah, Dr. Sa’d bin Nashir Al-Syatsri, hlm. 187.
[7]. Al-Umm, Imam Syafi’i (4/326), Mawahib Al-Jalil, Khalil Ar-Ru’aini (4/609), Raudhatuth-Thalibin, An-Nawawi (7/532), dan Al-Mughni, Ibnu Qudamah (11/532).
[8]. HR Abu Dawud, no. 2574, Tirmidzi, no. 1700, Nasâ’i, no. 3587, Ibnu Majah, no. 2878, dan Imam Ahmad, no. 7433, 5052. Hadits ini dishahihkan oleh al-Albani dalam Al-Irwa’, no. 1506.
[9]. Lihat Hasyiyah Ibnu ‘Abidin (6/403), Majmu’ Fatâwâ, Ibn Taimiyyah (32/227), al-Furusiyyah, Ibnul-Qayyim, hlm. 97, dan al-Inshaf, Al-Mawardi (6/91).
[10]. HR Tirmidzi, no. 3191-3194, dan beliau t berkata: “Hadits ini hasan shahih”.
[11]. Al-Furusiyyah, Ibnul-Qayyim, hlm. 97.
Komisi Fatwa Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta, dalam rapatnya pada tanggal 12 Dzulqa’dah
1420 H, bertepatan dengan tanggal 18 Pebruari 2000 M yang membahas tentang
Hukum Jual Beli Disertai Hadiah, maka setelah;
Menimbang:
1. Bahwa salah satu strategi pemasaran terhadap barang-barang dagangan yang dijual oleh para pedagang agar menarik para calon konsumen untuk membeli produk-produk yang dipasarkan, adalah dengan memberikan iming-iming hadiah kepada para calon konsumen. Hadiah tersebut ada yang diberikan secara langsung kepada setiap konsumen yang membeli produk dalam jumlah tertentu, ada pula yang diberikan dengan cara diundi, sehingga hanya konsumen yang memenangkan undianlah yang berhak mendapatkan hadiah.
1. Bahwa salah satu strategi pemasaran terhadap barang-barang dagangan yang dijual oleh para pedagang agar menarik para calon konsumen untuk membeli produk-produk yang dipasarkan, adalah dengan memberikan iming-iming hadiah kepada para calon konsumen. Hadiah tersebut ada yang diberikan secara langsung kepada setiap konsumen yang membeli produk dalam jumlah tertentu, ada pula yang diberikan dengan cara diundi, sehingga hanya konsumen yang memenangkan undianlah yang berhak mendapatkan hadiah.
2. Bahwa pemberian hadiah kepada para konsumen yang telah
membeli produk-produk yang dipasarkan oleh para pedagang, menimbulkan
pertanyaan sebagian umat Islam kepada MUI Provinsi DKI Jakarta, tentang boleh
atau tidaknya pemberian hadiah tersebut menurut ajaran Islam.
3. Bahwa untuk memberikan pemahaman kepada Umat Islam tentang
boleh atau tidaknya memberikan iming-iming hadiah kepada para calon konsumen
agar mereka tertarik untuk membeli produk-produk yang dipasarkan oleh
perusahaan, maka Komisi Fatwa MUI Provinsi DKI Jakarta memandang perlu untuk
segera memberikan fatwa tentang Hukum Jual Beli dengan Disertai Hadiah.
Mengingat:
1. Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga Majelis Ulama Indonesia (PD/PRT MUI)
2. Pokok-Pokok Program Kerja MUI Provinsi DKI Jakarta Tahun 2000 – 2005
3. Pedoman Penetapan Fatwa MUI
1. Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga Majelis Ulama Indonesia (PD/PRT MUI)
2. Pokok-Pokok Program Kerja MUI Provinsi DKI Jakarta Tahun 2000 – 2005
3. Pedoman Penetapan Fatwa MUI
Memperhatikan:
Saran dan pendapat para ulama peserta rapat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta pada tanggal tanggal 12 Dzulqa’dah 1420 H, bertepatan dengan tanggal 18 Pebruari 2000 M yang membahas tentang Hukum Jual Beli Disertai Hadiah.
Saran dan pendapat para ulama peserta rapat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta pada tanggal tanggal 12 Dzulqa’dah 1420 H, bertepatan dengan tanggal 18 Pebruari 2000 M yang membahas tentang Hukum Jual Beli Disertai Hadiah.
Memutuskan:
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT dan memohon ridha-Nya, sesudah mengkaji permasalahan tersebut dari al-Qur’an, as-Sunnah dan kitab-kitab yang mu’tabar, menyampaikan fatwa sebagai berikut:
1. Para ulama telah bersepakat (ijma’) bahwa perdagangan (perniagaan / jual beli) adalah suatu kegiatan perekonomian yang dihalalkan (diperbolehkan) oleh syari’at Islam. (Lihat kitab Al-Mabsuth XII/108 ; al-Muhadzab I/257). Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 275 :
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Allah telah menghalalkan jualbeli dan mengharamkan riba”. (QS. Al-Baqarah (2):275)
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT dan memohon ridha-Nya, sesudah mengkaji permasalahan tersebut dari al-Qur’an, as-Sunnah dan kitab-kitab yang mu’tabar, menyampaikan fatwa sebagai berikut:
1. Para ulama telah bersepakat (ijma’) bahwa perdagangan (perniagaan / jual beli) adalah suatu kegiatan perekonomian yang dihalalkan (diperbolehkan) oleh syari’at Islam. (Lihat kitab Al-Mabsuth XII/108 ; al-Muhadzab I/257). Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 275 :
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Allah telah menghalalkan jualbeli dan mengharamkan riba”. (QS. Al-Baqarah (2):275)
Demikian juga firman-Nya dalam surat an-Nisa ayat 29 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ
مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu”. (QS. An-Nisa (4):29)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ
مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu”. (QS. An-Nisa (4):29)
2. Suatu transaksi perdagangan dinilai sah dan halal jika
memenuhi rukun-rukun (unsur-unsur) dan syarat-syarat jual-beli sebagai berikut
:
a. Rukun jual beli ada 4, yaitu adanya pihak penjual (al-bai’),
pihak pembeli (al-musytari), barang yang diperjualbelikan (al-mubi’u), dan
transaksi (akad).
b. Transaksi (akad) antara pihak penjual dan pembeli harus
dilakukan atas dasar suka sama suka, dan tidak ada paksaan. Hal ini didasarkan
pada sabda Rasulallah SAW yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi danIbnu Majah dari
sahabat Abu Sa’id al-Khudri RA dan dinilai shahih IbnuHibban, sebagai berikut :
عَنْ دَاوُدَ بْنِ صَالِحٍ المـَدِيْنِيِّ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا سَعِيْدٍ الخُدْرِيَّ يَقُوْلُ قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْه ِوَسَلَّمَ إِنَّمَا البَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ
عَنْ دَاوُدَ بْنِ صَالِحٍ المـَدِيْنِيِّ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا سَعِيْدٍ الخُدْرِيَّ يَقُوْلُ قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْه ِوَسَلَّمَ إِنَّمَا البَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ
“Jual beli itu harus dilakukan atas dasar suka sama suka”
c. Barang yang diperjualbelikan harus suci dan mempunyai nilai
manfaat ;
d. Barang-barang tersebut diperjualbelikan dengan harga yang
wajar.
e. Barang yang diperjualbelikan harus transaparan sehingga tidak
ada unsur kesamaran (gharar), atau penipuan (al-gasya),
atau pengkhianatan (al-khiyanah). Hal ini didasarkan pada sabda
Rasulallah SAW dalam hadits shahih yang diriwiyatkan Imam Muslim, sebagai
berikut :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ نَهَى رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنْ بَيْعِ
الْحَصَاةِ وَ عَنْ بَيْعِ الغَرَرِ
“Rasulallah SAW melarang transaksi jual-beli yang mengandung gharar”
3. Jual beli suatu benda yang disertai hadiah, baik secara
langsung maupun dengan cara diundi dengan tujuan agar para konsumen tertarik
untuk membeli produk-produk yang dipasarkan adalah sah dan halal dengan
syarat-syarat berikut :
a. Hadiah yang diberikan harus halal dan sesuai dengan yang dijanjikan. Jika hadiah berupa benda yang haram seperti minuman keras dan barang yang najis, maka tidak sah. Demikian juga jika hadiah yang diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan, maka hal itu dinilai sebagai penipuan sehingga mengandung unsur dosa.
a. Hadiah yang diberikan harus halal dan sesuai dengan yang dijanjikan. Jika hadiah berupa benda yang haram seperti minuman keras dan barang yang najis, maka tidak sah. Demikian juga jika hadiah yang diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan, maka hal itu dinilai sebagai penipuan sehingga mengandung unsur dosa.
b. Hadiah tidak mengandung unsur judi. Dalam arti, hadiah
tersebut benar-benar merupakan pemberian yang bersifat cuma-cuma sebagai bagian
dari promosi penjualan (sales promotion). Dengan
demikian, seandainya para konsumen tidak beruntung mendapatkan hadiah, maka
mereka tidak dirugikan.
c. Kualitas barang yang diperjualbelikan harus sesuai dengan
standar dan harganya tidak lebih tinggi dari harga pasaran.
4. Jika transaksi jual beli yang disertai hadiah secara diundi, dilakukan terhadap suatu benda yang kualitasnya di bawah standar dengan harga yang lebih tinggi dari harga pasaran, maka transaksi jual-beli tersebut tidak sah dan tidak halal karena mengandung unsur judi. Karena dengan demikian, kupon hadiah yang akan diundi untuk mendapatkan hadiah bukan merupakan pemberian cuma-cuma, melainkan secara tidak langsung dijual kepada pembeli barang dengan uang (harga) yang sudah ditambahkan kedalam harga penjualan barang. Dengan demikian, secara tidak langsung kupon undian tersebut diperjualbelikan kepada pembeli barang, yang jika dia tidak mendapat hadiah maka akan rugi, sedangkan pihak penjual akan beruntung. Inilah yang disebut judi, karena definisi judi sebagaimana dijelaskan Prof. Mohammad Ali ash-Shabuni dalam kitabnya, Tafsir Rawai’ al-Bayan, Juz I halaman 278 adalah :
كل لعب يكون فيه ريح لفريق و خسارة لآخر هو من المسير المحرم
4. Jika transaksi jual beli yang disertai hadiah secara diundi, dilakukan terhadap suatu benda yang kualitasnya di bawah standar dengan harga yang lebih tinggi dari harga pasaran, maka transaksi jual-beli tersebut tidak sah dan tidak halal karena mengandung unsur judi. Karena dengan demikian, kupon hadiah yang akan diundi untuk mendapatkan hadiah bukan merupakan pemberian cuma-cuma, melainkan secara tidak langsung dijual kepada pembeli barang dengan uang (harga) yang sudah ditambahkan kedalam harga penjualan barang. Dengan demikian, secara tidak langsung kupon undian tersebut diperjualbelikan kepada pembeli barang, yang jika dia tidak mendapat hadiah maka akan rugi, sedangkan pihak penjual akan beruntung. Inilah yang disebut judi, karena definisi judi sebagaimana dijelaskan Prof. Mohammad Ali ash-Shabuni dalam kitabnya, Tafsir Rawai’ al-Bayan, Juz I halaman 278 adalah :
كل لعب يكون فيه ريح لفريق و خسارة لآخر هو من المسير المحرم
“Setiap permainan yang menimbulkan keuntungan bagi sebagian
orang dan kerugian bagi sebagian yang lain, maka itulah yang disebut perjudian
yang diharamkan (oleh Allah SWT)”
Jakarta, 12 Dzulqa’dah 1420 H.
18Pebruari 2000 M.
18Pebruari 2000 M.
KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA DKI JAKARTA
MAJELIS ULAMA INDONESIA DKI JAKARTA
Ketua,
Sekretaris,
ttd
ttd
Prof. KH. Irfan Zidny, MA
KH.
Drs. M. Hamdan Rasyid, MA
Mengetahui,
Ketua Umum,
Sekretaris Umum,
ttd
ttd
KH. Achmad Mursyidi
Drs. H. Moh. Zainuddin
Komentar