Beberapa Pendapat Hukum Undian Berhadiah atau Promosi dengan Undian


Hukum Undian Berhadiah (SMS, Kupon Undian, dll.)

Oleh Al Ustadz Dzulqornain bin Muhammad Sunusi
Dalam menguraikan tentang hukum undian diharuskan untuk kembali mengingat beberapa kaidah syari’at Islam yang telah dijelaskan dalam tulisan bagian pertama dalam pembahasan ini. Kaidah-kaidah tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama :
Kaidah yang tersebut dalam riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu: ” Rasululloh Shalallahu “alaihi wa sallam melarang dari jual beli (dengan cara) gharor.”
Gharor adalah apa yang belum diketahui diperoleh tidaknya atau apa yang tidak diketahui hakekat dan kadarnya.
Kedua :
Kaidah syari’at yang terkandung dalam firman Alloh Ta’ala:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, maisir, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaithan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lataran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Alloh dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)” (Q.S Al Ma’idah: 90-91)
Dan dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu riwayat Al Bukhori dan Muslim, Nabi Shalallahu “alaihi wa sallam bersabda:
” Siapa yang berkata kepada temannya: Kemarilah saya berqimar denganmu, maka hendaknya dia bershodaqoh.” Yaitu hendaknya dia membayar kaffaroh (denda ) menebus dosa ucapannya. (Baca Syarah Muslim 11/107, Fathul Bari 8/612, Nailul Author 8/258 dan Aunul Ma’bud 9/54).
Ayat dan hadits di atas menunjukkan haramnya perbuatan maisir dan qimar dalam mu’amalat.
Maisir adalah setiap mu’amalah yang orang masuk ke dalamnnya setelah mengeluarkan biaya dengan dua kemungkinan; dia mungkin rugi atau mungkin dia beruntung.
Qimar menurut sebagian ulama adalah sama dengan maisir, dan menurut sebagian ulama lain qimar hanya pada mu’amalat yang berbentuk perlombaan atau pertaruhan.
Berdasarkan dua kaidah di atas, berikut ini kami akan berusaha menguraikan bentuk-bentuk undian secara garis besar beserta hukumnya.
Macam-Macam Undian
Undian dapat dibagi menjadi tiga bagian :
Satu : Undian Tanpa Syarat
Bentuk dan contohnya : Di pusat-pusat perbelanjaan, pasar, pameran dan semisalnya sebagai langkah untuk menarik pengunjung, kadang dibagikan kupon undian untuk setiap pengunjung tanpa harus membeli suatu barang. Kemudian setelah itu dilakukan penarikan undian yang dapat disaksikan oleh seluruh pengunjung.
Hukumnya : Bentuk undian yang seperti ini adalah boleh. Karena asal dalam suatu mu’amalah adalah boleh dan halal. Juga tidak terlihat dalam bentuk undian ini hal-hal yang terlarang berupa kezhaliman, riba, gharar,penipuan dan selainnya.
Dua : Undian Dengan Syarat Membeli Barang
Bentuknya : Undian yang tidak bisa diikuti kecuali oleh orang membeli barang yang telah ditentukan oleh penyelenggara undian tersebut.
Contohnya : Pada sebagian supermarket telah diletakkan berbagai hadiah seperti kulkas, radio dan lain-lainnya. Siapa yang membeli barang tertentu atau telah mencapai jumlah tertentu dalam pembelian maka ia akan mendapatkan kupon untuk ikut undian.
Contoh lain : sebagian pereusahaan telah menyiapkan hadiah-hadiah yang menarik seperti Mobil, HP, Tiket, Biaya Ibadah Haji dan selainnya bagi siapa yang membeli darinya suatu produk yang terdapat kupon/kartu undian. Kemudian kupon atau kartu undian itu dimasukkan kedalam kotak-kotak yang telah disiapkan oleh perusahaan tersebut di berbagai cabang atau relasinya.
Hukumnya : undian jenis ini tidak lepas dua dari dua keadaan :
– Harga produk bertambah dengan terselenggaranya undian berhadiah tersebut.
Hukumnya : Haram dan tidak boleh. Karena ada tambahan harga berarti ia telah mengeluarkan biaya untuk masuk kedalam suatu mu’amalat yang mungkin ia untung dan mungkin ia rugi. Dan ini adalah maisir yang diharomkan dalam syariat Islam.
– Undian berhadiah tersebut tidak mempengaruhi harga produk. Perusahaan mengadakan undian hanya sekedar melariskan produknya.
Hukumnya : Ada dua pendapat dalam masalah ini :
1. Hukumnya harus dirinci. Kalau ia membeli barang dengan maksud untuk ikut undian maka ia tergolong kedalam maisir/qimar yang diharamkan dalam syariat karena pembelian barang tersebut adalah sengaja mengeluarkan biaya untuk bisa ikut dalam undian. Sedang ikut dalam undian tersebut ada dua kemungkinan; mungkin ia beruntung dan mungkin ia rugi. Maka inilah yang disebut Maisir/Qimar.
Adapun kalau dasar maksudnya adalah butuh kepada barang/produk tersebut setelah itu ia mendapatkan kupon untuk ikut undian maka ini tidak terlarang karena asal dalam muámalat adalah boleh dan halal dan tidak bentuk Maisir maupuun Qimar dalam bentuk ini.
Rincian ini adalah pendapat Syaikh Ibnu ‘Utsaimin (Liqoul Babul Maftuh no.48 soal 1164 dan no.49 soal 1185. Dengan perantara kitab Al-Hawafidz At-Tijaiyah At-Taswiqiyah), Syaikh Sholih bin ‘Abdul ’Aziz Alu Asy-Syaikh (dalam muhadhoroh beliau yang berjudul “Al Qimar wa Shuwarihil Muharromah), Lajnah Baitut Tamwil Al-Kuwaiti(Al Fatawa Asyar’iyyah Fi Masail Al Iqtishodiyah, fatwa no.228. Dengan perantara kitab Al-Hawafidz At-Tijaiyah At-Taswiqiyah), dan Haiah Fatwa di Bank Dubai Al-Islamy(dalam fatwa mereka no.102 Dengan perantara kitab Al-Hawafidz At-Tijaiyah At-Taswiqiyah).
1. Hukumnya adalah haram secara mutlak. Ini adalah pendapat Syaikh Abdul ’Äziz bin Baz(Fatawa Islamiyah 2/367-368. Dengan perantara kitab Al-Hawafidz At-Tijaiyah At-Taswiqiyah),dan Al-Lajnah Ad-Da’imah(Fatawa Islamiyah 2/366-367. Dengan perantara kitab Al-Hawafidz At-Tijaiyah At-Taswiqiyah), Alasannya karena hal tersebut tidak lepas dari bentuk Qimar/Maisir dan mengukur maksud pembeli, apakah ia memaksudkan barang atau sekedar ingin ikut undian adalah perkara yang sulit.
Tarjih
Yang kuat dalam masalah ini adalah pendapat pertama. Karena tidak hanya adanya tambahan harga pada barang dan dasar maksud pembeli adalah membutuhkan barang tersebut maka ini adalah mu’amalat yang bersih dari Maisitr/Qimar dan ukuran yang menggugurkan alasan pendapat kedua. Dan asal dalam mu’amalat adalah boleh dan halal.
Wallahu A’lam.
Tiga: Undian dengan mengeluarkan biaya.
Bentuknya: Undian yang bisa diikuti setiap orang yang membayar biaya untuk ikut undian tersebut atau mengeluarkan biaya untuk bisa mengikuti undian tersebut dengan mengeluarkan biaya.
Contohnya: Mengirim kupon/kartu undian ketempat pengundian dengan menggunakan perangko pos. Tentunya mengirim dengan perangko mengeluarkan biaya sesuai dengan harga perangkonya.
Contoh Lain: Ikut undian dengan mengirim SMS kelayanan telekomunikasi tertentu baik dengan harga wajar maupun dengan harga yang telah ditentukan.
Contoh lain: Pada sebagian tutup minuman tertera nomor yang bisa dikirim ke layanan tertentu dengan menggunakan SMS kemudian diundi untuk mendapatkan hadiah yang telah ditentukan. Apakah biaya SMS-nya dengan harga biasa maupun tertentu (dikenal dengan pulsa premium).
Hukumnya: Haram dan tidak boleh. Karena mengeluarkan biaya untuk suatu yang mu’amalat yang belum jelas beruntung tidaknya, maka itu termasuk Qimar/Maisir.
Demikian secara global beberapa bentuk undian yang banyak terjadi di zaman ini. Tentunya contoh-contoh undian untuk tiga jenis undian tersebut diatas sangatlah banyak di masa ini. Mudah-mudahan keterangan diatas bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Undian berhadiah yang boleh adalah pihak toko memberikan hadiah kepada siapa saja yang berbelanja di tokonya dengan nominal sekian. Misalnya, yang berbelanja dengan nilai seribu real dipersilakan untuk mengikuti undian. Undian model ini –hukumnya– boleh karena pembeli berada di antara dua kemungkinan: untung atau tidak merugi, karena harga barang tidaklah dinaikkan dan konsumen pasti akan membeli barang tersebut (baik di toko yang mengadakan undian atau yang tidak mengadakan). Jika dia berbelanja lantas mendapatkan hadiah maka dia beruntung. Jika tidak dapat hadiah, dia pun tidak merugi.
Jika sistem undian yang diadakan menyebabkan pembeli berada di antara dua kemungkinan: antara untung ataukah rugi, maka undian semacam ini haram, apa pun modelnya.
Akan tetapi, jika ada yang mengatakan bahwa keberadaan undian berhadiah di berbagai pusat perbelanjaan itu bisa merusak pasar, menggelisahkan banyak orang, demi mengikuti undian orang rela bepergian dari ujung kota ke pusat kota sehingga menyebabkan kemacetan lalu-lintas, maka kami berpandangan bahwa jika memang demikian efek dari undian berhadiah, tentu sangatlah baik jika pemerintah campur tangan dalam masalah ini, dengan bentuk mengeluarkan larangan menyelenggarakan undian berhadiah.
Namun, jika undian berhadiah hanya diselenggarakan oleh segelintir pusat perbelanjaan maka tidak perlu ada pelarangan dari pemerintah.
Ringkasnya, dalam masalah ini kita menggunakan dua sudut pandang.
Pertama, perlu atau tidaknya pemerintah melarang penyelenggaraan undian berhadiah. Kami katakan, jika fenomena ini belum tersebar luas –yang bisa menyebabkan keguncangan pasar dan persaingan para pedagang dalam menyediakan hadiah undian– maka tidak perlu ada pelarangan.
Akan tetapi, jika hal ini pada akhirnya menyebabkan keguncangan pasar dan persaingan para pedagang dalam menyediakan hadiah, karena ada toko yang menyediakan hadiah sebuah mobil maka hadiah toko yang lain adalah dua buah mobil, ada yang total hadiahnya seribu real maka pedagang yang lain menyediakan total hadiah dua ribu real. Dalam kondisi semisal ini, pemerintah berkewajiban untuk mengeluarkan larang penyelenggaraan undian berhadiah, supaya konsumen tidak dipermainkan dengan berbagai undian berhadiah.
Kedua, tentang boleh atau tidaknya berbagai model undian, maka kami katakan bahwa siapa saja yang berbelanja karena membutuhkan barang yang dibeli, hadiah tidak diambilkan dari penaikan harga barang, dan untuk mendapatkan kupon tersebut konsumen tidak perlu membayar sepeser pun, maka mengikuti undian semisal ini –hukumnya– adalah boleh.” (Liqa’ Al-Bab Al-Maftuh, 116:17)
PROMOSI DENGAN MENGGUNAKAN HADIAH
Oleh
Syaikh Muhammad bin Ali Al-Kamili
Pada masa sekarang ini, untuk meningkatkan angka penjualan produk,para produsen melakukan penawaran dengan iming-iming hadiah. Corak promosi seperti ini bisa kita dapatkan di pasaran, dengan beragam jenis dan kiatnya. Tinjauan fikih sendiri menyikapi promosi dengan iming-iming hadiah ini amat terperinci. Karena di balik semaraknya berbagai jenis “hadiah” ini, ternyata terselubung tipu muslihat dan perjudian.
PANDANGAN FIKIH SECARA UMUM
Berkaitan dengan hadiahnya tersebut, bisa ditinjau dari dua sudut pandang.
A. Untuk mendapatkan hadiah atau terlibat dalam undian tersebut, disyaratkan dengan membeli produk tertentu.
1). Hadiah tersebut, tidak semua konsumen bisa mendapatkannya. Dengan kata lain, ada yang mendapatkan hadiah tersebut dan ada juga yang tidak.
Cara promosi berhadiah seperti ini tidak diperbolehkan atau haram. Alasannya, di dalamnya mengandung unsur maysir dan qimar. Sebab, setiap konsumen sudah mengeluarkan biaya, tetapi tidak mendapatkan kepastian dalam hal mendapatkan hadiahnya. Yakni, tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan hadiah dan siapa yang tidak. Dari sisi ini juga mengandung unsur gharar.
2). Semua Mendapatkan Hadiah
Metode ini terbebas dari ketidakpastian dan jahalah (tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan hadiah).Jadi, jika semua konsumen mendapatkan hadiah, maka jenis promosi seperti ini diperbolehkan, karena tidak termasuk ke dalam maysir ataupun qimar. Hadiah seperti ini termasuk sebagai discount, atau sebagai pemberian secara cuma-cuma (atau Hadiah dalam bahasa Arab).
Dalam promosi menggunakan hadiah ini, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a). Hadiahnya diketahui secara pasti
b). Tidak ada unsur penipuan atau mengelabui konsumen
c). Tidak ada penambahan harga jual produk
d). Bila ada penambahan harga karena hadiah tersebut, maka pihak produsen harus memberitahukannya.
e). Tidak bersifat memaksa konsumen atau memanfaatkan mereka, karena siapa pun ternyata membutuhkan produk yang dimaksud manakala tidak ada hadiahnya. Dengan kata lain, harus diberikan pilihan, membayar lebih dan mendapatkan hadiah sekaligus, atau membayar dengan harga biasa, tetapi tidak mendapatkan hadiah.
B. Ditinjau dari segi keberhasilannya, yaitu hadiah yang tidak ada kepastian apakah konsumen akan mendapatkan atau tidak. Dari sudut pandang ini, maka hadiah tersebut ada dua macam.
1). Untuk mendapatkan hadiah atau ikut undian diharuskan membayar sejumlah biaya tertentu. Jenis pertama ini hukumnya haram, karena termasuk memakan harta orang lain secara batil. Dan lagi, setiap orang yang terlibat, ia membayar sama kepada penyedia hadiah, tetapi masing-masing tidak memiliki kepastian akan mendapatkan hadiah atau tidak. Demikian inilah bentuk maysir atau qimar.
Di sisi lain, terkadang konsumen berbondong-bondong membeli produk tersebut bukan karena memerlukannya, tetapi semata-mata karena hadiah dibalik undiannya. Yang seperti ini diharamkan, karena mengandung unsur perjudian.
Adapun apabila produknya dapat dijual dengan harga yang biasa (tidak dinaikkan), dan ternyata konsumen juga membelinya karena membutuhkannya, bukan semata-mata karena hadiahnya, maka dalam memandang kasus seperti ini, para ulama berbeda pendapat.
Pendapat Pertama
Apabila kemungkinan dari undian tersebut antara untung (mendapatkan hadiah) dan selamat (tidak sampai merugi jika tidak mendapatkan hadiah), maka hukumnya diperbolehkan, sepanjang konsumen membelinya karena membutuhkannya, baik konsumen itu mengetahui tentang adanya undian tersebut maupun tidak.
Adapun jika konsumen mengetahui tentang undian tersebut, lalu ia membeli produk tersebut agar bisa ikut undian, maka hukumnya haram. Sebab, nantinya akan timbul kemungkinan beruntung mendapatkan hadiah, atau merugi karena tidak mendapatkan hadiah.[1]
Pendapat Kedua
Memandang bahwa yang lebih utama, undian seperti ini adalah haram. Pendapat ini beralasan dengan beberapa hal.
a). Tujuan ketika membeli produk adalah urusan hati, dan ini tidak bisa diketahui begitu saja.
b). Undian seperti ini merupakan celah yang membawa kepada taruhan atau perjudian
c). Undian seperti ini lebih sering mengandung unsur gharar, sebab ketika konsumen membeli produk, ia merasa mendapatkan hadiah.
d). Dalam undian seperti ini, juga menimbulkan efek negatif adanya unsur judi. Misalnya memicu sifat iri dengki sesama konsumen, dan mengkondisikan konsumen untuk malas dan mengharapkan sesuatu yang khayal
e). Menggiring konsumen untuk membeli produk tersebut, walaupun ia tidak benar-benar membutuhkannya, sehingga menimbulkan perbuatan israf dan menyia-nyiakan harta.
f). Membuka celah untuk melakukan tipu daya dan mengelabui orang lain.
Tarjihnya, yang lebih utama adalah haram.
2). Untuk mendapatkan hadiah atau terlibat dalam undian, konsumen tidak dibebankan biaya apapun.
Jenis undian seperti ini dipebolehkan. Sebab, hadiah yang disediakan oleh konsumen layaknya pemberian cuma-cuma dan atas kerelaan produsen. Wallahu ‘alam
RAGAM HADIAH DAN HUKUMNYA
Hadiah dalam konteks promosi memiliki banyak ragam dan corak. Sekurang-kurang ada tiga jenis.
A. Hadiah yang mensyaratkan sesuatu untuk mendapatkannya. Jenis ini di pasaran tak lepas dari beberapa kemungkinan.
1). Hadiah disertakan bersama produk yang dijual. Hadiah seperti ini ada dua bentuk.
a). Hadiah yang bentuk dan jenisnya diketahui. Sebagai gambaran, untuk setiap pembelian satu pack teh, konsumen berhak mendapatkan hadiah satu buah gelas. Hukum promosi dengan hadiah seperti ini diperbolehkan. Kedudukan hadiahnya sendiri, ibarat pemberian secara suka rela atau bentuk lain dari discount. Dan di lain pihak, setiap konsumen akan mendapatkannya. Selain itu, dalam promosi hadiah seperti ini tidak mengandung unsur gharar.
Tetapi apabila bentuknya berupa dua item produk yang disatukan dengan harga penjualan yang tidak bisa dipisahkan, maka hukumnya tidak diperbolehkan. Sebab, ini bukan hadiah ataupun discount. Ini sekedar cara untuk melariskan barang yang kurang laku atau tidak laku, dan menggiring konsumen untuk membelinya. Dalam promosi jenis ini, menimbulkan kondisi ‘adamut-taradhi (tidak ada kerelaan) dari kedua belah pihak, khususnya konsumen.[2]
b). Bentuk dan jenisnya tidak diketahui. Jenis hadiah seperti ini ada dua bentuk.
– Hadiah mengandung pada setiap produk yang dijual. Hukum promosi seperti ini tidak diperbolehkan karena beberapa hal, yaitu: hadiahnya tidak diketahui, hadiahnya berpengaruh pada harga produk, mengandung unsur gharar, yaitu konsumen akan menduga bahwa hadiahnya adalah sesuatu yang berharga, dan juga mengkondisikan konsumen berlaku isrâf.
– Hadiah mengandung pada sebagian produk saja. Promosi seperti ini hukumnya haram juga.
Alasannya: konsumen membeli produk untuk mendapatkan hadiah, tetapi ternyata sebagian dari mereka tidak mendapatkannya, mengandung unsur gharar karena hadiahnya berpengaruh kepada harga jual produk, harga produk lebih tinggi dibandingkan ketika tidak ada hadiahnya, tetapi produsen tidak memberitahukannya, telah mengkondisikan konsumen untuk berlaku isrâf karena memburu hadiah, menimbulakan sifat iri dengki di antara konsumen.[3]
2). Undian berhadiah.
Sebagai gambaran, konsumen membeli suatu produk, atau belanja di pusat perbelanjaan tertentu, dan lain sebagainya. Setelah membayar, konsumen akan mendapatkan kupon untuk mengikuti undian yang diadakan oleh produsen, yang penarikan undiannya akan dilakukan pada tanggal yang sudah ditentukan.
Hukum promosi seperti ini adalah haram karena termasuk qimâr. Konsumen tidak diperbolehkan terlibat dalam undian-undian seperti ini. Alasannya:
– Konsumen mengeluarkan biaya untuk mengikuti undian ini, baik dalam bentuknya membeli produk tertentu atau membeli kuponnya secara langsung.
– Mengandung unsur gharar, karena tidak diketahui siapa yang akan beruntung dan siapa yang tidak beruntung (gagal).
– Membuat konsumen berlaku isrâf dengan membeli barang yang tidak dibutuhkannya, atau lain sebagainya.
– Menimbulkan fitnah iri dengki dan lain-lain.
Dalam permasalahan ini, Syaikh Bin Bâz pernah ditanya dengan pertanyaan: (1) Bagaimana hukum mengikuti undian yang tidak memungut biaya apapun. Dan kalaupun tidak mendapatkan hadiah, ia tidak akan mendapatkan kerugian apapun. (2) Bagaimana (hukum) belanja di suatu pusat perbelanjaan agar mendapatkan kupon untuk mengikuti undian yang diadakannya?
Syaikh Bin Bâz menjawab: Mengikuti undian seperti ini termasuk ke dalam qimâr. Dan itu merupakan maysir yang dilarang Allah dalam firman-Nya “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu dalam khamr dan berjudi itu, serta menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat. Maka, berhentilah kamu (dari melakukan pekerjaan itu). -Qs al-Ma’idah/5 ayat 90, 91”.[4]
3). Undian berhadiah yang dikemas, seolah-olah dengan menunjukkan lomba ilmiah.
Sebagai contoh, misalnya, oleh produsen, dalam suatu produk dilampirkan (disertakan) undian dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan ilmiah, namun tingkat kesulitan dari pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat rendah atau sangat mudah untuk menjawabnya, sehingga anak kecil pun sanggup menjawabnya. Bukan itu saja, bahkan terkadang di lembaran lainnya, atau bentuk lainnya, disertakan jawabannya. Jadi, undian ini tidak benar-benar menjadi sebuah kompetisi ilmiah, tetapi sebuah promosi untuk meningkatkan angka penjualan saja. Atau tujuan lain, misalnya, mempropagandakan yang ada di balik pertanyan-pertanyaan yang diajukan, atau maksud lainnya lagi. Sebutlah sebagai contoh, yaitu undian dan kupon yang disertakan secara berseri oleh sebuah koran harian selama sebulan penuh.
Promosi undian seperti ini termasuk qimâr, sehingga tidak diperbolehkan atau haram. Undian seperti ini, pada prakteknya juga sama dengan undian-undian pada poin (2).
4). Investasi (Saham Berhadiah).
Yang dimaksud dengan investasi (saham berhadiah) ialah, salah satu produk bank. Yaitu berupa lembaran saham atau tawaran investasi kepada masyarakat dengan harga tertentu, dan konsumen sendiri bisa mencairkan investasinya ini sewaktu-waktu. Setiap konsumen yang membeli, ia diikutkan ke dalam undian dengan bukti lembaran saham tadi, yang penarikannya dilakukan setiap bulan.
Hukum promosi dengan undian seperti ini juga termasuk dalam kategori qimâr yang diharamkan. Selain itu, bisa jadi di dalamnya terkandung unsur riba, yaitu investasi yang ditanamkan nasabah akan mendapatkan faidah (manfaat) berupa bunga dari pihak bank. Atau hadiahnya itu sendiri diambil dari bunga simpanan para nasabah.
B. Hadiah Yang Tidak Mensyaratkan Apapun Untuk Mendapatkannya.
Bentuk undian berhadiah seperti ini bisa saja sebagai berikut.
1). Undian yang diadakan oleh penyelenggara, baik produsen, toko, mall, maupun pabrik, tanpa mensyaratkan apapun kepada konsumen yang hendak mengikutinya; misalnya tidak dengan membeli produk tertentu, belanja di toko tertentu, atau membeli kupon tertentu. Ini seolah-olah pemberian cuma-cuma dari pihak penyelenggara.
2). Sebuah promosi yang dilakukan oleh suatu instansi atau lainnya dengan cara membagikan kupon undian atau perlombaan, atau membagikan kupon berseri secara berurutan, tanpa mengambil pungutan atau timbal balik apapun kepada konsumen, dan tanpa adanya unsur yang membedakan antara konsumen yang satu dengan lainnya dalam pembagiannya. Seolah-olah dibagikan secara acak agar undian ini segara sampai kepada konsumen. Selanjutnya, pada tahap akhir diadakan pengundian atau penarikan kupon untuk menentukan pemenangnya.
Hukum undian berhadiah seperti ini diperbolehkan, sebab tidak di dalamnya tidak mengandung unsur perjudian untung rugi layaknya qimâr atau maysir. Selain itu, juga tidak mengandung unsur gharar. Pihak penyelenggara, ibarat orang yang memberikan sumbangan secara suka rela. Lalu orang yang terlibat dalam undian memiliki dua kemungkinan, yaitu beruntung mendapatkan hadiah, atau jika tidak mendapatkan hadiah, ia tidak mengalami kerugian, karena pada orang yang mengikuti undian ini tidak dibebani sesuatu apapun sebelumnya; tidak harus membeli produk, tidak harus berbelanja di tempat tertentu, dan juga tidak harus membeli kupon undiannya.
C. Hadiah Pada Perlombaan Atau Kompetisi Ilmiah.
Yang dimaksud kompetisi ilmiah adalah musâbaqah ilmiah dalam beragam disiplin ilmu, baik Al-Qur`an, hadits, fikih, dan lain sebagainya. Termasuk di dalamnya, yaitu kompetisi ilmiah dalam rangka khidmah kepada disiplin ilmu tertentu yang bermanfaat. Hukum kompetisi atau musâbaqah itu sendiri diperbolehkan.[6]
Sementara itu, dalam memandang hukum hadiah yang mengandung pada perlombaan ilmiah ini, para ulama terbagi ke dalam dua pendapat.
Pendapat Pertama : Melarangnya.
Yaitu tidak memperbolehkan adanya hadiah dalam musâbaqah ilmiah. Pendapat ini dipegang oleh mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hambali dalam salah satu pendapatnya. [7]
Dalilnya adalah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لا سَبَقَ إلاّ في خُف أو نَصْلٍ ْ أوْ حَافِرٍ
“Tidak ada perlombaan (memperebutkan sesuatu), kecuali dalam memanah, pacuan onta, atau kuda”.[8]
Yang dimaksud dengan memperebutkan sesuatu dalam hadits ini dibatasi hanya dalam tiga perlombaan saja. Adapun kompetisi ilmiah, tidak termasuk salah satu dari tiga hal tersebut.
Pendapat Kedua : Membolehkannya.
Pendapat ini dipegang oleh mazhab Hanafi dan salah satu pendapat dari mazhab Hambali. Pendapat ini juga dirâjihkan oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnul-Qayyim. [9]
Dalil pendapat ini ialah:
1. Sebuah hadits yang diriwayatkan melalui jalur Ibnu ‘Abbas berkaitan dengan firman Allah Ta’ala: “Alif lâm-mîm. Telah dikalahkan Romawi, di negeri yang terdekat…” [Ar-Rûm/30:1-3].
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhu berkata,”Pada saat itu orang-orang musyrik menginginkan Persia yang mengalahkan Romawi, sebab mereka sama-sama penyembah berhala. Sedangkan kaum Muslimin sendiri menginginkan Romawi yang mengalahkan Persia, sebab orang-orang Romawi adalah Ahlul-Kitab.
Lalu mereka menceritakan hal ini kepada Abu Bakar. Selanjutnya Abu Bakar menceritakan hal ini kepada orang-orang musyrik. Mereka pun berujar: “Tentukanlah tempo antara kami dan engkau. Apabila kami yang benar atau menang, maka kami berhak mendapatkan anu dan anu. Dan apabila engkau yang benar, maka engkau berhak anu dan anu,” lalu disepakatilah tempo tersebut selama lima tahun. Ternyata setelah lima tahun berlalu, ucapan mereka tidak terbukti. Lalu hal ini diceritakan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda: “Mengapa tidak kalian tentukan temponya sekitar sepuluh tahun?”[10]
Di sini kedua belah pihak menyediakan hadiah untuk lawannya apabila menang. Mengenai masalah ini, tidak ada dalil yang menerangkanya telah dimansukh.
2. Agama ditegakkan juga dengan hujjah dan ijtihad. Apabila perlombaan dengan alat-alat jihad diperbolehkan, maka kompetisi ilmiah lebih utama lagi untuk diperbolehkan.
Ibnul Qayyim berkata,”Oleh karena itu, musâbaqah dalam bidang keilmuan yang bisa membukakan hati, memuliakan dan meninggikan Islam, (maka) lebih utama lagi bolehnya.”[11]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XI/1428H/2007. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
________
Footnotes
[1]. Kaset ceramah Syaikh Shalih Ali Syaikh seputar masalah Al-Qimar wa Shuwaruhu Al-Muharramah
[2]. Al-Qimâr wal-Musabaqat wal-Jawa’iz, Rafiq al-Mishri, hlm. 67.
[3]. Al-Qimâr wal-Musabaqat wal-Jawa’iz, hlm. 167-168. Lihat juga Majmu’ Fatawa, Syaikh Bin Bâz (4/201).
[4]. Majmu’ Fatawa wa Maqalât Mutanawwi’ah, Syaikh Bin Bâz (4/203).
[5]. Lihat Fatawa Islamiyyah yang dikumpulkan oleh Muhammad bin ‘Abdul ‘Azizi Al-Musnad (4/443).
[6]. Al-Musabaqat wa Ahkamuha fisy-Syari’ah Al-Islamiyyah, Dr. Sa’d bin Nashir Al-Syatsri, hlm. 187.
[7]. Al-Umm, Imam Syafi’i (4/326), Mawahib Al-Jalil, Khalil Ar-Ru’aini (4/609), Raudhatuth-Thalibin, An-Nawawi (7/532), dan Al-Mughni, Ibnu Qudamah (11/532).
[8]. HR Abu Dawud, no. 2574, Tirmidzi, no. 1700, Nasâ’i, no. 3587, Ibnu Majah, no. 2878, dan Imam Ahmad, no. 7433, 5052. Hadits ini dishahihkan oleh al-Albani dalam Al-Irwa’, no. 1506.
[9]. Lihat Hasyiyah Ibnu ‘Abidin (6/403), Majmu’ Fatâwâ, Ibn Taimiyyah (32/227), al-Furusiyyah, Ibnul-Qayyim, hlm. 97, dan al-Inshaf, Al-Mawardi (6/91).
[10]. HR Tirmidzi, no. 3191-3194, dan beliau t berkata: “Hadits ini hasan shahih”.
[11]. Al-Furusiyyah, Ibnul-Qayyim, hlm. 97.
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta, dalam rapatnya pada tanggal 12 Dzulqa’dah 1420 H, bertepatan dengan tanggal 18 Pebruari 2000 M yang membahas tentang Hukum Jual Beli Disertai Hadiah, maka setelah;
Menimbang:
1. Bahwa salah satu strategi pemasaran terhadap barang-barang dagangan yang dijual oleh para pedagang agar menarik para calon konsumen untuk membeli produk-produk yang dipasarkan, adalah dengan memberikan iming-iming hadiah kepada para calon konsumen. Hadiah tersebut ada yang diberikan secara langsung kepada setiap konsumen yang membeli produk dalam jumlah tertentu, ada pula yang diberikan dengan cara diundi, sehingga hanya konsumen yang memenangkan undianlah yang berhak mendapatkan hadiah.
2. Bahwa pemberian hadiah kepada para konsumen yang telah membeli produk-produk yang dipasarkan oleh para pedagang, menimbulkan pertanyaan sebagian umat Islam kepada MUI Provinsi DKI Jakarta, tentang boleh atau tidaknya pemberian hadiah tersebut menurut ajaran Islam.
3. Bahwa untuk memberikan pemahaman kepada Umat Islam tentang boleh atau tidaknya memberikan iming-iming hadiah kepada para calon konsumen agar mereka tertarik untuk membeli produk-produk yang dipasarkan oleh perusahaan, maka Komisi Fatwa MUI Provinsi DKI Jakarta memandang perlu untuk segera memberikan fatwa tentang Hukum Jual Beli dengan Disertai Hadiah.
Mengingat:
1. Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga Majelis Ulama Indonesia (PD/PRT MUI)
2. Pokok-Pokok Program Kerja MUI Provinsi DKI Jakarta Tahun 2000 – 2005
3. Pedoman Penetapan Fatwa MUI
Memperhatikan:
Saran dan pendapat para ulama peserta rapat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta pada tanggal tanggal 12 Dzulqa’dah 1420 H, bertepatan dengan tanggal 18 Pebruari 2000 M yang membahas tentang Hukum Jual Beli Disertai Hadiah.
Memutuskan:
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT dan memohon ridha-Nya, sesudah mengkaji permasalahan tersebut dari al-Qur’an, as-Sunnah dan kitab-kitab yang mu’tabar, menyampaikan fatwa sebagai berikut:
1. Para ulama telah bersepakat (ijma’) bahwa perdagangan (perniagaan / jual beli) adalah suatu kegiatan perekonomian yang dihalalkan (diperbolehkan) oleh syari’at Islam. (Lihat kitab Al-Mabsuth XII/108 ; al-Muhadzab I/257). Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 275 :
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Allah telah menghalalkan jualbeli dan mengharamkan riba”. (QS. Al-Baqarah (2):275)
Demikian juga firman-Nya dalam surat an-Nisa ayat 29 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ
مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu”. (QS. An-Nisa (4):29)
2. Suatu transaksi perdagangan dinilai sah dan halal jika memenuhi rukun-rukun (unsur-unsur) dan syarat-syarat jual-beli sebagai berikut :
a. Rukun jual beli ada 4, yaitu adanya pihak penjual (al-bai’),  pihak pembeli (al-musytari), barang yang diperjualbelikan (al-mubi’u), dan transaksi (akad).
b. Transaksi (akad) antara pihak penjual dan pembeli harus dilakukan atas dasar suka sama suka, dan tidak ada paksaan. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulallah SAW yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi danIbnu Majah dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri RA dan dinilai shahih IbnuHibban, sebagai berikut :
عَنْ دَاوُدَ بْنِ صَالِحٍ المـَدِيْنِيِّ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا سَعِيْدٍ الخُدْرِيَّ يَقُوْلُ قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْه ِوَسَلَّمَ إِنَّمَا البَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ
“Jual beli itu harus dilakukan atas dasar suka sama suka”
c. Barang yang diperjualbelikan harus suci dan mempunyai nilai manfaat ;
d. Barang-barang tersebut diperjualbelikan dengan harga yang wajar.
e. Barang yang diperjualbelikan harus transaparan sehingga tidak ada unsur kesamaran (gharar), atau penipuan (al-gasya), atau pengkhianatan (al-khiyanah). Hal ini didasarkan pada sabda Rasulallah SAW dalam hadits shahih yang diriwiyatkan Imam Muslim, sebagai berikut :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَ عَنْ بَيْعِ الغَرَرِ
“Rasulallah SAW melarang transaksi jual-beli yang mengandung gharar
3. Jual beli suatu benda yang disertai hadiah, baik secara langsung maupun dengan cara diundi dengan tujuan agar para konsumen tertarik untuk membeli produk-produk yang dipasarkan adalah sah dan halal dengan syarat-syarat berikut :
a. Hadiah yang diberikan harus halal dan sesuai dengan yang dijanjikan. Jika hadiah berupa benda yang haram seperti minuman keras dan barang yang najis, maka tidak sah. Demikian juga jika hadiah yang diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan, maka hal itu dinilai sebagai penipuan sehingga mengandung unsur dosa.
b. Hadiah tidak mengandung unsur judi. Dalam arti, hadiah tersebut benar-benar merupakan pemberian yang bersifat cuma-cuma sebagai bagian dari promosi penjualan (sales promotion). Dengan demikian, seandainya para konsumen tidak beruntung mendapatkan hadiah, maka mereka tidak dirugikan.
c. Kualitas barang yang diperjualbelikan harus sesuai dengan standar dan harganya tidak lebih tinggi dari harga pasaran.
4. Jika transaksi jual beli yang disertai hadiah secara diundi, dilakukan terhadap suatu benda yang kualitasnya di bawah standar dengan harga yang lebih tinggi dari harga pasaran, maka transaksi jual-beli tersebut tidak sah dan tidak halal karena mengandung unsur judi. Karena dengan demikian, kupon hadiah yang akan diundi untuk mendapatkan hadiah bukan merupakan pemberian cuma-cuma, melainkan secara tidak langsung dijual kepada pembeli barang dengan uang (harga) yang sudah ditambahkan kedalam harga penjualan barang. Dengan demikian, secara tidak langsung kupon undian tersebut diperjualbelikan kepada pembeli barang, yang jika dia tidak mendapat hadiah maka akan rugi, sedangkan pihak penjual akan beruntung. Inilah yang disebut judi, karena definisi judi sebagaimana dijelaskan Prof. Mohammad Ali ash-Shabuni dalam kitabnya, Tafsir Rawai’ al-Bayan, Juz I halaman 278 adalah :
كل لعب يكون فيه ريح لفريق و خسارة لآخر هو من المسير المحرم
“Setiap permainan yang menimbulkan keuntungan bagi sebagian orang dan kerugian bagi sebagian yang lain, maka itulah yang disebut perjudian yang diharamkan (oleh Allah SWT)”
Jakarta, 12 Dzulqa’dah 1420 H.
18Pebruari 2000 M.
KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA DKI JAKARTA
Ketua,                                                                                             Sekretaris,
ttd                                                                                                         ttd
Prof. KH. Irfan Zidny, MA                               KH. Drs. M. Hamdan Rasyid, MA
Mengetahui,
Ketua Umum,                                                               Sekretaris Umum,
ttd                                                                                               ttd
KH. Achmad Mursyidi                                             Drs. H. Moh. Zainuddin



Komentar