Startup : Dari Mana Datangnya Ide Besar
- Kategori : Entrepreneurship
- Published on Monday, 28 March 2016 05:21
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Sejak sekolah dahulu kita sering diajari hal yang seolah mudah padahal  kenyataannya tidak demikian, hal ini adalah tentang lahirnya sebuah ide. Newton tidak kejatuhan apel terus ujug-ujug punya
 ide tentang teori grafitasi, Archimedes tidak sedang mandi di bak mandi
 ketika menggagas hukum Archimedes, dan Thomas Edison-pun tidak 
menemukan bolam lampu. Semuanya hasil kerja keras berpuluh tahun, 
sebelum kita akhirnya mengenal karya-karya mereka.
Isaac
 Newton perlu mempelajari dan bereskperimen selama 20 tahun sebelum 
lahirnya teori grafitasi. Ungkapan ‘Eurieka !’-nya Archimedes di bak 
mandi adalah cerita khayal belaka, dia juga bekerja bertahun-tahun untuk
 merumuskan apa yang kemudian kita kenal dengan hukum Archimedes.
Adapun
 Thomas Edison, dia akhirnya hanya menghasilkan filament lampu yang 
bekerja setelah 10,000-percobaan sebelumnya gagal. Sehingga muncullah 
pernyataannya yang terkenal: “Saya tidak gagal, saya hanya menemukan 10,000 cara yang tidak bekerja…”.
Lantas
 darimana sesungguhnya datangnya sebuah ide besar ? Ada setidaknya tiga 
pendekatan yang bisa kita tempuh, yaitu dengan pendekatan sains, 
pendekatan kearifan lokal dan pendekatan petunjuk.

Secara
 sains, ide-ide besar lahirnya berasal dari ilmu. Ide adalah rangkaian 
dari titik-titik ilmu yang ada di otak kita. Ide seperti sebutir benih, 
dia perlu ditanam dan terus disirami agar dia bisa bener-bener tumbuh 
dan berkembang. Benih dari ide tersebut adalah ilmu, semakin banyak 
seseorang menguasai ilmu , semakin banyak ide yang bisa terlahir 
darinya.
Secara ke-arifan lokal (Jawa), ide-ide besar bisa terlahir dari proses 3 N yaitu Namatke (memperhatikan), Nirokke (Menirukan) dan Nambahi
 (Menambahkan atau Melengkapi). Meskipun kelihatannya tidak bermutu, 
tetapi sesungguhnya mayoritas ide besar yang ada di sekitar kita juga 
hasil proses 3 N ini.
Google bukanlah search engine yang pertama, lebih dahulu telah lahir Yahoo, Altavista, Excite dlsb.  Ide dasar Google juga meniru proses bibliometrics and citation analysis yang dipakai di dunia pustaka.
Linkedin bukan social network pertama, lebih dahulu ada SixDegrees, Friendster  dlsb. Dia juga bukan professional network yang pertama, lebih dahulu telah ada Ryze dan Xing.
Intinya tidak perlu malu bila kita baru bisa Namatke dan Nirokke, tetapi jangan berhenti disini  - kita harus bisa Nambahi. Dalam hal ide-ide besar, kita juga tidak harus yang pertama – tetapi kita harus menjadi yang terbaik.
Pendekatan
 yang spektakuler yang jarang dibahas dalam konteks usaha adalah 
pendekatan berbasis petunjuk. Para Nabi mendapatkan ide-ide untuk 
pekerjaan besarnya tidak harus belajar lebih dahulu, tidak perlu juga 
menirukan siapapun – para Nabi mendapatkan wahyu untuk ide dan pekerjaan
 besarnya langsung dari Allah Sang Maha Pencipta.
Nabi
 Ibrahim tidak harus belajar menjadi tukang bangunan untuk membuat 
bangunan Ka’bah - Rumah Allah yang abadi sepanjang jaman. Nabi Nuh tidak
 harus belajar atau menirukan cara orang lain membuat perahu – untuk 
bisa membuat perahu yang sangat tangguh yang menyelamatkan kehidupan di 
bumi dari banjir terbesar sepanjang sejarah peradaban manusia.
Nabi
 Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak perlu belajar strategi 
perang untuk menjadi panglima perang terbesar, tidak perlu belajar 
ekonomi untuk bisa membuat pasar dan menaklukkan kekuatan ekonomi Yahudi
 di Madinah. Tidak perlu belajar hukum tata-negara untuk membangun 
negeri yang sangat besar dan berkarakter berbeda dengan negeri-negeri 
yang pernah ada sebelumnya. Semuanya datang dari Wahyu.
Pada
 tingkatan di bawah Nabi adalah orang-orang shaleh yang mendapatkan 
ilham atau petunjuk dariNya, untuk bisa menghasilkan karya yang belum 
pernah ada sebelumnya.
Thoriq
 Bin Ziyad punya ide membakar seluruh kapal untuk memotivasi pasukannya 
dalam penaklukkan Spanyol, point of no return bagi pasukannya dicapai 
karena memang tidak ada opsi untuk lari balik ke negerinya.
Demikian
 pula dengan Muhammad Al-Fatih, dari mana dia bisa punya ide bahwa kapal
 tidak harus berlayar di air ? Kapal harus bisa mendaki bukit tanpa 
harus ada percobaan lebih dahulu, langsung dilakukan dengan massif dan 
dengan waktu yang harus terjadi hanya dalam satu malam. Bila harus 
dilakukan dengan gladi resik dan melewati satu malam, musuh akan 
mengetahuinya !
Lantas
 dengan adanya tiga pendekatan tersebut, yang mana yang kita pilih ? 
Kita tidak harus memilih yang ini atau yang itu. Kita bisa gunakan 
ketiganya sekaligus, yaitu pendekatan sains, kearifan dan petunjukNya.
Kita
 bukan Nabi dan keshalehan kita juga mungkin sangat tidak memadai, maka 
sebelum melahirkan gagasan besar – kita harus banyak-banyak belajar ilmu
 yang terkait dengan gagasan kita itu. Kita juga tidak perlu malu-malu 
untuk mengamati apa saja yang sudah dilahirkan orang yang ada di sekitar
 kita, kalau kita bisa Nirokke dan Nambahi – itupun sudah bisa melahirkan ide-ide sekelas Google dan LinkedIn !
Meskipun
 kita tahu diri keshalehan kita juga terbatas, kita juga tidak boleh 
mengabaikan petunjukNya. Banyak-banyak memohon pertolongan kepadaNya, 
Maka Dia insyaAllah akan menolong kita. Dan kalau Dia sudah menolong 
kita, maka tidak akan ada yang bisa mengalahkan kita.
Pertolongan
 Dia juga datang dengan bonus, kalau kita dalam kesulitan – kita berdo’a
 kepadanya – maka Dia akan mengangkat kesulitan itu dengan bonus berupa 
dihapuskannya keburukan kita dan dijadikannya kita Kalifah – orang yang 
memimpin – di bidang kita (QS 27 : 62).
Bila
 kita datang kepada petunjukNya – yaitu Al-Qur’an untuk mencari jawaban 
atas segala persoalan kita, maka Dia datang dengan jawabannya dan diberi
 bonus berupa petunjukNya, rahmatNya dan kabar baik dariNya (QS 16:89). 
Jadi jangan pernah tinggalkan pendekatan yang ketiga ini dalam setiap 
ide besar yang ingin kita lahirkan.
Pertanyaannya
 adalah how big is big ? seberapa besar sih sebuah ide itu sesungguhnya ?
 Ada dua pendekatan untuk mengukurnya yaitu peluang yang ingin 
digarapnya atau masalah yang ingin diatasinya.
Jualan
 kacang goreng-pun bisa berarti ide besar bila Anda ingin bisa 
menjualnya ke ratusan juta penggemar sepakbola di seluruh dunia. 
Sebaliknya, ide untuk membuat mesin yang sangat canggih sekalipun – 
tidak akan pernah menjadi ide besar bila Anda tidak tahu siapa yang akan
 membutuhkan mesin canggih tersebut – dan bener-bener bersedia 
membeli/menggunakannya.
Seperti
 juga benih yang harus ditanam di tanah yang baik, kemudian terus 
menerus disirami dan dirawat sampai bener-bener tumbuh dan berkembang 
semaksimal mungkin – maka demikianlah ide. Dimana menanamnya dan siapa 
yang akan menyiraminya ?
Itulah
 di dunia startup dikenal perlunya incubator, agar dia tumbuh di 
lingkungan yang memang kondusif untuk pertumbuhan sesuai 
usia/perkembangannya – dan terus ada yang menyirami-nya berupa training,
 mentoring dan coaching dari yang telah lebih dahulu berpengalaman 
melahirkan startup.
Bahkan
 proses pemupukan agar tanaman tumbuh cepat-pun kini diadopsi di dunia 
startup, startup kami iGrow yang saat ini sedang kami titipkan di 
lingkungan Silicon Valley adalah untuk program pemupukan ini – yang 
disebut program akselerasi.
Kami ingin iGrow tidak hanya jago kandang, kami ingin dia bisa merespon permintaan petani zaitun di Italy ,Spanyol  dlsb.
 untuk mengitegrasikan tiga resources yang mereka butuhkan – yaitu 
pasar, skills dan modal – maka kami harus belajar bagaimana mengelola 
operasi global dari sebuah startup.
Dengan
 team yang memiliki eksposure global, yang didukung dengan tiga 
pendekatan sains, kearifan dan petunjuk tersebut-lah insyaAllah Startup 
Center Indonesia – bisa mendampingi para startupers untuk menanam 
benih-benih idenya sekaligus membantu menyirami dan memeliharanya. 
InsyaAllah.
 
Komentar