Islam memandang bahwa bumi dengan segala isinya
merupakan amanah Allah Swt kepada sang khalifah agar dipergunakan
sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama. Salah satu pemanfaatan yang telah
diberikan kepada sang khalifah adalah kegiatan ekonomi. Islam mengajarkan
kepada sang khalifah untuk memakai dasar yang benar agar mendapatkan keridhaan
dari Allah sang pencipta. Dasar yang benar itu merupakan sumber hukum yang
telah ditetapkan dan harus diikuti oleh penganut Islam[1].
Islam memandang peran materi (harta) dalam
kehidupan dunia haruslah mensejahterakan kehidupn umat manusia. Tidak untuk
sekolompok orang saja yang dapat mengakibatkan terjadinya kesenjangan
pendapatan yang lebar dan pada akhirnya menyebabkan kemiskinan. Konsep
kepemilikan harta perorangan dalam Islam memiliki fungsi sosial dan
berkewajiban melakukan redistribusi pemilikan pribadi melalui zakat, sedekah,
membayar pajak negara, menghindarkan pemborosan (tidak menghalalkan waste of
social resources), mengharamkan menimbun harta serta melarang konsentrasi
pemilikan[2].
|
!$¨B
uä!$sùr&
ª!$#
4n?tã
¾Ï&Î!qßu
ô`ÏB
È@÷dr&
3tà)ø9$#
¬Tsù
ÉAqߧ=Ï9ur
Ï%Î!ur
4n1öà)ø9$#
4yJ»tGuø9$#ur
ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur
Èûøó$#ur
È@Î6¡¡9$#
ös1
w tbqä3t
P's!rß
tû÷üt/
Ïä!$uÏYøîF{$#
öNä3ZÏB
4 !$tBur
ãNä39s?#uä
ãAqߧ9$#
çnräãsù
$tBur
öNä39pktX
çm÷Ytã
(#qßgtFR$$sù
4 (#qà)¨?$#ur
©!$#
( ¨bÎ)
©!$#
ßÏx©
É>$s)Ïèø9$#
ÇÐÈ
Artinya : Apa saja harta rampasan (fay’) yang
diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk
kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. Apa yang
diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka
tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya.
Ayat di atas menjelaskan bahwasanya haruslah ada
pendistribusian yang adil sebagaimana potongan ayatnya sebagai berikut:
ös1 w tbqä3t P's!rß tû÷üt/ Ïä!$uÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4
Sehingga harta
yang ada tidak beredar pada orang-orang tertentu saja. Sebagai seorang muslim
sejati hendaknya mengikuti aturan yang Allah tetapkan seperti pendistribusian,
agar terciptanya keharmonisan antara sesama umat manusia.
Penjelasan tentang hal ini dapat dikuatkan dengan
hadits Rasulullah Saw, yang berbunyi:
حَدَّثنا مُحَمد بن
عثمان بن كرامة ، حَدَّثنا حسين بن علي الجعفي ، حَدَّثنا سفيان بن عُيَينة عن علي
بن زيد ، عَن أَنَس فيما أعلم : أن النَّبِيّ صَلَّى الله عَلَيه وَسَلَّم قال :
ليس المؤمن الذي يبيت شبعان وجاره طاو.(رواه احمد).
Artinya : Sesungguhnya Nabi Saw berkata: “Bukanlah seorang mukmin yang sempurna, dimana ia tidur dalam
keadaan kenyang sedang tetangganya kelaparan” [3]. (HR. Ahmad)
Hadits ini menjelaskan bahwa Islam tidak meridhai
ada orang-orang yang dibiarkan kekurangan ditengah banyaknya orang yang berada
disekitarnya serba berkecukupan. Konsep ekonomi kapitalis tidak meletakkan
permasalahan mendasar ekonomi pada distribusi, mereka berasumsi bahwa persoalan
distribusi akan berjalan atau efektif dengan sendirinya jika mekanisme pasar
dapat berjalan sebagaimana mestinya. Dengan adanya kebebasan dalam melakukan
aktifitas ekonomi, para pelaku ekonomi akan dapat mengoptimalkan daya
kreatifitasnya dalam berproduksi dan mengkonsumsi sebanyak mungkin hasil
produksi, yang selama ini dianggap suatu hal yang jelas baik[4].
Konsep keadilan dalam ekonomi sosialis adalah
kekuasaan tertinggi di pegang oleh negara, semua orang mendapatkan fasilitas
yang sama, tidak ada lagi harta yang beredar diantara orang-orang tertentu saja
karena semuanya dimiliki oleh negara. Orang yang bekerja lebih banyak dengan
orang yang kerja sekedarnya saja mendapatkan hasil yang sama. Maka dari itu
sistem ekonomi sosialis juga tidak bisa membawa kepada distribusi yang adil.
Persoalan distribusi merupakan salah satu isu
ekonomi yang kontroversial dan para ekonom pun berbeda pendapat tentang hal itu. Menurut
Bronfenbbrener bahwa para ekonom terpola pada dua pandangan dalam melihat
persoalan distribusi. Kelompok pertama menyatakan bahwa distribusi pendapatan
kekayaan dan kekuasaan adalah persoalan ekonomi di luar persolan “kelangkaan”
dan “efesiensi”. Kelompok kedua secara ekstrem menyatakan bahwa persoalan distribusi
adalah suatu problema yang tidak menarik (some see distribution as a totally
uninteresting)[5].
Islam sebagai sumber nilai yang tidak bisa di
pisahkan dari segala aspek termasuk aspek distribusi. Oleh sebab itu,
pendistribusian haruslah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Bahkan menurut
ekonom muslim Muhammad Baqir Al-Shadr berpendapat bahwa persoalan mendasar
dalam ekonomi adalah problem distribusi. Karena dalam perekonomian banyak
berkaitan dan yang sering menjadi permasalahan adalah masalah distribusi.
Para ekonom konvensional berpendapat bahwa problem
dasar dari ekonomi, yaitu Kebutahan manusia itu tidak terbatas dan Sarana
pemenuhannya terbatas. Dari dua rumusan problem ini, jika akan diperas secara
lebih singkat dan lebih sederhana lagi, akan tetap kembali pada kelangkaan (scarcity) [6].
Pendapat ekonom konvensional di atas sangat
bertentangan dengan pendapat Muhammad Baqir Al-Shadr karena Islam tidak mengenal adanya sumber daya yang
terbatas karena segala sesuatunya sudah terukur dengan sempurna, sebenarnya
Allah telah memberikan sumber daya yang cukup bagi seluruh manusia di dunia[7].
Sebagaimana firman Allah Swt di dalam
QS. Ibrahim: 34, yaitu:
zNä39s?#uäur `ÏiB Èe@à2 $tB çnqßJçGø9r'y 4 bÎ)ur (#rãès? |MyJ÷èÏR «!$# w !$ydqÝÁøtéB 3 cÎ) z`»|¡SM}$# ×Pqè=sàs9 Ö$¤ÿ2 ÇÌÍÈ
Artinya : Dan
dia Telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan
kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah
dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat
mengingkari (nikmat Allah).
Ayat di atas menjelaskan dan menegaskan bahwa
Allah telah merancang bumi ini secara equilibrium dan tidak sesuai jika
kelangkaan menjadi problem dasar dalam ekonomi. Namun, yang menjadi problem
adalah pendistribusian karena sebanyak apapun sarana pemenuhan kebutuhan jika
tidak diikuti dengan pendistribusian yang adil tentu barang tersebut akan sulit
didapatkan maka wajar saja jika yang kaya menjadi konglomerat dan yang miskin
menjadi melarat.
Masalah ekonomi muncul karena adanya distribusi
yang tidak merata dan adil sebagai akibat sistem ekonomi yang membolehkan
eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Karena itu, masalah
ekonomi muncul bukan karena sumber daya yang terbatas, tetapi karena
keserakahan manusia yang tidak terbatas[8].
Peneliti tertarik dengan permasalahan ini karena
distribusi menurut Muhammad Baqir Al-Shadr ini sangat menarik untuk diteliti
karena menurutnya distribusilah yang menjadi problem dasar dalam ekonomi, ini
kebalikan dari problem dasar dalam ekonomi konvensional. Sehingga nantinya
mendapatkan hasil yang dapat memberikan solusi yang relevan terhadap
perekonomian modern serta tidak hanya mengikuti ilmu ekonomi yang berlaku dan
populer saat ini sehingga nantinya ekonomi Islam dapat muncul sebagai rahmatan
lil ‘alamin di dunia ini.
[1] Mawardi, Ekonomi Islam, (Pekanbaru:
Alaf Riau, 2007), h. 76
[2] Sri-Edi Swasono, Kebersamaan dan Asas
Kekeluargaan, (Jakarta: UNJ Press, 2004), h. 248-249
[3] Imam
Ahmad Ibn Hambal, Musnad Imam Ahmad Ibnu
Hambal, (Kairo: Muassah al-Qurthubah, tth), Juz I, h. 54
[4] M. Umer Chapra, Masa Depan Ilmu
Ekonomi: Sebuah Tinjauan Islam, alih bahasa oleh Ikhwan Abidin B, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2001), E.d, h. 15-21
[5]
Munawar Iqbal, Distributif Justice and Need Fullfillment in an Islamic
Economy, (Leicester: UK. The Islamic Foundation and Islamabad IIIE
International Islamic University, 1986), h. 11
[6]
Dwi Candro Triono, Ekonomi Islam Madzhab Hamfara, (tt: Irtikaz, 2012),
jilid 1, cet ke-2, h. 164
[7] Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro
Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), cet ke-5, h. 30
Komentar