Guru...Berdiri, Murid...Berlari
- Kategori : Ekonomi Makro
- Published on Monday, 08 December 2014 07:25
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Bila
 negeri-negeri berkembang terus berjuang memerangi kemiskinan tentu ini 
adalah hal yang wajar karena di negeri-negeri tersebut memang masih 
banyak kemiskinan. Yang mungkin tidak banyak yang tahu adalah bahwa 
negeri adikuasa-pun terus berjuang melawan kemiskinan, apakah ini mudah 
bagi mereka ? Ternyata tidak juga. Setengah abad mereka berjuang 
memerangi kemiskinan tetapi yang terjadi malah kemiskinan di negeri 
mereka juga terus membengkak. Apakah kita layak mencontoh, berguru atau 
mengidolakan sesuatu yang gagal ? 
Di
 Amerika misalnya, setengah abad yang lalu (1964) – presiden mereka 
Lyndon B. Johnson (LBJ) – mengumumkan perang melawan kemiskinan di 
negeri itu. Saat itu kemiskinan di Amerika berada pada tingkat 19 %, 
tetapi upaya ini hanya efektif kurang lebih 10 tahun  ketika mereka berhasil menurunkan tingkat kemiskinannya ke level 11.2 %. Selebihnya kemiskinan itu cenderung kembali naik.

Jumlah Rakyat Penerima Food Stamp di AS
Ironinya
 lagi adalah di negeri adikuasa itu jumlah hutangnya juga terus melonjak
 secara sangat cepat. Ada situs yang mengikuti jumlah hutang itu secara 
real time yaitu antara lain www.brillig.com
 . Di puncak krisis financial global tahun 2008 hutang mereka berada 
pada angka US$ 10.6 trilyun. Ketika saya akses lagi kemarin sore ketika 
saya menyiapkan data untuk tulisan ini (07/12/2014), jumlah hutang itu 
telah mendekati US$ 18 trilyun.
Bila
 pada tahun 2008 rata-rata rakyat Amerika menanggung hutang US$ 34,860 ;
 kini rata-rata mereka menanggung hutang US$ 56,327. Jadi selain 
kemiskinan membengkak, hutang pemerintahnya-pun membengkak. Lantas untuk
 apa hutang tersebut kok tidak berhasil mengentaskan kemiskinan ?

Lonjakan Hutang AS
Kok
 bisa, di satu sisi orang kaya tambah kaya – tetapi yang miskin juga 
terus bertambah miskin dan jumlahnya terus bertambah banyak ? apa yang 
menyebabkannya ?. Supaya tidak ada subjectivity
 saya dalam menilai ekonomi mereka, saya ambilkan analisa bertambah 
banyaknya orang miskin di Amerika ini dari penulis mereka sendiri yang 
sangat kondang – yaitu Robert T Kiyosaki.
Dalam
 buku dia yang terbaru Second Chance (Plata Publishing , 2014), dia 
mengungkapkan bahwa ada tiga hal yang mencuri kekayaan orang Amerika 
sehingga puluhan juta orang menjadi miskin dalam arti yang sebenarnya – 
sampai harus diberi food stamp.
Pertama
 adalah ketidak-adilan pajak, rakyat kebanyakan yang hanya bisa bekerja 
sebagai pegawai (Employee), mereka terkena pajak rata-rata sebesar 40 % 
dari penghasilannya. Para pekerja mandiri (self-employed), usaha kecil, 
para professional seperti dokter dan lawyer mereka malah terkena pajak 
yang sangat tinggi lagi hingga 60 %.

Kwadrant Pajak
Kedua
 yang mencuri kekayaan rakyat mereka adalah inflasi, yaitu ketika 
pemerintah terus menemukan cara-cara kreatif dalam ‘mencetak uang’ dari 
awang-awang, maka penghasilan masyarakat kebanyakan – yang cenderung 
stagnan – akan terus kehilangan daya beli.
Ketiga adalah system perbankan yang disebut Fractional Reserve System, dimana bank hanya perlu memiliki cadangan sebesar angka fractional reserve
 tersebut – misalnya 10 %, maka bank boleh memberi pinjaman sampai 
sepuluh kalinya. Ini juga cara cerdas untuk ‘mencetak uang’ dari 
awang-awang yang berbuntut pada hilangnya daya beli masyarakat yang 
menabung. Dalam bahasa  ‘Rich Dad’ Kiyosaki ini disebut saver are losers – para penabung adalah pihak yang kalah.
Analisa proses pemiskinan sebagian besar rakyat tersebut memang diungkapkan oleh Robert T Kiyosaki berdasarkan apa yang terjadi  di masyarakat  Amerika, tetapi karena system capitalism
 yang dikembangkan di Amerika – juga diikuti dengan sadar ataupun tidak 
oleh negara-negara lain di dunia, maka proses pemiskinan yang kurang 
lebih sama terjadi di seluruh dunia – bahkan dengan tingkat akselerasi 
yang lebih cepat – ingat pepatah Guru ….Berdiri, Murid….Berlari !
Dari sekitar 7.3 milyar penduduk dunia saat ini, 4 milyarnya berada di posisi Bottom of Pyramid –
 yaitu bagian bawah piramida sosial – yang paling miskin, dengan daya 
beli dibawah US$ 2 per hari. Menurut laporannya McKinsey 2012, dengan 
standar US$ 2 per hari yang sama, sekitar separuh penduduk negeri ini 
juga berada dibawah garis kemiskinan – berarti kini jumlahnya sekitar 
125 juta orang.
Struktur masyarakat yang berat di bawah seperti ini tidak akan sustainable – tidak bisa berkelanjutan. Sesuatu yang tidak seimbang – tidak balance – juga tidak akan sustainable.
 Anda bisa terus mengendarai sepeda roda dua tanpa jatuh – karena ada 
keseimbangan disana, ada sesuatu yang berputar – yaitu roda – sehingga 
Anda seimbang.
Demikian
 pula kita bisa terus tinggal di bumi dengan aman sampai hari kiamat – 
karena sampai hari itu matahari, dan bulan terus berputar dan beredar di
 garis edarnya masing-masing ( QS 36 :38-40). Ketika matahari 
dibenturkan dengan bulan (QS 75 :9) , baru saat itulah kehidupan di bumi
 berakhir.
Jadi
 untuk menjaga sesuatu agar bisa berkelanjutan, dibutuhkan keseimbangan –
 itulah mengapa Allah menekankan sekali untuk ditegakkan keseimbangan 
ini  dan kita tidak boleh 
mengganggu keseimbangan tersebut (QS 55 : 7-9). Untuk keseimbangan ini 
dibutuhkan perputaran yang terus menerus.
Dalam
 dunia ekonomi-pun juga demikian, keseimbangan eknomi hanya akan terjadi
 bila terjadi perputaran harta secara terus menerus. Itulah sebabnya 
harta tidak boleh  hanya 
berputar di golongan yang kaya saja ( QS 59 :7), harta harus berputar 
bebas sampai golongan yang miskin sekalipun – ini berarti akses capital 
harus milik semua masyarakat.
Bukan
 hanya modal, si miskin juga harus bisa dengan mudah memutar asetnya 
dalam perdagangan – ini berarti akses pasar. Untuk bisa berjualan, dia 
juga harus memiliki sesuatu yang bisa dijual secara terus menerus – yang
 berarti dia harus bisa berproduksi – akses produksi.
Akses
 modal, akses pasar dan akses produksi inilah tiga hal yang bila dibuka 
secara adil untuk semua orang – akan membentuk keseimbangan ekonomi 
melalui transformasi spiral – yang pernah saya tulis di awal tahun ini 
dalam judul tulisan “Masyarakat Solusi – Bukan Beban dan Bukan Korban”.
Bila
 ekonomi bisa terus berputar dengan panduan ayat-ayatNya seperti 
beberapa yang saya kutib tersebut di atas, keseimbangan antara yang 
miskin dan yang kaya akan terjadi. Kemiskinan bisa jadi akan tetap ada –
 sebagaimana juga kekayaan – karena Allah menciptakan segala sesuatu itu
 berpasangan ( QS 36 : 36), tetapi namanya berpasangan mestinya 
jumlahnya (relative) sama. Ada sedikit orang kaya, sedikit orang miskin –
 dan yang paling banyak adalah orang-orang yang berkecukupan.
Inilah keseimbangan  yang harus dicapai di segala bidang karena  dengannya kehidupan di bumi ini akan bisa  terus
 bisa berkelanjutan – sampai Dia sendiri yang menentukan kapan 
keseimbangan dan kehidupan itu akan diakhiri. Tugas kita hanya menjaga –
 dan jangan sampai merusaknya.
“Dan
 Allah telah meninggikan langit dan Dia menciptakan keseimbangan. Agar 
kamu tidak merusak keseimbangan itu. Dan tegakkanlah keseimbangan itu 
dengan adil dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu.” (QS 55 : 7-9).
Sekarang
 ada dua pelajaran di depan mata kita, yang satu terbukti merusak 
keseimbangan sebagaimana fakta-fakta yang diungkap Kiyosaki tersebut di 
atas – yang satu mengajurkan kita menegakkannya dan tidak merusaknya. 
Lantas mana yang kita pilih ? masihkah kita akan terus mengikuti mereka 
meskipun mereka akan (segera) masuk lubang biawak ? Pilihan guru kita 
ini akan menentukan kemana tujuan hidup yang akan kita capai – maka 
jangan sampai salah memilih guru !
 
Komentar