Bertani Dengan Science dan Guidance
- Kategori : Entrepreneurship
- Published on Monday, 15 February 2016 08:31
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Krisis pangan yang berujung pada Food Gap yang
semakin menganga sebenarnya mudah dideteksi gejalanya di sekitar kita.
Selain harga pangan yang semakin mahal, juga kwalitas makanan yang
semakin menurun - buah dan sayur tidak lagi beraroma juga
salah satu gejalanya. Krisis ini bisa dicegah bila kita bisa memahami
inti permasalahannya. Untuk memahami ini dalam tataran teknis
operasional kita butuh science, tetapi tentu science saja tidak cukup –
karena science hanya menghasilkan dzon (dugaan) sectoral sesaat. Kita
butuh guidance – yang kebenarannya hakiki sepanjang jaman, dan ilmuNya
meliputi segala sesuatu.
Saya
ambilkan contoh buah jeruk yang tidak lagi beraroma harum dan manis
rasanya – seperti jeruk keprok yang kita rasakan sewaktu kita kecil
dahulu. Itupun kalau bisa berbuah banyak, bila Anda menanam pohon jeruk
atau pohon apapun di halaman Anda sekarang – kecil kemungkinan buahnya
bisa optimal, seperti buah-buahan jaman dahulu. Mengapa ?
Untuk
tumbuh subur tanaman butuh tanah yang mengandung segala macam mineral
dan tanah yang dipenuhi microflora – komunitas microorganism yang ada di
tanah meliputi microba, jamur dan algae.
Mineral
yang semula memenuhi lapisan permukaan bumi kita itu, dari waktu
kewaktu tergerus air hujan – mengalir ke sungai-sungai dan akhirnya ke
laut. Dampaknya mineral yang sangat dibutuhkan tanaman itu menjadi
langka. Di perkotaan gerusan ini berjalan lebih cepat karena air jarang
meresap di tanah perkotaan.
Itulah
sebabnya tanah-tanah perkotaan lebih cepat kehilangan kesuburuannya,
ketika Anda menanam buah-buahan-pun tidak berbuah secara optimal baik
kwantitas maupun kwalitasnya. Hal yang sama terjadi di pedesaan tetapi
dengan tingkat penggerusan yang lebih rendah, lebih rendah lagi tingkat
penggerusannya di daerah yang lingkungan alamnya terpelihara.
Selain
melalui proses penggerusan air hujan, mineral juga disedot oleh
tanaman-tanaman di daerah pertanian. Itulah sebabnya di daerah pertanian
manusia modern menaburinya dengan pupuk-pupuk kimia berupa NPK dlsb.
Dan disinilah salah satu letak dzon atau dugaannya itu.
Manusia
mengira bahwa dengan menggantikan beberapa zat kimia, NPK dan
sejenisnya mereka telah mengembalikan kesuburan lahan. Untuk sesaat
nampak seolah benar, tetapi tidak sampai seabad usia manusia, moanusia
modern telah menyadari kesalahannya dari dzon pupuk kimia tersebut.
Pertama
tanaman tidak hanya butuh beberapa zat kimia seperti NPK dan
sejenisnya, ada lebih dari 90 mineral di muka bumi ini – hingga kini
belum semuanya dipahami manusia berapa yang dibutuhkan tananaman dan
untuk fungsi apa masing-masingnya.
Yang
kedua adalah ketika beberapa zat kimia yang dikira memberi manfaat
tersebut ditambahkan terus menerus ke tanah, dampaknya tanah menjadi
overdosis dengan zat-zat kimia tertentu – yang tentu saja tidak semuanya
bisa diserap tanaman.
Lantas
kemana kelebihannya ? Seperti manusia yang keracunan obat, kelebihan
zat kimia itu meracuni tanah dan membunuh microflora yang jumlahnya
milyaran di setiap genggaman tanah.
Kombinasi
antara overdosis sejumlah unsur kimia, berkurangnya unsur-unsur lain
dan terbunuhnya (sebagian) microflora inilah yang membuat tanah-tanah
pertanian maupun perkotaan tidak lagi memberikan hasil optimal dari sisi
kwalitas maupun kwantitas dalam jangka panjang.
Dalam
jangka pendek fenomena ini juga bisa kita amati dari rasa buah di musim
kemarau dan musim penghujan. Mengapa buah jambu Anda tidak terasa manis
di musim penghujan, sementara ketika berbuah di musim kemarau masih
lebih manis rasanya ?
Salah
satu penyebabnya adalah konsentrasi mineral yang ada di dalam tanah.
Ini bisa dianalogikan dengan sesendok gula yang bila Anda campur dengan
segelas air, maka air menjadi manis. Tetapi bila sesendok gula yang sama
Anda campur dengan 1 galon air, maka air dalam galon tidak terasa
manis.
Ketika
jumlah mineralnya sama, air yang diserap tanaman di musim kemarau
mengandung konsentrasi mineral yang lebih tinggi dibandingkan dengan air
yang diserap tanaman di musim penghujan.
Itu
semua adalah penjelasan dari sisi science-nya, tetapi ketika kita
mengatasi masalah hanya dengan science – kita tahu dampaknya seperti
kasus pupuk di atas. Manusia mengira dengan pupuk iu telah berbuat
kebaikan, tetapi kenyataannya sebaliknya dalam jangka panjang – merusak
lingkungan dan kehidupan microflora di dalam tanah – yang berujung Food Gap tersebut di atas.
Lantas
kalau kita gunakan guidance atau petunjuk, apakah petunjuk kehidupan
kita – Al-Qur’an – itu memberikan penjelasan teknis detil untuk
masalah-masalah operasional seperti pupuk tersebut di atas ?
Tentu
saja – Al-Qur’an yang merupakan petunjuk menyeluruh, jawaban untuk
seluruh masalah itu menjelaskannya. Bahkan lebih dari 1000 tahun sebelum
manusia bisa memahami adanya unsur-unsur NPK dlsb. tersebut di atas,
petunjuk itu sudah turun menjelaskannya.
Hanya
petunjuk ini tidak serta merta bisa dipahami semua orang. Perlu manusia
yang tidak berhenti memikirkan ciptaanNya, ketika berdiri, duduk maupun
berbaring – sepanjang waktu, itulah yang disebut ulil albab atau orang
yang menguasai inti persoalan.
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi ulil albab, (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring
dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.” (QS 3 :190-191)
Di
ayat lain, Allah juga janjikan Hikmah – yaitu pemahaman yang mendalam
tentang petunjukNya itu – kepada orang-orang yang sama yaitu para ulil
albab.
“Allah
menganugrahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As
Sunah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang
dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang
banyak. Dan hanya para ulil albab-lah yang dapat mengambil pelajaran
(dari firman Allah)” (QS 2:269)
Nah
petunjuknya sama yaitu Al-Qur’an yang hanya 6000-an ayat didalamnya.
Tetapi tidak serta merta semua yang membacanya memperoleh jawaban
tentang semua persoalan itu. Untuk bisa memperolehnya, seseorang harus
tidak berhenti memikirkan ciptaanNya, terus mengingatNya, dan mengakui
ketidak sia-siaan setiap ciptaanNya. Saat itulah dia menjadi seoang ulil
albab berdasarkan definisi rangkaian ayat yang pertama di atas. Dan
kepada mereka inilah Allah janjikan hikmah – kepahaman yang dalam
tentang Al-Qur’an itu.
Sekarang
kita coba aplikasikan pendekatan petunjukNya ini untuk hal yang sudah
bisa dijelaskan secara science tersebut di atas. Tentang tanaman yang
menurun hasilnya dari sisi kwalitas maupun kwantitas, juga tentang buah
yang tidak terasa manis di musim hujan.
Perhatikan
di dua pasang rangkaian ayat-ayat berikut. Perhatikan persamaannya di
kata-kata yang saya tebalkan. Apa yang dapat Anda pikirkan ? ( karena di
kedua rangkain ayat ini kita diminta berfikir !)
“Dia-lah, Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS 16:10-11)
“Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan Yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal.” (QS 20 :53-54)
Lihat kemiripan redaksi dan susunannya, khususnya tiga
hal yang saling berkaitan yaitu turunnya hujan, tumbuhnya pepohonan
(buah-buahan) dan kegiatan menggembala. Apa maknanya ? apa hubungannya ?
Secara
science tadi sudah dijelaskan bahwa konsentrasi mineral yang rendah
yang menurunkan hasil pertanian, buah tidak terasa manis di musim
penghujan. Proses menggembala adalah proses menginjeksi mineral-mineral
yang dibutuhkan tanaman, proses meningkatkan konsentrasi mineral di
dalam tanah yang berasal dari kotoran ternak berupa padatan dan cairan.
Kalau
saja kita mengamalkan kegiatan menggembala tersebut – seperti juga
mengapa seluruh nabi melakukannya , maka mineral yang ada didalam tanah
yang keberadaannya sangat dibutuhkan tanaman akan selalu terisi kembali
oleh kotoran ternak ini.
Di
musim hujan, rerumputan banyak tumbuh di sekitar pepohonan, semakin
sering bisa digembalakan ternak – semakin banyak mineral yang terserap
ke dalam tanah, dan inilah yang akan menjaga konsentrasi mineral
tersebut ketika tanaman mengisap air dari tanah.
Lebih
dari itu, didalam perut hewan itu juga terkandung bermilyar microflora
yang akan pindah ke tanah bersamaan dengan jatuhnya kotoran ke tanah.
Microflora inilah yang kemudian memproduksi antibiotics, vitamin,
hormone dan berbagai senyawa biogenic yang belum semuanya bisa
dijelaskan oleh ilmu manusia modern hingga saat ini.
Kotoran
yang membawa bermilyar microflora tersebut pula yang kemudian
melanjutkan proses dekomposisi zat-zat organic baik secara aerob maupun
anaerob, yang membuatnya mudah dicerna oleh tanaman dan melawan
microorganism pathogen – pembawa penyakit – dari dalam tanah. Tanah
tidak hanya subur tetapi juga sehat untuk menunjang tumbuhnya tanaman.
Walhasil
penggembalaan yang merupakan proses yang sangat comprehensive dalam
menjaga siklus kehidupan di muka bumi ini, hanya sebagian yang sangat
kecil saja yang bisa digantikan dengan kegiatan pemupukan kimia. Bahkan
juga bisa jadi tidak sepenuhnya tergantikan oleh proses pemupukan dari
kotoran ternak yang sudah difermentasi.
Yang
terakhir ini tentu lebih mendekati ketimbang pemupukan kimia, tetapi
kalau bisa melaksanakan persis seperti yang diperintahkan di ayat
tersebut di atas – yaitu menggembala – pasti hasilnya akan lebih baik,
karena sangat bisa jadi masih segudang hikmah lain dari menggembala yang
belum sepenuhnya bisa kita pahami.
Teorikah
ini ? Alhamdulillah tidak, sebagian besarnya telah dipahami dan dicoba
amalkan oleh team kami yang berusaha mengembalikan kemakmuran bumi ini
dengan apa yang kita sebut Integrated Organic Farming – yang hasil praktek dan ilmunya akan di-share ke siapa saja yang berminat dalam workshop dua hari di Maret nanti. InsyaAllah.
Komentar