DEWAN PENGAWAS SYARIAH
(data yang kami gunakan kurang update, jadi salahkan di cek kembali)
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pesatnya perkembangan bisnis
syariah yang terjadi di sektor perbankan, asuransi, pasar modal dan jasa
keuangan syariah lainnya. Akan tetapi dalam mendukung kinerjanya perlu peran
Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Dewan Pengawas Syariah (DPS) merupakan salah satu bagian penting dari
institusi Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Indonesia. Kedudukan dan fungsinya
secara sederhana hanya diatur dalam salah satu bagian dalam SK yang dikeluarkan
oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berkenaan tentang susunan pengurus
DSN-MUI.
Untuk itu perlu kiranya kita
membahas mengenai Dewan Pengawas Syariah yang merupakan lembaga memberikan
fatwa dalam hal boleh atau tidaknya dalam melakukan transaksi tersebut. Untuk
itu ada beberapa permasalah.
B.
Rumusan Masalah
1. Pengertian Dewan Pengawas Syariah?
2. Peran Dewan Pengawas Syariah?
3. Problematika Dewan Pengawas Syariah?
C.
Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Dewan Pengawas Syariah
2. Mengetahui apa peran Dewan Pengawas Syariah terhadap Perusahaan
3. Mengetahui Problematika Dewan Pengawas Syariah dan memberikan
Solusi terhadap masalah yang terjadi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian, Kedudukan,
Status, dan Anggota DSN[1]
1. Dewan Syariah Nasional adalah Dewan yang dibentuk oleh MUI untuk
menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan
syariah.
2. DSN merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia
3. DSN membantu pihak terkait, seperti Departemen keuangan, Bank
Indonesia, dan lain-lain dalam menyusun peraturan/ ketentuan untuk lembaga
keuangan syariah
4. Anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi, dan para pakar
dalam bidang yang terkait dengan muamalah syariah
5. Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI dengan masa bakti
sama dengan periode masa bakti pengurus MUI Pusat 5 (lima) tahun.
B.
Tugas dan Wewenang DSN[2]
Tugas
DSN
1. Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan
perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya
2. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan
3. Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah
Wewenang
1. Mengeluarkan fatwa yang mengikut DPS di masing-masing lembaga
keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait
2. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/
peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti depkeu dan BI
3. Memberikan rekomendasi dan/ atau mencabut rekomendasi naa-nama
yang akan duduk sebagai DPS pada suatu lembaga keuangan syariah
4. Mengundang para ahli menjelaskan sautu masalah yang diperlukan
dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/ lembaga keuangan
dalam maupun luar negeri
5. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk
menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN
6. Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan
apabila peringatan tidak diindahkan.
C.
Pengertian, Fungsi dan
Struktur DPS[3]
1. Dewan Pengawas Syariah adalah badan yang ada dilembaga keuangan
syariah tersebut.
2. Dewan Pengawas Syariah diangkat dan diberhentikan di Lembaga
Keuangan Syariah melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN.
Fungsi
Dewan Pengawas Syariah adalah sebagai berikut:
1. DPS melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan
syariah yang berada di bawah pengawasannya.
2. DPS berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga
keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.
3. DPS melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga
keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam
satu tahun anggaran.
4. DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan
pembahasan-pembahasan DSN.
Struktur
DPS
1. DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi
komisaris sebagai pengawas Direksi.
2. Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan
kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen, dalam kaitan
dengan implementasi sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah
Islam.
3. Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan
berdasarkan sistem pembinaan keislaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya.
4. Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam di lingkungan
perusahaan tersebut.
5. Bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang
dilaksanakan oleh Biro Syariah.
Contoh struktur organisasi di PT. Bank
Mandiri Syariah tbk:[4]
Sebagai contoh DPS di BSM adalah sebagai
berikut:
|
|
Prof.
DR. Komaruddin Hidayat
Ketua
|
|
|
|
Dr.
Muhammad Syafi’i Antonio, MEc
Anggota
|
Drs.
H. Mohamad Hidayat, MBA.
Anggota
|
Organisasi akuntansi dan audit atas
institusi finansial Islami (Accounting and Auditing Organization of Islamic
Financial Institutions = AAOIFI) telah menyiapkan standar untuk dewan
pengawas Syariah, komposisinya, dan aspek terkaitnya seperti peraturan, laporan
dan sebagainya. Menurut standar ini, dewan syariah harus merupakan dewan
independen yang terdiri atas banyak fuqaha terkait ilmu hukum komersial Islami.
Ia dapat pula terdiri atas ahli-ahli lain dalam bidang institusi finansial
Islami dengan pengetahuan mengenai ilmu hukum Islami yang berkaitan dengan
transaksi komersial.
Dewan syariah dipercayai dengan
tugas untuk mengarahkan, meninjau, dan mengawasi aktivitas institusi finansial
Islami guna memastikan ia telah sesuai dengan peraturan dan prinsip syariah
Islami. Fatwa dan peraturan dewan pengawas syariah bersifat mengikat bagi
institusi finansial Islami.
Menurut standar AAOIFI, dewan
syariah setidaknya harus terdiri atas tiga anggota cendekiawan syariah. Ia
dapat mencari jasa dari konsultan yang memiliki keahlian dalam bisnis, ekonomi,
hukum, akuntansi, dan/atau bidang lain. Ia seharusnya tidak memasukkan direktur
atau pemegang saham signifikan dari institusi finansial Islami.
Berikut rumusan kata ilustratif dari
laporan dewan syariah mengenai kegiatan institusi finansial Islami:
“kita telah meninjau prinsip dan kontrak (akad) yang
berkaitan dengan transaksi dan aplikasi yang diperkenalkan oleh institusi
finansial Islami (IFI) selama periode yang berakhir..... kita juga telah
melakukan peninjauan guna membentuk opini mengenai apakah institusi telah
mengikuti peraturan dan prinsip syariah serta juga sesuai dengan fatwa,
peraturan, dan pedoman spesifik yang diterbitkan oleh kami. (AAOIFI, 2004-5b,
Standar Pemerintah No. 1 Dewan Pengawas Syariah, paragraf 13)
Kami telah melakukan peninjauan, yang
melibatkan pemeriksaan, dengan menggunakan tes untuk setiap jenis transaksi,
dokumentasi dan prosedur yang relevan yang diadopsi oleh IFI. Kami merencanakan
dan melakukan peninjauan guna memperoleh semua informasi dan penjelasan yang
kami anggap perlu dalam memberi kami bukti yang memadai untuk memberikan
kepastian yang sewajarnya bahwa institusi terkait tidak melanggar peraturan dan
prinsip syariah” (AAOIFI, 2004-5b, Standar Pemerintah No. 1 Dewan Pengawas
Syariah, paragraf 16)
Dewan syariah seharusnya hanya
memusatkan perhatian pada kesesuaian syariah dari struktur finansial, termasuk
produk, dokumentasi, dan proses transaksi. Bila diperlukan, laporan dari dewan
harus mencantumkan pernyataan yang jelas bahwa laporan keuangan telah diperiksa
untuk kesesuaianya dengan basis syariah dalam pengalokasian keuntungan di
antara pemegang ekuitas dan deposan.
Laporan dewan syariah sebaiknya
juga mencantumkan pernyataan yang jelas bahwa semua pendapatan didapatkan dari
sumber-sumber atau melalui cara-cara yang dilarang oleh peraturan dan prinsip
syariah Islami telah diberikan untuk amal. Dalam kasus pelanggaran terhadap
salah satu peraturan dan pengaturan syariah dari dewan syariah, dewan harus
meindikasikan pelanggarannnya dalam laporan. Dewan syariah pusat juga dapat
menyetujui kriteria fit and proper untuk penunjukkan penasihat syariah
dalam intitusi perbankan Islami.
AAOIFI juga telah menerbitkan standar
mengenai peninjauan syariah oleh dewan syariah (standard governance No. 2)
dan peninjauan syariah internal (standard governance N. 3) oleh
departemen audit internal dari bank masing-masing. Peninjaun syariah biasanya
dilaksanakan dalam tahap-tahapan berikut:
1.
Perencanaan prosedur
peninjauan
2.
Pelaksanaan prosedur
peninjauan dan persiapan dokumen kerja
3.
Pendokumentasian kesimpulan
dan laporan.
Peninjauan syariah internal seharusnya
dilakukan untuk memeriksa dan mengevaluasi jngkauan kesesuaian atas peraturan
syariah dari sudut pandang pedoman yang telah disediakan oleh pengawas syariah.
E.
Dasar Hukum[6]
1.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.
6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang Perkreditan Rakyat berdasarkan
Prinsip Syariah.
2.
Peraturan Bank Indonesia
No.6/24/PBI/2004 tanggal 14 Oktober tentang Bank Umum yang melaksanakan
kegiatan usaha yang berdasarkan Prinsip Syariah yang lalu di ubah dengan
Peraturan Bank Indonesia No.7/35/PBI/2005 tanggal 29 September 2005
tentang Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha yang berdasarkan Prinsip
Syariah.
3.
Peraturan Bank Indonesia
No.8/3/PBI/2006 tanggal 30 Januari tentang perubahan kegiatan usaha Bank Umum
Konvensional menjadi Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional.
Semua
Peraturan Bank Indonesia (PBI) tersebut mewajibkan setiap Bank Syariah
harus memiliki Dewan Pengawasan Syariah (DPS).
F.
Tugas, Wewenang Dan Tanggung jawab DPS[7]
Tugas,
Wewenang dan Tanggungjawab Dewan Pengawas Syariah (DPS) antara lain;
1. Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan
operasional Bank terhadap fatwa yang telah ditetapkan oleh DSN-MUI.
2. Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional.
Dan produk yang dikeluarkan Bank.
3. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan
operasional Bank secara keseluruhan dan laporan publikasi Bank.
4. Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa
untuk dimintakan fatwa kepada DSN-MUI.
5. Menyampaikan hasil pengawasan syariah
sekurang-kurangnya setiap 6 bulan kepada Direksi, Komisaris, DSN-MUI dan Bank
Indonesia.
Adapun
Tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah dalam Bank Syariah Mandiri
adalah[8]:
1.
Memberikan nasihat dan saran kepada
Direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah
2.
Menilai dan memastikan pemenuhan
Prinsip Syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan Bank
3.
Mengawasi proses pengembangan produk
baru Bank
4.
Meminta fatwa kepada Dewan Syariah
Nasional untuk produk baru Bank yang belum ada fatwanya
5.
Melakukan review secara berkala atas
pemenuhan prinsip syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran
dana serta pelayanan jasa Bank
6.
Meminta data dan informasi terkait
dengan aspek syariah dari satuan kerja Bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
G.
Prosedur
Penerapan Anggota DPS[9]
Sebelum
mendapat penetapan dari DSN-MUI dan persetujuan dari Bank Indonesia pihak Bank
wajib mengajukan calon untuk anggota DPS. Permohonan Pengajuan ini ditunjukan
kepada Bank Indonesia setelah mendapat rekomendasi dasi DSN-MUI.
Ada 2
hal yang dilakukan Bank Indonesia dalam hal memberikan persetujuan atas
permohonan anggota DPS, yaitu;
1. Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen.
2. Melakukan wawancara kepada calon anggota DPS.
Dua
hal tersebut dilakukan untuk memenuhi ketentuan Bank Indonesia khususnya untuk
kompetensi mengenai pemahaman operasional Bank Syariah. Sedangkan penetapan
dari DSN-MUI dilakukan untuk kompetensi pemahaman mengenai Prinsip Syariah.
Sedangkan
prosedur surat permohonannya adalah sebagai berikut;
1. Lima Belas (15) hari sejak diterbitkannya surat
persetujuan Bank Indonesia, permohonan untuk mendapatkan penetapan DSN-MUI
sudah wajib disampaikan.
2. Tiga Puluh (30) hari sejak diterbitkanya surat
persetujuan Bank Indonesia, DSN-MUI wajib menetapkan calon untuk anggota DPS.
3. Sepuluh (10) hari setelah pengangkatan anggota DPS,
anggota DPS melalui Bank wajib melaporkan diri kepada Bank Indonesia.
H.
Kewajiban Bank Syariah
Terhadap DPS[10]
Bank
Syariah wajib memberikan fasilitas kepada DPS guna mendukung kinerja pengawasan
syariah untuk melaksanakan tugas serta wewenang dan tanggungjawab selaku DPS,
antara lain:
1. Mengakses data dan informasi yang diperlukan terkait
dengan pelaksanaan tugasnya serta mengklarifikasikannya kepada manajemen Bank.
2. Memanggil dan meminta pertanggungjawaban dari segi
syariah kepada manajemen Bank.
3. Memperoleh fasilitas yang memadai untuk melaksanakan
tugas secara efektif.
4. Memperoleh imbalan sesuai dengan aturan perseroan.
I.
Jumlah Anggota dan
Perangkapan Keanggotaan DPS[11]
DPS
dapat melakukan perangkapan jabatan dalam rangka penerapan prinsip Good
Corporate Governance dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka DPS
dapat melakukan perangkapan jabatan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Jumlah anggota DPS sekurang-kurangnya 2-5 orang untuk
Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah, sedangkan untuk BPRS anggota DPS
sekurang-kurangnya harus berjumlah 2-3 orang.
2. Anggota DPS dapat merangkap jabatan sebagai anggota
DPS lain sebanyak 4 Bank lain atau lembaga keuangan Syariah bukan Bank.
Sedangkan
dalam referensi lain Jumlah anggota DPS tersebut telah memenuhi ketentuan
apabila sesuai Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/3/PBI/2009 tanggal 29 Januari
2009 yang menetapkan bahwa anggota DPS sekurang-sekurangnya sebanyak 2 (dua)
orang dan maksimal sebanyak 50% dari jumlah Direksi, atau bagi Bank Muamalat
sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang[12].
Anggota
DPS dapat merangkap jabatannya sebagai anggota DSN-MUI sebanyak 2 orang dari
lembaga keuangan Syariah.
Dasar
hukum perangkapan jabatan anggota DPS yaitu;
1. Untuk Bank Umum Syariah dan Usaha Unit Syariah
sebelum dikeluarkannya PBI No.6/24/PBI/2004 yang telah diubah dengan PBI
No.7/35/PBI/2005 serta PBI No.8/3/PBI/2006 harus disesuaikan selambat-lambatnya
tanggal 14 Oktober 2007.
2. Untuk BPRS sebelum dikeluarkannya PBI No.6/17/PBI/2004
harus disesuaikan selambat-lambatnya 1 Juli 2007.
J.
Pengawasan Penerapan
Prinsip Syariah[13]
Di Indonesia, fatwa ulama mengenai
produk dan jasa keuangan syariah diberikan oleh Majelis Ulama Indonesia melalui
Dewan Syariah Nasional. Kemudian untuk mengawasi pelaksanaan pemberian produk
dan jasa keuangan oleh lembaga keuangan Dewan Syariah Nasional akan menunjuk
Dewan Pengawas Syariah untuk tiap lembaga keuangan yang bersangkutan.
Peran DSN dan DPS memang tidak
terbatas pada pemberian fatwa atas produk, jasa dan transaksi keuangan yang
akan dilakukan oleh lembaga keuangan, tetapi juga harus menentukan proses
purifikasi dan memonitor pengelolaan lembaga keuangan. Secara umum tugas DSN
dan DPS meliputi:
a.
Penentuan transaksi
keuangan yang diperbolehan. Transaksi dalam keuangan haruslah sesuai dengan
syariah. Apabila penerapan prinsip syariah tidak dilaksanakan dengan konsisten (istiqomah)
walaupun kreatif (fathonah) dalam menjalankannya tentu akan
menurunkan nilai hakiki dari prinsip syariah itu sendiri.
b.
Purifikasi. Purifikasi
adalah memisahkan yang haram (yang terpaksa ada dan jumlahnya relatif kecil)
dari yang halal, bukan memisahkan yang halal dari yang haram.
c.
Advokasi untuk nasabah
funding dan lending. Transaksi keuangan syariah harus memberikan perlindungan
terhadap yang haram khususnya untuk menjaga keimanan, kehidupan, dan akal
mereka. Dan memberikan kepentingan nasabah secara proporsional.
d.
Monitor kepatuhan. Pengawasan
kepatuhan dapat dilakukan dengan memonitor pelaksanaan sejak awal hingga akhir,
termasuk kajian atas dokumentasi transaksi, dan membuat laporan yang akurat dan
tepat waktu atas penyimpangan yang ada.
e.
Kepedulian terhadap
masyarakat sekitar. Ide dasar dari ekonomi Syariah juga untuk memanfaatkan
sumber daya yang telah diciptakan Allah Swt dan diciptakan untuk kemashlahatan
manusia.
f.
Tanggung jawab sosial
Mengingat tingkat pemahaman dan
kecanggihan ekonomi syariah masih relatif rendah maka tanggung jawab sosial ini
juga dapat mencakup tanggung jawab peningkatan pendidikan ekonomi syariah.
K.
Peran Dewan Pengawas
Syariah[14]
Dalam pasal 10 ayat (1 s.d 3)
peraturan ketua badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor:
Per-03/BI/2007 tentang kegiatan perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah telah dikemukakan mengenai peran dewan pengawas syariah. Dala ayat (1)
dikemukakan bahwa perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah wajib memiliki dewan pengawas syariah yang terdiri
dari paling kurang 2 (dua) orang anggota dan satu orang ketua. Pada ayat (2)
menegaskan bahwa anggota dewan pengawas syariah diangkat dalam rapat umum
pemegang saham atas rekomendasi mejelis ulama Indonesia dan ayat (3) menegaskan
bahwa dewan pengawas syariah bertugas memberikan nasihat dan saran kepada
direksi, mengawasi aspek syariah kegiatan operasional perusahaan pembiayaan dan
sebagai mediator antara perusahaan pembiayaan dengan DSN-MUI.
Demikian juga dalam pasal 109 UU
No. 40 Tahun 2007 tentang perusahaan terbatas mengemukakan bahwa:
a.
Perseroan yang menjalankan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai dewan komisaris
wajib mempunyai dewan pengawas syariah.
b.
Dewan pengawas syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih
yang diangkat oleh Rapat Umum Pemilik Saham atas rekomendasi Majelis Ulama
Indonesia.
c.
Dewan Pengawas Syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada
Direksi, serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah.
Ketentuan baru dalam Undang-undang
Perseroan Terbatas tersebut merupakan kewajiban perusahaan membentuk dewan
pengawas syariah. Bagi perusahaan yang menjalankan usahanya dengan prinsip
syariah selain mempunyai dewan komisaris juga mempunyai dewan pengawas syariah.
Dalam ketentuan tersebut, dewan pengawas syariah tugasnya memberi nasihat dan
saran kepada direksi, serta mengawasi jalannya perseroan.
Fungsi dewan pengawas syariah
sebagai pengawas memiliki kesamaan dengan fungsi komisaris. Bedanya,
kepentingan komisaris dalam melakukan fungsinya adalah memastikan perusahaan
selalu menghasilkan keuntungan ekonomis. Akan tetapi kepentingan dewan pengawas
syariah semata-mata hanya untuk menjaga kemurnian agama Islam dalam praktik
kegiatan perusahaan.
L.
Kedudukan Dewan Pengawas
Syariah[15]
Bagi Bank Syariah yang berbentuk
perseroan terbatas (lihat Pasal 7 UUPS) organisasinya mengacu pada ketentuan UU
No. 40 Tahun 2007. Hal tersebut berarti bahwa dalam sebuah bank syariah kekuasaan
tertinggi ada pada RUPS, pengurusan dilaksanakan oleh Direksi, dan pengawasan
terhadap direksi dilaksanakan oleh komisaris.
Dalam keputusan Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 03 Tahun 2000 juga ditetapkan beberapa
hal, diantranya adalah:
1. Keanggotaan Dewan Pengawas Syariah adalah sebagai berikut:
a. Setiap LKS harus memiliki sedikitnya tiga orang anggota Dewan
Pengawas Syariah;
b. Salah satu dari jumlah tersebut ditetapkan sebagai ketua;
c. Masa tugas anggota dewan pengawas syariah adalah 4 (empat) tahun
dan akan mengalami pergantian antar waktu apabila meninggal dunia, minta
berhenti, diusulkan oleh LKS yang bersangkutan, atau telah merusak citra DSN.
Menurut Muhammad: Setiap Bank Umum
Syariah atau Bank Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah harus memiliki
setidaknya 2-5 orang sebagai anggota Dewan Pengawasan Syariah. Sedangkan untuk
Bank Pengkreditan Rakyat Syariah setidaknya memiliki 1-3 orang anggota DPS.
Jika anggota DPS di setiap lembaga keuangan syariah memiliki lebih dari satu anggota
maka salah satu dari anggota tersebut harus menjadi ketua DPS dilembaga
Keuanngan Syariah tersebut.[16]
2. Syarat Anggota Deawn Pengawas Syariah
a. Memiliki akhlaq karimah;
b. Memiliki kompetensi kepakaran di bidang syariah muamalah dan
pengetahuan di bidang perbankan dan/atau keuangan secara umum;
c. Memiliki komitmen untuk mengembangkan keuangan berdasarkan
syariah;
d. Memiliki kelayakan sebagai pengawas syariah, yang dibuktikan
dengan surat/sertifikat dari DSN.
Sedangkan menurut Muhammad persyaratan anggota DPS dalah sebagai
berikut:[17]
Persyaratan utama bagi anggota Dewan
Pengawas Syariah adalah mereka harus memiliki kemampuan di bidang Hukum Muamalah,
Hukum Ekonomi dan Perbankan. Selain itu, anggota DPS juga wajib memenuhi
persyaratan berikut;
a.
Integritas
b.
Kompetensi, dan
c.
Reputasi keuangan
Anggota DPS yang memenuhi
persyaratan integritas tersebut, antara lain adalah pihak-pihak yang:
a.
Memiliki akhlak dan moral baik
b.
Memiliki komitmen untuk mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.
Memiliki komitmen yang tinggi dalam
mengembangkan perbankan syariah yang sehat.
d.
Tidak termasuk daftar TIDAK LULUS
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Anggota DPS yang memenuhi
persyaratan kompetensi merupakan pihak-pihak yang memiliki pengetahuan dan pengalaman
di bidang syariah muamalah dan pengetahuan di bidang perbankan serta
pengetahuan di bidang keuangan secara umum.
Sedangkan anggota DPS yang memenuhi
persyaratan reputasi keuangan adalah pihak-pihak yang:
a.
Tidak termasuk dalam
kredit/pembiayaan macet.
b.
Tidak pernah dinyatakan failed atau
menjadi direksi atau komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu
perseroan dinyatakan failed dalam waktu 5 tahun sebelum dicalonkan.
3. Hal-hal yang harus diperhatikan untuk menjamin kebebasan mengeluarkan
pendapat dewan pengawas syariah, yaitu:
a. Mereka bukan staf bank, dalam arti mereka tidak tunduk di bawah
kekuasaan administratif;
b. Mereka dipilih oleh RUPS;
c. Honorarium mereka ditentukan oleh RUPS;
d. DPS mempunyai sistem kerja dan tugas-tugas tertentu seperti
halnya badan pengawas lainnya.
M.
Kegiatan DPS dalam
Pengawasan Internal Syariah[18]
Aktivitas dewan pengawas syariah dalam
melaksanakan pengawasan syariah, menurut Briston dan Ashker yang dikutip oleh
Yaya (2004), ada tiga yaitu : ex ante
auditing, ex post auditing, dan perhitungan dan pembayaran zakat. Pertama, Ex ante auditing merupakan
aktivitas pengawasan syariah dengan melakukan pemeriksaan terhadap berbagai
kebijakan yang diambil dengan cara melakukan review terhadap keputusan-keputusan manajemen, dan melakukan review terhadap seluruh jenis kontrak
yang dibuat oleh manajemen bank syariah dengan semua pihak.
Tujuan pemeriksaan tersebut untuk
mencegah bank syariah melakukan kontrak yang melanggar prinsip-prinsip syariah.
Kedua, Ex post auditing merupakan
aktivitas pengawasan syariah dengan melakukan pemeriksaan terhadap laporan
kegiatan (aktivitas) dan laporan keuangan bank syariah. Tujuan pemeriksaan ini
adalah untuk menelusuri kegiatan dan sumber-sumber keuangan bank syariah yang
tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Ketiga, Perhitungan dan pembayaran zakat merupakan aktivitas
pengawasan syariah dengan memeriksa kebenaran bank syariah dalam menghitung
zakat yang harus dikeluarkan dan memerikasa kebenaran dalam pembayaran zakat
sesuai dengan ketentuan syariah. Tujuan pemeriksaan tersebut adalah untuk
memastikan agar zakat atas segala usaha yang berkaitan dengan hasil usaha bank
syariah telah dihitung dan dibayar secara benar oleh manajemen bank syariah.
Shari'a
review merupakan aktivitas utama dewan pengawas syariah untuk melaksanakan
tugas dan fungsinya sebagai pengawas kepatuhan syariah dalam operasional bank
syariah. Tujuan utama shari'a review
adalah untuk memastikan kesesuaian seluruh operasional bank dengan prinsip dan
aturan syariah yaitu dengan mengeluarkan fatwa - fatwa, aturan - aturan, dan
arahan - arahan dalam masalah fiqih yang digunakan pedoman bagi manajemen dalam
mengoperasikan bank syariah (GSIFI No. 2 paragraf 1). Dengan menganalogkan pada
pengertian tentang Pengertian tentang shari’a
review berdasarkan GSIFI No. 2 paragraf 3 adalah :
“Shari’a review is an examination of the extent of IFI’s compliance, in all its activities, with sharia. This examination includes contracts, agreements, policies, products, transactions, memorandum and articles of association, financial statements, reports (espicially internal audit and central bank inspection) circulars etc.
Shari’a
review merupakan pengujian kepatuhan syariah secara menyeluruh terhadap aktivitas
bank syariah, sehingga dewan pengawas syariah harus memiliki akses yang lengkap
dan bebas atas semua dokumen transaksi dan semua informasi yang berasal dari
berbagai sumber baik itu saran dari para ahli maupun dari karyawan bank
sendiri. Tujuan dari shari’a review adalah
untuk memastikan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh bank syariah tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip dan aturan syariah yang telah difatwakan dan diatur oleh
dewan syariah (GSIFI No. 2 paragraf 4). Sehingga dengan dilakukan shari’a
review diharapkan semua aktivitas dan produk bank syariah dapat dipastikan
sesuai dengan aturan dan prinsip syariah yang telah ditetapkan dan diatur oleh
dewan pengawas syariah.
Tanggung jawab dewan pengawas
syariah dalam masalah kepatuhan syariah adalah memberikan opini atas kepatuhan
syariah dari bank syariah serta memberikan arahan, petunjuk, dan pelatihan yang
berhubungan dengan kepatuhan terhadap prinsip syariah kepada manajemen bank
syariah. Sedangkan tanggung jawab atas pelaksanaan kepatuhan syariah berada di
pihak manajemen bank syariah. Shari’a review bukan merupakan tanggung jawab
manajemen, tetapi juga tidak membebaskan manajemen dari kewajiban untuk
melaksanakan semua transaksi berdasarkan syariah. Manajemen bank syariah
bertanggung jawab untuk memberikan semua informasi yang berkaitan dengan
kepatuhan syariah kepada dewan pengawas syariah (GSIFI No. 2 paragraf 5). Governance Standard for Islamic Financial
Institutions No. 2 dalam paragraf 7 menyebutkan tiga prosedur dalam
pelaksanaan shari’a review yaitu planning review procedures, executing
review procedure and review of working papers, dan documenting conclusions and report. Planning review procedures bertujuan
untuk memperoleh pemahaman yang menyeluruh atas operasi bank syariah yang
meliputi produk, skala operasi, lokasi, kantor cabang, anak perusahaan dan
divisi, serta bertujuan untuk memperoleh daftar semua fatwa, aturan, dan
petunjuk yang dikeluarkan oleh dewan pengawas syariah. Sedangkan executing review procedure and review of
working papers bertujuan untuk menemukan temuan audit dengan melakukan
serangkaian pengujian atas transaksi dan dokumen serta mendokumentasikan semua
prosedur audit yang telah dilakukan selama pemeriksaan. Hasil shari’a review adalah berupa kesimpulan
dari dewan pengawas syariah atas kepatuhan bank syariah terhadap aturan dan
prinsip-prinsip syariah. Kesimpulan tersebut dibuat dalam laporan dewan
pengawas syariah yang akan disampaikan dalam rapat umum pemegang saham bank
syariah. Laporan hasil shari’a review
tersebut juga harus diterbitkan bersamaan dengan penerbitan laporan keuangan
pihak manajemen bank syariah kepada masyarakat (GSIFI No.2 paragraf 13).
Aktivitas shari'a review dalam praktek pengawasan internal syariah oleh DPS
terbagi menjadi dua bagian yaitu aktivitas ex
ante auditing dan ex post auditing.
Untuk aktivitas shari'a review ex ante
auditing antara lain :
1. Menetapkan standar kepatuhan syariah;
2. Menetapkan sistem dan prosedur operasional;
3. Mereview kebijakan dan keputusan manajemen;
4. Menetapkan produk bank.
Sedangkan aktivitas shari'a review ex post auditing yang
dilaksanakn DPS dalam menjalankan fungsi pengawasan syariah antara lain :
1. Menentukan indikator kepatuhan syariah;
2. Menentukan lingkup pengawasan syariah;
3. Merencanakan mekanisme penilaian kepatuhan syariah;
4. Menilai kepatuhan syariah atas kinerja manajemen;
5. Tindak lanjut atas temuan syariah;
6. Melaporkan hasil penilaian kepatuhan syariah.
N.
Optimalisasi Peran Dewan
Pengawas Syariah[19]
Peran vital dewan pengawas syariah
di Indonesia, dalam praktik di lapangan saat ini, belum optimal. Ada beberapa
faktor utama penyebab peran dan fungsi dewan pengawas syariah belum optimal di
Indonesia antara lain:[20]
1. Lemahnya status hukum
hasil penilaian kepatuhan syariah oleh DPS akibat ketidakefektifan dan
ketidakefesienan mekanisme pengawasan syariah dalam perbankan syariah di
Indonesia saat ini;
2. Terbatasnya ketrampilan sumberdaya DPS dalam masalah audit,
akuntansi, ekonomi, dan hukum bisnis;
3. Belum adanya mekanisme dan struktur kerja yang efektif dari DPS
dalam melaksanakan fungsi pengawasan internal syariah dalam bank syariah
Akibat dari ketiga faktor tersebut
menjadikan peran supervisi dari DPS dalam pengawasan syariah di bank syariah
termaginalkan. Sehingga peran DPS di Indonesia pada saat ini lebih banyak
berperan sebagai penasehat syariah bagi manajemen, alat komunikasi dan
marketing bagi bank syariah, dan sebagai legislator produk bank syariah. Fungsi
pengawasan terhadap proses operasional yang merupakan aktivitas shari'a review
ex post auditing jarang atau bahkan tidak pernah dilakukan oleh DPS, karena
aktivitas shari'a review terfokus
pada aktivitas ex ante auditing.
Salah satu alternatif untuk mengoptimalkan peran dewan pengawas syariah dalam bank syariah di Indonesia adalah dengan mengembangkan fungsi pendukung dewan pengawas syariah berupa staf yang memadai untuk membantu DPS melaksanakan tugas-tugas pengawasan (Yaya, 2004). Accounting and Audting Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFI) dalam Governance Standard for Islamic Financial Institutions (GSIFI) No. 1 tentang Shari’a Supervisory Board : Appoitment, Composition and Report, paragraf 7, menyatakan bahwa dewan pengawas syariah dapat mencari jasa konsultan yang ahli dalam bisnis, ekonomi, hukum, akuntansi dan lainnya. Dewan pengawas syariah dalam melakukan tugas pengawasan dan sharia review terhadap bank syariah berdasarkan GSIFI No. 1 tersebut dapat menggunakan jasa internal auditor yang ada dalam sistem pengawasan bank syariah, yaitu dengan memperluas ruang lingkup dan tugas departemen internal audit dengan memasukkan aspek syariah. Internal auditor akan melakukan internal shari’a review berdasarkan panduan dewan pengawas syariah dan melaporkan temuan-temuan selama internal shari’a review kepada dewan pengawas syariah.
Salah satu alternatif untuk mengoptimalkan peran dewan pengawas syariah dalam bank syariah di Indonesia adalah dengan mengembangkan fungsi pendukung dewan pengawas syariah berupa staf yang memadai untuk membantu DPS melaksanakan tugas-tugas pengawasan (Yaya, 2004). Accounting and Audting Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFI) dalam Governance Standard for Islamic Financial Institutions (GSIFI) No. 1 tentang Shari’a Supervisory Board : Appoitment, Composition and Report, paragraf 7, menyatakan bahwa dewan pengawas syariah dapat mencari jasa konsultan yang ahli dalam bisnis, ekonomi, hukum, akuntansi dan lainnya. Dewan pengawas syariah dalam melakukan tugas pengawasan dan sharia review terhadap bank syariah berdasarkan GSIFI No. 1 tersebut dapat menggunakan jasa internal auditor yang ada dalam sistem pengawasan bank syariah, yaitu dengan memperluas ruang lingkup dan tugas departemen internal audit dengan memasukkan aspek syariah. Internal auditor akan melakukan internal shari’a review berdasarkan panduan dewan pengawas syariah dan melaporkan temuan-temuan selama internal shari’a review kepada dewan pengawas syariah.
Jadi, agar DPS dan DSN memiliki
peran yang optimal dan signifikan, setidaknya ada lima hal penting yang harus
menjadi perhatian bersama.
1. MUI menentukan klasifikasi keahlian pihak-pihak yang dapat
diangkat menjadi anggota DSN atau DPS;
2. Anggota DSN dilarang menjadi konsultan pada lembaga keuangan
syariah atau divisi unit syariah pada lembaga keuangan konvensional;
3. Lembaga keuangan syariah harus memiliki DPS di daerah;
4. DPS didukung full time oleh
seluruh pihak yang terkait;
5. Posisi DPS setidaknya harus sejajar dengan komisaris.
O.
Laporan DPS[21]
Laporan Dewan Pengawas Syariah (DPS)
pada dasarnya mencakup informasi yang diberikan oleh anggota-anggota dewan
mengenai praktik perbankan yang tidak bertolak belakang dengan ajaran agama
islam. Biasanya laporan DPS ini disampaikan bersamaan dengan laporan tahunan
bank. Bentuk dari laporan DPS ini tidak sama antara satu bank dengan bank
lainnya walaupun masih dalam cakupan negara yang sama karena mempunyai
mekanisme operasinal yang berbeda-beda.
Abdallah (1994), menyatakan bahwa
DPS harus melakukan empat pemeriksaan laporan keuangan bank Islam. Pertama, DPS memastikan bahwa formula
yang digunakan untuk mengalokasikan profit antara shareholder dan pemegang akun investasi adalah adil dan sejalan
dengan rekomendasi yang diberikan oleh DPS. Kedua,
DPS mengonfirmasikan bahwa semua penerimaan bank Islam berasal dari transaksi
yang sah sesuai hukum. Jika bank Islam
mendapat penerimaan ini tidak sesuai hukum Islam, DPS akan menyatakan bahwa
penerimaan ini tidak boleh dimasukkan dalam profit yang dialokasikan untuk shareholder dan pemegang akun investasi.
Ketiga, DPS memastikan agar zakat
dihitung dengan benar, dilaporkan secara transparan dan didistribusikan secara
merata kepada penerima zakat. Keempat,
DPS bertanggung jawab menyatakan opini bank Islam dalam menjalankan peran
sosialnya di lingkungan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dewan Pengawas Syariah merupakan
Dewan yang mengawasi, mengarahkan serta yang lainnya yang berkaitan dengan
kesyariahan perusahaan. sehingga perusahaan tersebut tidak hanya mendapatkan
keuntungan tetapi mendapatkan berkah dari Allah Swt sehingga mencapai titik falah.
Peran DPS dalam perkembangan ekonomi
Islam sangatlah besar tanpa adanya DPS, masyarakat sulit untuk memahami
perusahaan mana yang bisa membawa mereka yang juga menguntungkan disisi
Akhirat. Namun, pada saat ini ada beberapa hal yang perlu di perbaiki lagi
seperti pengawasan secara menyeluruh sampai kekantor-kantor cabang diberikan
pengawasan.
B.
Saran
Makalah ini hanya membahas
segelintir saja mengenai Dewan Pengawas Syariah maka dari itu kami mengharapkan
kepada seluruh peserta untuk dapat memberi sumbangan ilmu yang sudah diketahui,
demi kesempurnaan para Econom Masa Kini.
REFERENSI
Adrian Sutedi, Pasar Modal Syariah:
Sarana Investasi Keuangan Berdasarkan Prinsip Syariah, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2011)
___________, Perbankan Syariah: Tinjauan
dan Beberapa Segi Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009)
http://www.syariahmandiri.co.id/category/info-perusahaan/organisasi/pimpinan/dewan-pengawas-syariah/
Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, diterjemahkan oleh
Aditya Wisnu Pribadi, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009)
Muhammad Syafii Antonio, Bank
Syariah: dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2010)
Muhammad Syakir Sula, Asuransi
Syariah (life and general), (Jakarta: Gema Insani Press, 2004)
[1] Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), (Jakarta:
Gema Insani Press, 2004), h. 543
[4] DPS dibentuk oleh BANK MANDIRI SYARIAH berdasarkan pengesahan RUPS
setelah adanya Keputusan Dewan Syariah Nasional (DSN) dan persetujuan BI.
Tujuan dan tugas utamanya adalah mewakili pihak DSN untuk membantu independensi
fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan fatwa-fatwa DSN. DPS juga bertugas
mengarahkan, memeriksa dan mengawasi kegiatan Bank guna menjamin bahwa Bank
telah beroperasi sesuai dengan aturan dan prinsip-prinsip syariah. Saat ini DPS
beranggotakan 3 (tiga) orang dengan komposisi :
a. Ketua DPS (pihak independen berpengetahuan
fiqih syariah)
b. Anggota DPS (pihak independen berpengetahuan
fiqih dan ekonomi syariah)
c.
Anggota
DPS (pihak independen berpengetahuan perbankan syariah)
DPS terus meningkatkan perannya
terhadap pelaksanaan operasional Bank secara keseluruhan dalam laporan
publikasi Bank dan mengkaji produk/jasa baru yang belum ada fatwanya untuk
dimintakan kepada DSN. Laporan hasil pengawasan syariah dibuat mengikuti
ketentuan yang berlaku untuk disampaikan kepada Direksi, Komisaris, DSN, dan BI. (sumber: http://arifsubarkah.wordpress.com/2010/04/12/struktur-organisasi-pt-bank-mandiri-syariah/)
[5] Muhammad Ayub, Understanding
Islamic Finance, diterjemahkan oleh Aditya Wisnu Pribadi, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 590-591
[6] http://naifu.wordpress.com/2011/12/28/dewan-pengawasan-syariah-dasar-hukum-persyaratan-anggota-serta-tugas-dan-wewenangnya/
[7] naifu.wordpress.com/2011/12/28/dewan-pengawasan-syariah-dasar-hukum-persyaratan-anggota-serta-tugas-dan-wewenangnya/
[8] http://www.syariahmandiri.co.id/category/info-perusahaan/organisasi/pimpinan/dewan-pengawas-syariah/
[12] http://www.muamalatbank.com/assets/cd/p05/02.html
[13] Adrian Sutedi, Pasar Modal Syariah: Sarana Investasi
Keuangan Berdasarkan Prinsip Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h.
236-238
[15] Adrian Sutedi, Perbankan Syariah: Tinjauan dan Beberapa
Segi Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), h. 141-144
[16] http://naifu.wordpress.com/2011/12/28/dewan-pengawasan-syariah-dasar-hukum-persyaratan-anggota-serta-tugas-dan-wewenangnya/
[18] Adrian Sutedi, Pasar Modal Syariah: Sarana Investasi
Keuangan Berdasarkan Prinsip Syariah, op.cit, h. 248-252
[20]
http://novensuprayogi.blogspot.com/2008/03/dps-dan-pengawasan-internal-syariah.html
[21] http://jenzsixs.blogspot.com/2012/03/dewan-pengawas-syariah.html
Komentar