BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Faktor penghambat
perkembangan perbankan syariah memang banyak seperti produk (kurang tepat dalam meriset pasar bahkan
membuat produk tanpa ada riset pasar hanya menurut kemugkinan), Pemasaran
(kurangnya sosialisasi dan promosi
atau pemasangan iklan), Undang-undang atau Peraturan-peraturan termasuk
juga fatwa DSN-MUI (perbankan masih
terpaku kepada fatwa dan kurangnya dukungan pemerintah serta yang menekankan
kepada perbankan syariah).
Namun penulis mengangkat
tentang Sumber Daya Insani (SDI) karena SDI merupakan salah satu faktor yang
sangat menentukan perkembangan perbankan syariah karena tanpa SDI yang
kompetensi, unggul, dan paham tentang ekonomi Syariah tentu akan menghambat
perkembangan ekonomi Syariah.
SDI disini bukan
hanya dari pihak perbankan syariah melainkan dari pihak masyarakat maupun
aktivis ekonomi Syariah. Dengan meningkatnya pemahaman-pemahaman ekonomi
Syariah baik dari internal maupun eksternal maka akan lebih mudah dan pesatnya
perkembangan perbankan syariah. Namun pihak perbankan merupakan faktor utama yang
harus lebih memahami tentang ekonomi Syariah dari pada masyarakat luas karena
pihak perbankan sumber informasi utama masyarakat mengenai perbankan syariah.
Banyak permasalah
yang terjadi dikarenakan SDI seperti karyawan tidak tahu bagaimana menjelaskan
tentang produk yang sesuai dengan prinsip syariah, kurangnya SDI masyarakat
sehingga mereka kurang peduli dengan perbankan syariah serta SDI orang-orang
muslim yang menyeleneh dan menyudutkan perbankan syariah.
Maka dari itu penulis
mengambil judul “PERANAN SUMBER DAYA INSANI DALAM MENSUKSESKAN PERKEMBAGAN PERBANKAN
SYARIAH DI PEKANBARU”
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
Pengertian
dan Manajemen Sumber Daya Insani (MSDI)
Sumber daya Insani
(SDI) adalah orang-orang yang ada dalam organisasi yang memberikan sumbangan
pemikiran dan melakukan berbagai jenis pekerjaan dalam mencapai tujuan
organisasi[1].
SDI sebenarnya
sudah dijelaskan di dalam firman Allah Swt QS. Al-Baqarah: 30 yang menjelaskan manusia
sebagai khalifah di muka bumi kemudian dikuatkan dalam firman Allah Swt QS.
Shaad: 26, sebagai berikut:
ß¼ãr#y»t $¯RÎ) y7»oYù=yèy_ ZpxÿÎ=yz Îû ÇÚöF{$# Läl÷n$$sù tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# Èd,ptø:$$Î/ wur ÆìÎ7®Ks? 3uqygø9$# y7¯=ÅÒãsù `tã È@Î6y «!$# 4 ¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbq=ÅÒt `tã È@Î6y «!$# öNßgs9 Ò>#xtã 7Ïx© $yJÎ/ (#qÝ¡nS tPöqt É>$|¡Ïtø:$# ÇËÏÈ
Artinya: Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu
khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah Keputusan (perkara) di antara
manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, Karena ia akan
menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari
jalan Allah akan mendapat azab yang berat, Karena mereka melupakan hari
perhitungan.
Manajemen SDI
merupakan salah satu bidang dari manajemen umum, dimana manajemen umum sebagai
proses meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengendalian[2].
Alasan utama
perbaikan SDI dalam perusahaan terutama
karena peran strategis SDI sebagai pelaksana dari fungsi-fungsi perusahaan
yaitu perencanaan, pengorganisasian, penstafan, kepemimpinan, pengendalian dan
pengawasan serta pelaksana operasional perusahaan[3].
Dalam teori Human Resources
Departmen (HRD) atau
Departemen Sumber Daya Manusia kita kenal empat tipe manusia dari sisi kemauan dan
kemampuannya. Pertama, yang mau
dan mampu disebut star, inilah SDI yang terbaik yang siap melaksanakan berbagai
aktivitas dan kegiatannya. Kedua, mau
tapi tidak mampu disebut pekerja Ketiga,
mampu tapi tidak mau disebut kuda dan kelompok ini haruslah selalu di
berikan motivasi dan konseling. Dan yang terakhir,
tidak mampu dan tidak mau disebut kutu busuk. Rasulullah selalu
memanajemen manusia sesuai dengan kapasitas dan keahliannya dan merolling jika
seandainya terjadi potensi yang tinggi namun kompetensinya rendah[4].
B.
Tujuan
Manajemen SDI
Tujuan akhir yang
ingin dicapai manajemen SDI pada dasarnya adalah:
1.
Peningkatan
efesiensi, efektivitas, dan produktivitas;
2.
Rendahnya
tingkat perpindahan pegawai, tingkat absensi dan komplain dari nasabah;
3.
Tingginya
kepuasan kerja karyawan dan tingginya kualitas pelayanan;
4.
Meningkatnya
bisnis perusahaan[5].
C.
Tantangan
Manajemen SDI
1.
Tantangan
Eksternal
Lingkungan
ekseternal yang sering di hadapi SDI mencakup:
a.
Perubahan
tekhnologi;
b.
Peraturan pemerintah;
c.
Faktor sosial
dan budaya;
d.
Pasar tenaga
kerja;
e.
Faktor
politik;
f.
Kondisi
perekonomian;
g.
Faktor
geografi;
h.
Kegiatan
mitra;
i.
Pesaing[6].
2.
Tantangan
Internal
Tantangan internal
muncul karena adanya SDI yang mengejar pertimbangan/ trade off di antaranya adalah financial, penjualan, keuangan,
service, produksi dan lain-lain. Dalam hal ini ada 5 pihak yang berkepentingan
dalam MSDI, yaitu:[7]
a.
Pemilik. Para
pemilik menanamkan modal karena mengharapkan keuntungan yang layak baginya.
b.
Karyawan.
Faktor karyawan dalam SDI adalah faktor utama, oleh karenanya perekrutan
karyawan, pembinaan dan pelatihan bagi karyawan menentukan maju mundurnya suatu
perusahaan.
c.
Pemerintah.
Pemerintah memiliki hak dan wewenang serta tanggung jawab untuk meningkatkan
mutu hidup dari seluruh warga negaranya.
d.
Customer.
Pelayanan terhadap pelanggan.
e.
Manajemen.
Memanajemen kepentingan perusahaan dan negara[8].
D.
Seleksi
Seleksi adalah
upaya yang dilakukan untuk memilih dan menetapkan tenaga kerja yang memiliki
kemampuan sesuai dengan tugas-tugas yang akan dikerjakannya pada jabatan kosong
yang akan diisi atau ditempati atau seleksi adalah kegiatan yang dilakukan
dalam MSDI yang dilakukan setelah proses rekrutmen selesai dilaksanakan[9].
Rekruitmen dan
seleksi termasuk fungsi-fungsi MSDI yang mempunyai peranan strategis dalam
mempersiapkan dan menyediakan SDI yang sesuai dengan kebutuhan[10].
E.
Pengembangan
Sumber Daya Insani Menurut Umar bin al-Khathab
Kajian tentang
Sumber Daya Insani ini akan di bagi kedalam tiga pokok pembahasan, yaitu:
1.
Makna pengembangan
SDI dan Urgensinya
a.
Makna
pengembangan SDI
Agar manusia dapat
melaksanakan tugasnya di dalam kehidupan, maka dia membutuhkan persiapan yang
sesuai dengan manhaj Islam, dimana asas manhaj tersebut adalah pendalaman iman
kepada Allah, memahami nilai-nilai Islam, memerangi nilai-nilai yang buruk,
peduli terhadap manusia baik jiwa maupun raga, meningkatkan kemampuannya, dan
persiapan lainnya sebagai bentuk pengabdian kepada Allah Swt. Persiapan inilah
yang dimaksud dengan pengembangan SDI[11].
Pemahaman Islam
tentang pengembangan SDI ini berbeda dengan konsep konvensional dari sisi
tujuan, cara, dan bidang-bidangnya. Sebab sebagaimana manhaj Islam peduli
tentang kualitas dan kuantitas dalam pengembangannya terhadap manusia[12].
b.
Urgensi SDI
Urgensi SDI yang
memiliki kemampuan tinggi, dan keberadaan SDI seperti itu jauh lebih penting
dari pada adanya harta yang banyak dan mahal, ini merupakan bukti perhatian
Umar yang besar terhadap SDI yang memiliki kemampuan tinggi seperti dalam
perkataan beliau “Aku berharap jika
negeri ini penuh dengan orang-orang yang seperti Abu Ubaidah bin Jarrah”. Dan
beliau juga berkata “barang siapa yang
memimpin kaumnya dengan ilmu maka akan ada kehidupan baginya dan bagi meraka,
dan barang siapa yang memimpin kaumnya dengan selain ilmu maka kebinasaanlah
baginya dan bagi mereka”[13].
2.
Pengembangan
Kuantitas Sumber Daya Insani[14]
Diantara cara
terpenting yang dilakukan untuk pengembangan kuantitas SDI yaitu Pertama, melalui pernikahan serta
tidak menyulitkan dalam pernikahan. Sehingga banyak penerus-penerus ekonom
rabbani. Kedua, Hijrah baik di
dalam kota maupun diluar kota.
3.
Pengembangan Kualitas
Sumber Daya Insani
a.
Tazkiah dan
Taklim
Tazkiah berarti
menjelaskan akhlak yang baik dan menghimbau kepadanya, dan mencegah dari akhlak
yang buruk. Sedangkan yang dimaksud dengan ilmu adalah ilmu tentang al-Qur’an
dan al- Sunnah yang mencakup ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang
belakangan[15].
b.
Pelatihan dan
meraih keterampilan[16]
c.
Makanan
Makanan sehat
adalah yang kuantitas dan kualitasnya seimbang yaitu memenuhi kebutuhan badan
tentang kekuatan yang lazim bagi manusia untuk melaksanakan kegiatan yang
menjadi tuntutan di dalam hidup dan kehidupan[17].
d.
Kesehatan
Khalifah umar
sangat memperhatikan terhadap kesehatan seperti kebersihan rumah, lingkungan
dan lain sebagainya serta beliau peduli terhadap kedokteran dan kajian tentang
penyakit.
e.
Kepedulian
sosial[18].
F.
Proteksi
Sumber Daya Insani
Proteksi merupakan
sistem perlindungan berupa kompensasi yang tidak langsung dalam bentuk imbalan,
baik langsung maupun tidak langsung yang diterapkan oleh perusahaan kepada
pekerja untuk memberikan rasa aman, baik dari sisi financial, kesehatan maupun
keselamatan fisik bagi pekerja sehingga pekerja dapat beraktivitas dengan
tenang dan dapat memberikan kontribusi positif bagi peningkatan nilai tambah
perusahaan[19].
Pemberian proteksi
di antara masing-masing karyawan di pengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:[20]
1.
Responsibility (Tanggung
Jawab)
Setiap orang
bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS.
Al-Ahzab : 72, sebagai berikut:
$¯RÎ) $oYôÊttã sptR$tBF{$# n?tã ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ÉA$t6Éfø9$#ur ú÷üt/r'sù br& $pks]ù=ÏJøts z`ø)xÿô©r&ur $pk÷]ÏB $ygn=uHxqur ß`»|¡RM}$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. $YBqè=sß Zwqßgy_ ÇÐËÈ
Artinya: Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat
kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul
amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu
oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”
2.
Skiil (Keahlian)
Untuk kelangsungan
usaha perusahaan maka dari itu membutuhkan karyawan yang memiliki keahlian
khusus. Misalnya marketing. Sehubungan dengan keahlian dapat kita berpedoman
pada QS. Al-Isra’ : 36. Sebagai berikut:
wur ß#ø)s? $tB }§øs9
y7s9
¾ÏmÎ/ íOù=Ïæ 4
¨bÎ) yìôJ¡¡9$# u|Çt7ø9$#ur y#xsàÿø9$#ur
@ä.
y7Í´¯»s9'ré& tb%x. çm÷Ytã Zwqä«ó¡tB ÇÌÏÈ
Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti apa
yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”.
3.
Mental Effort (Kerja otak/
mental)
Karyawan yang
lebih mengandalkan kemampuan kerja otak/ mental memperoleh tingkat proteksi
yang lebih tinggi dibandingkan dengan mengandalkan kekuatan fisik.
4.
Physical Effort (Kemampuan
fisik)
Islam sangat
memperhatikan kekuatan fisik bagi umatnya, karena dengan kekuatan fisik itu
seseorang bisa melangsungkan kehidupannya. Islam sangat tidak toleren kepada
kelemahan, karena lemah biasanya diikuti dengan kemalasan.
5.
Working Condition (Kondisi
Kerja)
ª!$#ur @yèy_ â/ä3s9 uÚöF{$# $WÛ$|¡Î0 ÇÊÒÈ (#qä3è=ó¡tFÏj9 $pk÷]ÏB Wxç7ß %[`$yÚÏù ÇËÉÈ
Artinya: “Dan Allah menjadikan bumi untukmu
sebagai hamparan. Supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi itu”.
Kondisi kerja yang
dihadapi oleh pekerja untuk bidang marketing akan berbeda pada bidang
operasional. Semakin berat kondisi kerja yang dihadapi pekerja, semakin tinggi
program proteksi yang diterapkan.
6.
Government Rule (Peraturan
pemerintah)
Pemerintah sebagai
regulator biasanya membuat peraturan yang mengharuskan perusahaan untuk
memberikan perlindungan yang memadai bagi pekerja. Dengan demikian, proteksi
atau perlindungan pekerja merupakan suatu keharusan bagi perusahaan yang
diwajibkan oleh pemerintah melalui peraturan perundang-undangan.
G.
Peran
Ulama dan Mahasiswa dalam Mengembangkan
Perbankan Syariah
1.
Peran
Ulama dalam Sosialisasi
a.
Menjelaskan
kepada masyarakat bahwa perbankan syariah pada dasarnya adalah penerapan fiqh muammalah maaliyah.
b.
Mengembalikan
masyarakat pada fitrah alam dan fitrah usaha yang sebelumnya telah mengikuti
syariah.
c.
Meluruskan
fitrah bisnis yang rusak seperti meluasnya ungkapan “cari duit haram pun susah, apalagi secara halal” ini jelas pola
pikir yahudi yang berlandaskan ajaran Machiaveli
yang menghalalkan segala cara, tanpa aturan etika dan norma hukum.
d.
Membantu
menyelamatkan perekonomian bangsa melalui pengembangan sosialisasi perbankan
syariah[21].
2.
Peran
Mahasiswa dalam Mengembangkan Ekonomi Islam
a.
Aktor. Artinya
mahasiswa semestinya menjadi pionir-pionir dalam praktik ekonomi islam.
b.
Edukator.
Sebagai kelompok manusia terdidik secara relatif lebih cepat memahami tentang
ekonomi Islam sehingga lebih mudah dalam mengedukasi masyarakat.
c.
Motivator.
Disinilah diperlukan motivasi terus menerus, terutama dari mahasiswa untuk
tidak mudah putus asa dalam mengkaji dan mengimplementasi ekonomi Islam
sehingga lebih mudah memotivasi masyarakat.
d.
Akselerator.
Mahasiswa harus menyadari bahwa sebesar apapun praktik dan setinggi apapun
kesadaran masyarakat tentang ekonomi Islam di tengah sistem sekuler tetaplah
belum merupakan wajah sesungguhnya maka harus ada upaya terus menerus dengan
mendorong percepatan (akselerasi)
penerapan dan kesadaran ekonomi Islam[22].
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Sumber
Daya Insani dari Pihak Perbankan Syariah
Kebutuhan akan SDI
memang masih kurang baik dari pihak perbankan, ini merupakan salah satu faktor
penghambat berkembangnya perbankan syariah di pekanbaru. Seperti yang
diungkapkan Yuslam Fauzi:
“Bagaimana pun,
dalam mengembangkan bank syariah tidak sama dengan organisasi lain. Ada ilmunya
sendiri dan perlu orang-orang yang mau belajar,” ujar praktisi sekaligus Ketua
Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Yuslam Fauzi di Pekanbaru,
Kamis (22/11)[23].
Tapi, lanjutnya karena perbankan syariah di Indonesia baru
tumbuh dan tumbuhnya pesat dalam 13 tahun terakhir, maka "supply" tenaga kerja masih
terasa sangat kurang sekali. Perbankan syariah setiap tahun masih kekurangan sekitar lima ribu orang
tenaga kerja yang baru menamatkan kuliahnya dari perguruan tinggi negeri atau
swasta di dalam negeri[24].
Pada saat ini
karyawan/i perbankan syariah di Pekanbaru lebih banyak diambil dari yang
sebelumnya bekerja di bank konvensional kemudian bekerja di bank syariah
seperti halnya di Bank Rakyat Indonesia Syariah KC Pekanbaru banyak mengambil
karyawannya dari Bank Rakyat Indonesia yang sebelumnya di jelaskan tentang
perbankan syariah dan bagi yang tertarik di prospek sebelum menjadi karyawan
ujar salah satu pegawai BRIS KC Pekanbaru pada saat pelatihan perbankan syariah
di Fak. Syariah dan Ilmu Hukum di UIN SUSKA.
Kendala di bidang
sumber daya insani dalam pengembangan perbankan syariah disebabkan karena
sistem ini masih belum lama dikembangkan. Disamping itu, lembaga-lembaga
akademik dan pelatihan dibidang ini sangat terbatas sehingga tenaga terdidik
dan berpengalaman dibidang perbankan syariah, baik dari sisi pelaksana maupun
dari pihak bank sentral (pengawas dan peneliti bank) masih sangat sedikit. [25]
Dalam mencari SDI
yang sesuai dengan yang diinginkan memang sulit seperti yang diungkapkan Sekretaris
Jenderal Asosiasi Bank-bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Achmad K Permana
dalam diskusi “Menguak Krisis Sumber Daya Insani di Perbankan Syariah” di D
Consulate Resto Jakarta, Senin (13/8/2012). “Industri
perbankan syariah adalah sumber daya manusia (SDM). Masalah yang terjadi adalah
pihak perbankan kesulitan untuk mencari SDM perbankan syariah yang berkompeten
dan mumpuni”.
Kami justru banyak
mengambil SDM untuk perbankan syariah dari perbankan konvensional dan SDM-SDM
yang potensial. Sangat sedikit SDM yang diambil atau lulusan perguruan tinggi
syariah[26].
Sebab-sebab
perbankan syariah sangat sedikit mengambil SDM dari lulusan perguruan tinggi
syariah, akan di jawab sedikit dari Kalamuddinsjah. Kalamuddinsjah
(2005), Regional Manager BMI Jateng/DIY, mengibaratkan membangun perbankan
syariah seperti membangun jaringan transportasi kereta api yang harus dimulai
dari membuat rel. Mengapa? Oleh karena menciptakan satu landasan ekonomi
syariah, harus dimulai dari nol. Berbeda dengan bank nasional yang telah mapan
serta dukungan penuh dari pemerintah.[27]
Pendapat Kalamuddinsjah ini, memberi
gambaran, betapa tantangan yang dihadapi bank syariah di Indonesia masih cukup
berat. Secara umum, tantangan berat yang harus dipecahkan itu adalah bagaimana
menjadikan industri keuangan syariah yang mapan
(established), yakni perbankan syariah yang profesional, sehat dan
terpercaya. Apabila diklasifikasikan, berbagai tantangan tersebut ada yang
berasal dari dalam (internal), dan ada yang datang dari luar (eksternal).
Tantangan dari dalam adalah sejumlah tantangan yang harus dipecahkan, berasal
dari ‘diri‘ bank syariah sendiri.
Salah satu poin tantagan perbankan syariah yaitu peningkatan SDM.
Harus diakui secara jujur, bahwa sumber daya insani perbankan syariah yang
profesional, amanah, dan berkualitas belum sepenuhnya tersedia. Insan perbankan
yang berkualifikasi syariah handal masih jarang. Nampaknya, sebagian besar SDM
terutama level menengah ke atas masih hasil didikan ekonomi konvensional.
Padahal, yang dibutuhkan bukan hanya menguasai ekonomi/perbankan modern, tetapi
sekaligus paham fiqih (syariah) serta mampu berinovasi dalam menyelesaikan
‘pernak-penik’ persoalan bank syariah yang sistemnya masih baru[28].
Walaupun sedikit
dari lulusan ekonomi Syariah, perbankan syariah terus memberikan pemahaman dan
wawasan tentang ekonomi Syariah kepada karyawannya seperti di Unit Usaha
Syariah Bank Riau Kepri yang mengadakan kajian setiap satu minggu sekali.
Sedangkan Di BRIS KC Pekanbaru akan memberikan hadiah kepada karyawan
berprestasi salah satu hadiahnya adalah beasiswa melanjutkan kuliah pasca
sarjana ekonomi Syariah.
Menurut
Agustianto, Ketua I IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam
Indonesia) dan Dosen Pascasarjana UI
mengatakan bahwa SDM adalah pilar utama pengembangan perbankan
syariah. Penambahan SDM yang kompeten dengan jumlah yang cukup menjadi tuntutan
mutlak. Karena itu, manajemen bank syariah harus memprioritaskan penciptaan SDM yang
berkompeten dan berkualitas ini, dengan terus menerus mengikuti training dan
workshop atau kuliah pascasarjana.
Menurut Maisaroh
dan Ati Sumiati, Salah satu faktor yang menentukan peningkatan kinerja lembaga
bank adalah dengan ketersediaan SDM dan infrastruktur pendukung yang
berkualitas. SDM yang berkualitas yang dibutuhkan oleh bank syariah adalah SDM
yang secara keilmuan paham tentang konsep bank syariah dan ekonomi syariah, dan
secara psikologis dia memiliki semangat keislaman yang tinggi. SDM yang hanya
mengerti tentang ilmu bank syariah dan ekonomi syariah saja, tetapi tidak
memiliki semangat keislaman yang tinggi, maka ilmunya bagai tidak ada ruh.
Sehingga dalam beraktifitas sehari-hari dia tidak ada rasa memiliki (sense of
belonging) dan rasa tanggung jawab (sense of responsibility) terhadap kemajuan
bank syariah. Dan sebaliknya SDM yang hanya memiliki semangat keislaman yang
tinggi tetapi tidak memiliki ilmu teatang bank syariah atau ekonomi syariah,
dia bagaikan orang yang berjalan tanpa arah. Sampai saat ini masih jarang
praktisi perbankan syariah yang memiliki kedua hal tersebut. Sehingga bank
syariah harus mulai berfikir untuk mengembangkan SDM yang dimiliki agar
seimbang kemampuannya dalam ilmu bank syariah dan secara psikologis juga mampu
membangun semangat keislaman dalam dirinya.
Pengembangan
kualitas infrastruktur meliputi penyediaan fasilitas-fasilitas yang akan
memberikan pelayanan kepada konsumen dalam mengakses bank syariah secara mudah,
murah, dan cepat. Seperti kita ketahui sampai saat ini operasionalisasi
bank-bank syariah sebagian besar masih berada di wilayah kota-kota besar, dan
belum menjangkau daerah-daerah pedesaan. Begitu juga fasilitas-fasilitas yang
disediakan pun masih terbatas, seperti ATM. Sehingga selama ini pelanggan di
daerah harus menggunakan ATM bersama jika ingin mengakses produk secara mudah
dan cepat. Hanya saja ATM bersama ini akan membebankan biaya kepada konsumen
yang menggunakan.
B.
Sumber
Daya Insani dari Pihak Perguruan Tinggi
Dalam menciptakan
generasi penerus ekonomi Islam, perguruan tinggi merupakan faktor utama dalam
menciptakan ekonom Rabbani yang handal namun di dukung dengan saran dan
prasarana yang memadai serta kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan tentang
ekonomi Islam. Sehingga tidak terjadi kekurangan SDI seperti yang dikatakan
Deputi Gubernur Bank Indonesia yaitu Dr. Halim Alamsyah:
“Pemenuhan gap
sumber daya insani (SDI), baik secara kuantitas maupun kualitas. Ekspansi
perbankan syariah yang tinggi ternyata tidak diikuti oleh penyediaan SDI secara
memadai sehingga secara akumulasi diperkirakan menimbulkan gap mencapai 20.000
orang. Hal ini dikarenakan masih sedikitnya lembaga
pendidikan (khususnya perguruan tinggi) yang membuka program studi keuangan
syariah. Selain itu, kurikulum pendidikan maupun materi pelatihan di bidang
keuangan syariah juga belum terstandarisasi dengan baik untuk mempertahankan
kualitas lulusannya. Untuk itu perlu dukungan kalangan akademis termasuk
Kementrian Pendidikan untuk mendorong pembukaan program studi keuangan syariah.
Industri perbankan syariah secara bersama-sama juga dapat melakukan penelitian
untuk mengidentifikasi jenis keahlian yang dibutuhkan sehingga dapat dilakukan link and match dengan dunia
pendidikan”[29].
Memang perlu
diakui bahwasanya masih kurang banyak perguruan tinggi ekonomi syariah di
bandingkan dengan perguruan tinggi ilmu ekonomi namun jurusan ekonomi Islam ini
samakin tahun semakin bertambah dan jumlah mahasiswanya juga semakin meningkat.
Namun, sangat di sayangkan kurikulum dan standarisasi perkuliahan ekonomi Islam
masih sangat rendah dengan ditandai banyak mata kuliah yang tidak mengarah
kepada ekonomi Islam dan mata kuliah yang umum tentang ekonomi yang tidak
langsung menyangkut kepada ekonomi Islamnya.
Inilah yang
melatarbelakangi mengapa banyak alumni-alumni ekonomi Islam tidak lulus seleksi
di perbankan syariah karena kualitas dari para sarjana ekonomi Islam masih
sangat rendah namun menurut beberapa lulusan ekonomi Syariah yang pernah
mengikuti tes di perbankan syariah, mereka mengatakan bahwasanya perbankan syariah
lebih mengedepankan IQ dari pada pemahaman tentang ekonomi Syariah.
C.
Sumber
Daya Insani dari Pihak Aktivis ekonomi Islam
Peningkatan pemahaman masyarakat
tentang produk bank syariah dan peningkatan pemahaman dan tindakan
bankers syariah yang berlandasan maqasid syariah. Edukasi dan sosialisasi, harus terus
digalakkan dengan gerakan-gerakan sinergis, seperti sinergi dengan IAEI (Ikatan
Ahli Ekonomi Islam), MES (Masyarakat
Ekonomi Syariah), FoSSEI (Forum Silaturahim Studi
Ekonomi Islam), kerjasama dengan Ratusan Perguruan Tinggi se-Indonesia,
ormas-ormas Islam, MUI Daerah dan sebagainya[30].
Dengan adanya
aktivis-aktivis ekonomi Islam ini diharapkan bisa membantu perbankan syariah di
pekanbaru dengan memberikan saran dan solusinya dalam operasional perbankan
syariah dan di harapkan juga para aktivis ini dapat mensosialisasikan ekonomi
Islam di masyarakat. Agar masyarakat mempunyai tempat bertanya dan mengadu
tentang perekonomian syariah, seperti yang gagasan Masyarakat Ekonomi Syariah
dalam mengembangkan ekonomi Syariah kedepannya.
Kedepan kata Ramli[31],
disamping menggelar seminar, juga akan diadakan pelatihan-pelatihan bagi
kader-kader yang nantinya akan mengembangkan lebih jauh di masyarakat tentang
ekonomi syariah. Seperti bagaimana mengembangkan usaha baitul maal, BPR Syariah
dan lain sebagainya. "Kepada mereka nantinya diharapkan bisa memberikan
pemahaman kepada masyarakat," ujarnya[32].
D.
Sumber
Daya Insani dari Pihak Masyarakat
Pemahaman sebagian
besar masyarakat mengenai sistem dan prinsip syariah masih belum tepat. Pada
dasarnya, sistem ekonomi Islam sudah jelas, yaitu melarang mempraktikkan riba
serta akumulasi kekayaan hanya pada pihak tertentu secara tidak adil. Akan
tetapi, secara praktis, bentuk produk dan jasa pelayanan, prinsip-prinsip dasar
hubungan antara bank bank dan nasabah, serta cara-cara berusaha yang halal dala
bank syariah, masih sangat perlu disosialisasikan secara luas[33].
Tingkat pemahaman (awareness) produk
bank syariah. Hingga saat ini, sangat sedikit masyarakat yang tahu tentang
produk-produk perbankan syariah dan istilah-istilah di perbankan syariah.
"Hanya sekitar 30 persen dari sumber daya yang direkrut mengetahui istilah
perbankan syariah serta tingkat awareness-nya[34].
Sementara itu, HM
Lukman Edy, penggagas berdirinya Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) HM Lukman
Edy, Pekanbaru, mengatakan pertumbuhan ekonomi syariah di masyarakat dari waktu
ke waktu terus meningkat. Oleh sebab itu dibutuhkan
pengetahuan tambahan bagi masyarakat, terhadap ekonomi syariah kedepan.
"Ini sebuah tantangan yang harus kita hadapi bersama," kata Lukman
Edy[35].
Dengan minimnya
pengetahuan masyarakat tentang perbankan syariah maka dari itu menghambat
perkembangan perbankan syariah. Masyarakat hanya mengetahui bahwa perbankan
syariah adalah perbankan bagi hasil. Naumn mereka tidak mengetahui apa
keuntungan bertransaksi di perbankan syariah serta apa dampak-dampak yang akan
di dapatkan masyarakat jika bertransaksi di bank konvensional, Misalnya Riba.
Masyarakat mengetahui riba sangat dilarang dan
diharamkan oleh Allah Swt tetapi masyarakat tidak mengetahui secara keseluruhan
tentang riba sehingga mereka tidak merasa bahwa mereka telah melakukan riba
selama mereka masih bertransaksi perbankan konvensonal.
Disamping anggapan
masih sedikit yang paham tentang ekonomi Islam, tapi menurut Maisaroh dan Ati
Sumiati[36]
Kepercayaan masyarakat yang mulai meningkat terhadap bank syariah harus
diimbangi dengan bukti kinerja yang baik dari lembaga tersebut. Kinerja lembaga
bank syariah bisa ditandai dengan meningkatnya rasio kecukupan modal,
meningkatkan jumlah pelanggan, serta meningkatnya pelayanan yang diberikan
kepada pelanggan.
Salah satu faktor
yang menentukan peningkatan kinerja lembaga bank adalah dengan ketersediaan SDM
dan infrastrauktur pendukung yang berkualitas. SDM yang berkualitas yang
dibutuhkan oleh bank syariah adalah SDM yang secara keilmuan paham tentang
konsep bank syariah dan ekonomi syariah, dan secara psikologis dia memiliki
semangat keislaman yang tinggi. SDM yang hanya mengerti tentang ilmu bank
syariah dan ekonomi syariah saja, tetapi tidak memiliki semangat keislaman yang
tinggi, maka ilmunya bagai tidak ada ruh. Sehingga dalam beraktifitas
sehari-hari dia tidak ada rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa tanggung
jawab (sense of responsibility) terhadap kemajuan bank syariah. Dan sebaliknya
SDM yang hanya memiliki semangat keislaman yang tinggi tetapi tidak memiliki
ilmu teatang bank syariah atau ekonomi syariah, dia bagaikan orang yang
berjalan tanpa arah. Sampai saat ini masih jarang praktisi perbankan syariah
yang memiliki kedua hal tersebut. Sehingga bank syariah harus mulai berfikir
untuk mengembangkan SDM yang dimiliki agar seimbang kemampuannya dalam ilmu
bank syariah dan secara psikologis juga mampu membangun semangat keislaman
dalam dirinya.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perkembangan
perbankan syariah ini tentunya juga harus didukung oleh sumber daya insani yang
memadai, baik dari segi kualitas maupun dari segi kuantitasnya. Namun, realitas
yang ada menunjukkan bahwa masih banyak sumber daya insani yang selama ini
terlibat di institusi syariah tidak memiliki pengalaman akademis dan praktis
dalam islamic banking. Tentunya
kondisi ini cukup signifikan memengaruhi produktivitas dan profesionalisme
perbankan syariah itu sendiri. Inilah yang memang harus mendapatkan perhatian
dari kita semua, yakni mencetak sumber daya insani yang mampu mengamalkan
ekonomi syariah di semua lini karena sistem yang baik tidak mugkin dapat berjalan
bila tidak di dukung oleh sumber daya insani yang baik pula[37].
Maka dari itu
peranan Sumber Daya Insani dalam
Mengembangkan Perbankan Syariah sangatlah penting, karena SDI merupakan
faktor utama dalam mengembangkan perbankan syariah. Dan dalam menentukan SDI
seharusnya tidak hanya berdasarkan IQ tetapi juga kekuatan iman dan pengetahuan
tentang ekonomi Islam sehingga kepentingan dunia tidak menjadi faktor utama
apalagi harus mementingkan diri pribadi, inilah sebab mengapa harus paham
tentang ekonomi Islam agar para karyawan tidak melakukan sesuatu yang dzalim.
Serta harus ada
kerjasama dan dukungan semua pihak dalam mengembangkan perbankan syariah karena dengan kekuatan yang rapi akan lebih
mudah mensosialisasikan dan mengembangkan ekonomi Islam di pekanbaru ini.
Pihak-pihak yang terkait diantaranya bank indonesia, bank syariah, praktisi
ekonomi Syariah, organisasi ekonomi Islam dan lain-lain.
B.
Rekomendasi
Ada beberapa
rekomendasi yang bisa penulis sajikan agar sumber daya insani terus meningkat
sehingga perbankan syariah terus berkembang dan jaya di pekanbaru. Diantaranya
yaitu:
1.
Perbankan
Syariah
Hendaknya perbankan
syariah tidak lagi terfokus kepada IQ melainkan juga kepahaman dan semangat
keislaman yang tinggi. Dan terus menigkatkan kegiatan-kegiatan yang dapat
meningkatkan kepahaman seluruh karyawan seperti kajian tentang ekonomi Islam,
pelatihan, workshop dan lainnya.
Dengan kegiatan
tersebut para karyawan tidak hanya mengejar pangkat dan keuntungan di dunia
tetapi semangat dalam mencari keuntungan diakhirat juga, sehingga karyawan
semakin tekun dan terus semangat dalam bekerja.
2.
Perguruan
Tinggi
Perbankan syariah
tidak boleh berhenti sampai disini dan harus meninggalkan ekonomi mudah yang
lebih berkualitas dari pada saat ini maka dari itu perlunya kerjasama perguruan
tinggi kelembaga lainnya seperti perbankan syariah. Dengan kerjasama itu
diharapkan perguruan tinggi tahu apa yang dibutuhkan oleh perbankan dan peluang
kerja lainnya sehingga perguruan tinggi bisa menyesuaikan standarisasi dan
kurikulum yang berkualitas yang nantinya akan menghasilkan sumber daya insani
yang berkualitas pula.
3.
Aktivis,
praktisi dan pakar ekonomi Islam
Para aktivis,
praktisi dan pakar ekonomi Islam hendaknya lebih mensosialisasikan ekonomi
Islam, seperti bekerjasama dengan media massa. Yang penulis ketahui hanya RRI
(Radio Republik Indonesia) Pro 1 yang menyajikan kuliah subuh tentang ekonomi
Islam hendaknya para aktivis lebih lagi bekerjasama dengan media massa sehingga
lebih mudah dalam mengembangkan ekonomi Islam dan khususnya perbankan syariah.
4.
Masyarakat
Masyarakat
merupakan objek utama dalam perkembangan perbankan syariah jadi perlu
sosialisasi yang lebih kepada masyarakat namun masyarakat hendaknya tidaklah
selalu pasif tetapi aktif dalam mencari pengetahuan tentang ekonomi Islam
karena ini merupakan ilmu yang akan membawa kekayaan di dunia dan diakhirat.
5.
Bank
Indonesia
Bank Indonesia
hendaknya membantu dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan sumber daya
insani seperti:[38]
a.
Pelatihan
operasional bank syariah terhadap SDI;
b.
Workshop
mengenai perbankan syariah yang membahas perbankan syariah lebih spesifik
seperti risk management;
c.
Seminar dan
diskusi panel;
d.
Dan melakukan
penyuluhan atau press release melalui
media massa.
REFERENSI
1.
Sadono Sukirno, dkk, Pengantar Bisnis, (Jakarta: Kencana, 2011), cet ke-3, h. 173
2.
Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, MBA, Islamic Human Capital,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 4
3.
Haryanto, Rasulullah Way of Managing People, (Jakarta:
Khalifa, 2011), cet ke-3, h. 78
4.
Dr. Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin
al-Khathab, (Jakarta: Khalifa, 2006), h. 436
5.
Dr. M. Syafi’i Antonio, M. Ec, Bank Syariah dari teori ke
praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2011) cet ke – 11, h. 237-238
6.
Prof. Dr. Akhmad Mujahidin, M. Ag, Ekonomi Islam 2,
(Pekanbaru: al-Mujthadahn Press, 2010), h. 155-156
7.
http://www.mediaindonesia.com/read/2012/11/11/364818/20/2/Pengembangan-Bank-Syariah-masih-Terkendala-SDM- Tanggal pengambilan 09
Januari 2013
8.
http://pekanbaru.tribunnews.com/2012/08/13/tiga-masalah-terbesar-di-bank-syariah tanggal pengambilan 09
Januari 2013
9.
http://ib2.eramuslim.com/2012/09/30/bank-syariah-antara-peluang-dan-tantangan-2/ tanggal pengambilan 09
Januari 2013
10. http://www.eramuslim.com/peradaban/ekonomi-syariah/peluang-tantangan-dan-outlook-perbankan-syariah-2013.htm#.UO1xSu9lla8 tanggal pengambilan 09
januari 2013
11. http://riaubisnis.com/index.php/business-mainmenu-29/bisnis-mainmenu-43/4277-untuk-berkembang-ekonomi-syariah-di-riau-perlu-dukungan-semua-pihak tanggal pengambilan 09
januari 2013
12. Maisaroh dan Ati Sumiati
(Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta) Tantangan dan peluang
perbankan syariah dalam pengembangan usaha kecil dan menengah untuk memperkuat
kesejahteraan umat. pdf
13. Ir. Adiwarman A. Karim,
SE., MBA., maep., bank islam analisis fiqih dan keuangan, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2010), cet ke-7, h. 27
[11] Dr. Jaribah bin Ahmad
al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin
al-Khathab, (Jakarta: Khalifa, 2006), h. 436
[21] Dr. M. Syafi’i Antonio,
M. Ec, Bank Syariah dari teori ke
praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2011) cet ke – 11, h. 237-238
[22] Prof. Dr. Akhmad
Mujahidin, M. Ag, Ekonomi Islam 2, (Pekanbaru:
al-Mujthadahn Press, 2010), h. 155-156
[23] http://www.mediaindonesia.com/read/2012/11/11/364818/20/2/Pengembangan-Bank-Syariah-masih-Terkendala-SDM- Tanggal pengambilan 09 Januari 2013
[26] http://pekanbaru.tribunnews.com/2012/08/13/tiga-masalah-terbesar-di-bank-syariah tanggal pengambilan 09 Januari 2013
[27] http://ib2.eramuslim.com/2012/09/30/bank-syariah-antara-peluang-dan-tantangan-2/ tanggal pengambilan 09 Januari 2013
[29] Disampaikan
dalam Ceramah Ilmiah Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Milad ke-8 IAEI, 13
April 2012 yang berjudul “ Perkembangan dan
Prospek Perbankan Syariah Indonesia: Tantangan Dalam Menyongsong MEA 2015”, pdf
[30] http://www.eramuslim.com/peradaban/ekonomi-syariah/peluang-tantangan-dan-outlook-perbankan-syariah-2013.htm#.UO1xSu9lla8
tanggal pengambilan 09 januari 2013
[31] Ramli Walid adalah ketua umum
pengurus wilayah Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) di provinsi Riau
[32] http://riaubisnis.com/index.php/business-mainmenu-29/bisnis-mainmenu-43/4277-untuk-berkembang-ekonomi-syariah-di-riau-perlu-dukungan-semua-pihak tanggal pengambilan 09 januari 2013
[34] http://pekanbaru.tribunnews.com/2012/08/13/tiga-masalah-terbesar-di-bank-syariah tanggal pengambilan 09 Januari 2013
[35] http://riaubisnis.com/index.php/business-mainmenu-29/bisnis-mainmenu-43/4277-untuk-berkembang-ekonomi-syariah-di-riau-perlu-dukungan-semua-pihak tanggal pengambilan 09 januari 2013
[36] Maisaroh dan Ati Sumiati (Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta) Tantangan dan peluang perbankan syariah dalam pengembangan
usaha kecil dan menengah untuk memperkuat kesejahteraan umat. pdf
[37] Ir.
Adiwarman A. Karim, SE., MBA., maep., bank islam analisis fiqih dan keuangan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010), cet ke-7,
h. 27
Komentar