PENDIDIKAN DI UKUR DENGAN AKHLAK BUKAN PRESTASI


PENDIDIKAN DI UKUR DENGAN AKHLAK BUKAN PRESTASI

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia selain pangan, sandang dan papan. Manusia tidak akan maju jika tidak ada ilmu, pendidikan yang diberikan melalui formal maupun informal merupakan sarana pembelajaran. Seringkali terjadi kecelakaan dalam pembelajaran, salah satunya adalah mencari ilmu sebanyak-banyaknya namun tidak ada pengaplikasiannya. Kita sebagai Insan Islamiyah di wajibkan untuk menuntut ilmu, Rasulullah Saw saja sebagai suri tauladan kita di turunkan ayat pertama tentang Pendidikan.
Ketika Rasulullah Saw menerima wahyu sebagai pembelajaran dari Allah Swt, beliau mengajarkan dan mengaplikasikannya. Beliau ada karena diperintahkan oleh Sang Pencipta untuk menyempurnakan Akhlak Manusia yang masih Jahiliyah. Jadi tugas utama Rasulullah yaitu rahmatan lil’alamin sebagai penyempurna akhlak manusia dengan pengetahuan yang lebih universal dan konferehensif.
Dengan penjelasan di atas sangatlah pantas kiranya Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara mengatakan, Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti kekuatan batin, karakter, pikiran intellect dan jasmani anak didik. Dan undang-undang kita juga mengarahkan pendidikan kepada Akhlakul Karimah sebagaimana yang terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan Pasal 31 Ayat 3 mengarahkan untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia.
Cita-cita pendidikan masih jauh dari kenyataan. Bahkan di dalam praktiknya semakin banyak anomali pendidikan. Prinsip asih, asuh, dan asah yang dikembangkan Ki Hajar Dewantara seakan tidak lagi menjadi panutan. Nilai-nilai hakiki pendidikan yang meningkatkan mutu manusia Indonesia agar cerdas dan berakhlak kini seakan terabaikan.
Kualitas pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index. Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam.
Realita pendidikan diatas timbul karna tedapat permasalahan sistem pelaksana pendidikan yang terkesan berantakan serta proses pendidikan dilapangan yang ikut-ikutan tidak karuan, hal yang sering serta rawan terjadi masalah adalah sebagai berikut :
1.      Sarana Fisik;
2.      Kualitas Guru;
3.       Kesejahteraan Guru;
4.       Prestasi Siswa dan Persaingan belajar;
5.      Pemerataan Kesempatan Pendidikan;
6.      Relevansi Pendidikan Dengan KebutuhanBiaya Pendidikan.

Banyak hal yang perlu diperbaiki dalam pendidikan di Indonesia sebagaimana di paparkan di atas. Mugkin karena tidak adanya keseriusan pemerintah dalam menangani masalah pendidikan ini padahal pendidikan merupakan ujung tombak negara, apabila pendidikan sudah maju dan menyeluruh semuanya dapat di raih seperti kemiskinan akan terkikis, pengangguran akan merusut, kesejahteraan akan meningkat dan kemajuan yang diimpikan akan lebih mudah di realisasikan.
Coba kita lihat negara Jepang yang sama-sama berkembang dengan Indonesia namun kenyataanya sekarang, Jepang sudah menjadi negara maju namun Indonesia masih saja sebagai negara berkembang yang abadi. Negara jepang dalam hal pendidikan sangatlah berkualitas. Ini terbukti dari pendidikan penduduknya yang mayoritas berhasil. Mereka tumbuh menjadi insan-insan profesional dan teruji hingga membawa dampak pada perkembangan kemajuan negaranya di segala bidang. Dengan ini marilah kita perhatikan bagaimana sistem pendidikan yang diterapkan Jepang hingga meraih kesuksesan, diantaranya:
1.      Jepang menggunakan sistem CAWU. Dalam setahun ada 3 CAWU. Beda dengan di Indonesia yang menggunakan sistem semester. Agustus-September libur musim panas selama 40 hari.
2.      Usia 6 tahun adalah usia wajib belajar bagi anak-anak Jepang. Bagi Orang tua yang tidak menyekolahkan anaknya ke SD-SMP akan di hukum oleh pemerintah.
3.      Jepang tidak mengenal sistem “tidak naik kelas“. Semua siswa akan naik ke tingkat selanjutnya secara otomatis. Sehingga di setiap tingkat tetap terisi oleh anak-anak yang seusia.
4.      Jepang tidak mengijinkan adanya kelas khusus/  kelas unggulan atau akselerasi bagi mereka yang pintar dalam satu kelas khusus. Jepang hanya mengijinkan anak-anak yang pintar dalam Ilmu Sains dan Teknologi saja yang bisa masuk Perguruan Tinggi lebih cepat.
5.      Kurikulum di Jepang akan diperbarui dalam tempo 10 tahun sekali mengikuti perkembangan teknologi yang ada.
6.      Evaluasi tidak hanya dari guru kepada siswanya, tapi juga siswa mengevaluasi gurunya demi manfaat pengajaran yang lebih baik.
7.      Jepang tidak mengenal standar nasional atau Internasional untuk pendidikannya. Jepang tidak menyediakan sekolah khusus bagi anak-anak yang pintar . mereka memandang bahwa sekolah adalah hak semua siswa di Jepang. di Indonesia misalnya ada SBI (sekolah berstandar Internasional) atau sekolah unggulan.
8.      Akan banyak simpati dari warga Jepang kepada Bos atau perusahaan yang memperkerjakan anak-anak yang memiliki keterlambatan berfikir, kecacatan dan juga keterbelakangan.
Dengan melihat perbandingan tersebut maka begitu banyak ketertinggalan kita dalam hal pendidikan. Maka sebenarnya bukan manusia yang ada di Indonesia yang kurang pintar melainkan sistemlah yang membuat orang Indonesia lambat dalam mencapai pendidikan. Dengan perbaikan sistem yang lebih baik maka di Indonesia akan mencapai pendidikan yang lebih baik pula. Di samping pendidikannya yang berkualitas, Jepang juga sukses di karenakan etika Tokugawa (hasil penelitian Robert Bellah). Maka, jelaslah bahwa pendidikan bukan hanya Belajar dan mengajar melainkan praktek serta Etika. Apabila etika manusia baik maka besar kemugkinan ilmu yang di dapatkan akan bermanfaat.

Komentar